PRAKTEK politik tidak boleh dibaca parsial dan tunggal. Dinamikanya selalu melahirkan sejumlah manfaat juga terpicu atas beragam motif interset politik.
Menyoal terkait manuver politik Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Giring Ganesha untuk mengomentari dan mempersoalkan segala kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan (ARB).
Jika ditelisik, Giring mendapat keuntungan dari movenya itu. Sedikitnya, nama Giring dan partai politik yang dipimpinnya diingat publik. Tentu, karena selalu tampil atau dimuat media massa. Giring tentu menyadari betul peran tersebut.
Dimana popularitas, eksistensi partai politik ditentukan dari pergerakan. Momentum dan keberanian mengambil resiko. Dengan mencari perhatian publik, PSI akan selalu berada dalam ingatan publik.
Terlebih dari plus minusnya, gerakan Giring, secara politik ikut diframing media massa. Giring dianggap sebagai oposan "terbaik" Anies Baswedan. Terlepas juga dari esensial atau tidak kritikan yang dilayangkan Giring.Â
Pokoknya, makin dibicarakan publik, entah itu berupa cibiran dan sanjungan, PSI mulai mendapat segmen di tengah konstituen (rakyat). Giring mengkritik Anies untuk mendapatkan manfaat popularitas dan elektabilitas.
Sudah pasti Giring tidak bodoh, meski ada yang menduga pemikirannya dangkal. Dalam kalkulasi politiknya, publik mensinyalir politisi muda yang satu ini sedang mencari jati diri. Selain dinilai masih labil, Giring dalam ruang politik praktis masih seumur jagung.
Dimana ia sebelumnya hanyalah vokalis Ben. Makanya, kekurangan dan keterlambatannya masuk di panggung politik harus dikejar dengan menciptakan sebanyak mungkin "tonjokan" sensasi. Giring memerlukan tindakan "kegilaan", harus viral.
Ketika mengambil perspektif politik, kita dapat menyebut bahwa Giring dalam mengkritik Anies Baswedan "imbalan" kian populernya PSI. Simbiosis mutualisme terwujud, dan ini yang diharapkan semua politisi.Â
Apalagi beban Giring membumikan PSI ke tengah-tengah rakyat tidaklah mudah. Giring realistis terhadap hal itu. Sebagai partai politik baru, PSI butuh dialektika dan benturan-benturan yang kuat untuk bisa terbentuk.
Bisa disebut perlakuan Giring ini mendatangkan take and give secara politik. Termasuk suka relawan, Giring mengambil inisiatif mengkritik kebijakan monumental dan hebat dari Gubernur Anies. Pada konteks ini, Giring bisa diidentifikasi sebagai relawan.Â