Mohon tunggu...
Shita R.Rahutomo
Shita R.Rahutomo Mohon Tunggu... Administrasi - perempuan penyuka traveling, seni, masak dan kuliner juga hujan

Officer, menulis, gila baca, traveling, blogger, makan dan masak enak, ingin jadi ibu yang baik dan bermanfaat bagi sesama, pemimpi,

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mari, Menjadi Bagian dari Gerakan "Save The Food"!

30 Agustus 2018   18:57 Diperbarui: 31 Agustus 2018   17:51 1991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jamuan Makan photo by Shita Rahutomo

Pernah kan dapat postingan via Facebook dan whatapps tentang sebuah kisah orang Indonesia yang makan di sebuah restoran di Jerman yang memesan banyak makanan tapi tak menghabiskannya? 

Singkat cerita, semua orang yang ada di restoran tersebut memandangi keduanya (ketahuan kalau OKB atau kelompok gagap piknik) dengan tatapan tak suka. Lalu salah seorang menegur kedua turis norak tersebut. 

"Kalian harus bertanggung jawab menghabiskan sisa makanan yang kalian pesan." katanya tajam. Kedua turis tadi langsung nyolot, "Apa hubungannya denganmu? Wong makanan juga kami yang bayar." Maka marahlah si penegur, "Young men, memang benar kalian yang bayar makanan itu tapi makanan itu bersumber dari negara kami."

Petikan adegan seperti di atas saya yakin sering kita jumpai bahkan mungkin kita adalah salah satu pelaku pembuang makanan yang masih layak makan ini. 

Saat sesi breakfast di hotel berbintang, mentang-mentang makanan yang diambil tidak lagi terkena charge dan perasaan tak mau rugi karena sudah bayar hotel mahal (ini beneran loh, banyak orang memakai motif ini ketika bernafsu mengambil sebanyak-banyaknya tapi tak kuat menghabiskannya). Atau ketika kita sedang menghadiri undangan pernikahan. 

Uh...betapa semangatnya kita mengambil makanan karena sudah bersusah payah antri, jadi merasa lebih baik ambil jumlah makanan banyak sekalian. Hal yang sama terjadi saat kita diundang ke sebuah acara dan dikahiri dengan acara makan prasmanan. Piring kotor yang masih berisi makanan menggunung tinggi membuat Lelah para pelayan. Saya yakin kita semua pernah melihat dan mungkin juga melakukannya.

Jadi jangan heran kalau Indonesia ternyata menyandang predikat pembuang makanan ke dua terbesar setelah Arab Saudi berdasar data Food Sustainability Index 2017 yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU). 

Padahal jumlah penduduk Indonesia pada Juli 2017 "hanya" 262 juta jiwa atau ke 4 terbesar di dunia bukan negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yaitu China yang penduduknya mencapai 1,38 Miliar Jiwa. Tapi mereka bukanlah yang menempati peringkat pertama pembuang sisa makanan di dunia. Dan ironisnya berdasar penelitian juga, sampah makanan di DKI Jakarta meningkat 10 persen di 10 hari pertama puasa! 

Nah, padahal misi mulia yang diemban dari ibadah puasa adalah menahan nafsu dan menumbuhkan empati pada sesama yang kekurangan agar kita dapat merasakan penderitaan mereka saat kelaparan. "Dan janganlah kamu bermegah-megahan..." telah ditekankan dalam kitab suci. 

Apalagi faktanya di Indonesia masih banyak terjadi kasus gizi buruk dan masih banyak warga yang makan makanan dengan kualitas rendah. Tapi 10 persen penduduk Indonesia yang dikategorikan mampu membuang 13 juta TON per tahun sisa makanan! 

Yang dari makanan sisa tersebut harusnya bisa untuk memberi makan 28 juta jiwa penduduk Indonesia yang kesulitan pada akses makanan bergizi. Tidakkah kita sedih dan merasa bersalah menjadi bagian dari manusia yang tak peduli pada apa yang terjadi di masyarakat hanya karena kita memiliki uang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun