Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Buat Kepercayaan Publik Runtuh Lagi Tuan Presiden

6 Maret 2022   01:14 Diperbarui: 6 Maret 2022   08:28 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Beberapa kebijakan yang tidak pro rakyat masih kita temukan di negara Republik Indonesia (RI) tercinta. Sebut saja, UU Cipta Kerja, BPJS yang diintegrasikan, kesejahteraan berubah menjadi mimpi buruk. Kelangkaan minyak goreng, termasuk salah satunya adalah pencabutan Perppu Ormas 2/2017.

Perppu tersebut dianggap menunjukkan sikap Jokowi yang antikritik karena telah membatasi kebebasan bagi organisasi yang ada di Indonesia. Berbagai letupan protes juga mencuat, sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintahan Jokowi. Perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru juga tidak luput dari riak penolakan rakyat.

Telah 7 (tujuh) tahun kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia tidak mengalami kemajuan pesat. Rakyat makin dililit hutang. Demokrasi dan kesejahteraan tidak paralel. Inilah sekelumit keluhan, keresahan, dan jeritan rakyat.

Hal tersebut bukanlah menjadi dekorasi kebanggaan, melainkan kelemahan yang perlu diperbaiki. Demi kemajuan dan kebaikan rakyat. Selanjutnya, adanya gonjang ganjing, mulai ramainya pernyataan tiga Ketua Umum partai politik yang mengusulkan Pemilu 2024 diundurkan. Presiden Jokowi, disebut masih diminta rakyat Indonesia untuk melanjutkan pemerintah.

Kondisi pandemi Covid-19. Bahkan sampai perang Rusia vs Ukraina, dikait-kaitkan. Serta sejumlah alasan politis berbalut kemanusiaan lainnya diajukan. Ramai, tentu. Joko Widodo jangan lagi buat risau, dan picu lagi kemarahan publik.

Viral dan menjadi trending topik di media sosial. Media massa juga tak ketinggalan memuat itu. Menag Yaqut yang memicu penolakan publik juga menambah keramaian tersebut.


Jika membaca kecenderungan, pola lama dalam praktek politik kita. Semua kegaduhan politik yang diciptakan, bukanlah bersifat insidentil. Melainkan sudah menjadi grand design elit parpol dan cukong.

Sampai kelangkaan Minyak Goreng juga, rasanya sulit kita mengatakan itu merupakan peristiwa tunggal. Tidak berkait kepentingan dengan drama politik. Rencana politik para penguasa, tentu bertengger disini.

Rupanya itu satu paket. Riak-riak, dinamika, konflik, dan friksi merupakan momentum yang sengaja dibuat kelompok kepentingan tertentu. Tentu dibalik itu semua ada kompromi kepentingan.

Konsesi, konsensus politik, dan bagi-bagi jatah secara politik dibangun. Upaya untuk cipta kondisi dilakukan. Lalu rakyat dapat apa?. Apakah mau dipecah-belah, kian dieksploitasi terus?. Harusnya tidak. Demokrasi mesti memberi kesejukan.

Jangan mau diperalat mereka para pencari keuntungan. Respon publik sedang ditunggu, dari usulan penundaan Pemilu 2024 dan masa jabatan Jokowi diperpanjang 1-2 tahun tersebut.

Ketika penolakannya tidak kuat, kemungkinan penundaan Pemilu 2024 terjadi. Sebaliknya jika komplain, protes, dan gelombang resistensi kian meningkat. Maka, Pemilu tetap dilaksanakan 2024.

Pilihannya ada tiga, kalau menggunakan pandangan Prof. Yusril Ihza Mahendra. Yakni perlu dilakukan Amandemen UU 1945, Presiden mengeluarkan dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner, dan yang terakhir, menciptakan Konvensi ketatanegaraan (constitutional konvention).

Tidak mudah. Perlu ada keberanian, kegilaan, dan juga "revolusi" yang dilakukan Jokowi. Bila benar-benar keinginan menunda Pemilu 2024 itu datang dari Jokowi. Rakyat tidak diam.

Begitu pula dengan kelompok oposisi politik. Berbagai cara akan ditempuh untuk sebuah alasan menyelamatkan negara. Dekrit atau revolusi konstitusi perlu melewati kajian matang.

Benarkah sahwat Jokowi benar-benar mau tiga periode?, belum tentu juga. Karena publik membacanya, apa yang dibunyikan ke publik hanyalah kepentingan segelintir orang saja.

Bermula dari pernyataan Bahlil Lahadalia. Kemudian, Cak Imin Ketum PKB, Zulhas Ketum PAN dan Airlangga Hartarto, Ketum Partai Golkar. Sekarang sedang bergerak menjadi bola panas.

Pemilu 2024 ditunda juga apakah merupakan kemauan Jokowi atau bisikan pemodal. Sampai sejauh ini kita belum tahu kebenarannya. Publik baru sebatas berasumsi dan menganalisa.

Jokowi akan perharapkan pada dua situasi delamatis. Pertama, secara konstitusional kepemimpinan Jokowi sebagai Presiden hanya bisa dua periode. Sementara penangana Covid-19 masih belum beres.

Begitu juga soal IKN. Tidak seperti yang dibayangkan. Masa depan keberlanjutannya IKN perlu dikalkulasi. Kedua, proyek politik sebagai "kolaborator" pemodal, (jika ada). Bagi pengusaha yang menjadi founding Pilpres, pasti tidak mau rugia.

Mereka (konglomerat), yang merasa belum mendapatkan keuntungan lebih. Pasti berharap Jokowi masih memimpin Indonesia. Ya, agar mereka masih bertahan mengatur segala urusan proyek (duit). Mereka yakin, jika Pemilu 2024 digelar Presiden yang akan datang bisa terlahir dari kelompok pengusaha di luar faksinya.

Sementara itu, menunda Pemilu 2024 sama artinya merampas hak rakyat. Menggerogoti dan melecehkan konstitusi. Jokowi ditambah lagi kepemimpinannya sebagai Presiden, malah membuat tudingan rakyat tentang dirinya yang rakus terjawab.

Dalam pemikiran saya, Jokowi tidak serakus itu seperti yang dibayangkan atau yang dicurigai sebagian pihak. Pemilu 2024 harus terselenggara. Karena disitulah keberhasilan Jokowi diukur. Jangan lagi ada politisi menghasut dan membuat Jokowi blunder dengan memperpanjang masa jabatannya. Amarah kemarahan publik pasti membara, manakala Jokowi seolah-olah pasrah menerima usulan ditundanya Pemilu 2024.

Dengan penuh takzim, kita berharap Presiden Jokowi lebih bijaksana. Tidak merespon, dan menolak secara tegas usulan penundaan Pemilu 2024.

Jangan lagi merespon trik politik tersebut dengan diplomatis, basa-basi, dan ungkapan bersayap. Harus tegas Jokowi menolak bujukan, menolak takluk terhadap keinginan perpanjangan masa jabatan Presiden atau Pemilu 2024 ditunda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun