Mohon tunggu...
Amanda Fauziah
Amanda Fauziah Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Hai! Aku selalu berusaha menghadirkan cerita yang seru, ayo baca karyaku dan temukan dunia baru di setiap kata!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penonton Padati Pertunjukan Bantengan dan Jaranan di Malang

13 April 2025   20:32 Diperbarui: 14 April 2025   00:46 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pertunjukan Bantengan

Malang - Kesenian tradisional bantengan dan jaranan tetap menjadi daya tarik bagi masyarakat Malang dan sekitarnya. Hal ini terbukti dari ramainya penonton saat pertunjukan berlangsung di Desa Tangkilsari, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, pada Sabtu malam, 12 April 2025. Dari kalangan muda hingga orang tua, mereka hadir dalam acara yang berlangsung hingga tengah malam tersebut.

Pertunjukan dimulai dengan aksi bantengan yang penuh energi dan atraksi yang mendebarkan. Musik DJ modern mengiringi gerakan para pemain bantengan, menciptakan suasana yang meriah dan menghibur. Setelah pertunjukan bantengan, acara dilanjutkan dengan jaranan yang diiringi alunan gending khas Jawa, memberikan nuansa yang seimbang antara modern dan tradisional.

"Menurut saya pertunjukan bantengan itu seru banget. Apalagi diiringi musik DJ, bikin makin semangat nontonnya," ujar Putri, salah satu penonton dari kalangan muda. Ia datang bersama temannya Fian yang juga mengungkapkan hal serupa, "Yang bikin beda ya karena suasananya rame, banyak anak muda juga yang nonton, jadi nggak ketinggalan zaman meskipun ini budaya tradisional."

Kesenian ini memang terus beradaptasi dengan zaman. Paduan unsur modern seperti DJ dengan gending klasik menjadi daya tarik tersendiri. Bagi sebagian orang, ini menjadi hiburan yang sayang untuk dilewatkan. Meski demikian, tarif parkir yang dikenakan saat malam hari cukup tinggi, yakni mencapai Rp50.000 per kendaraan. Namun hal ini tidak mengurangi minat masyarakat untuk hadir.

Imam, warga Tajinan yang sudah berusia lanjut, mengungkapkan rasa bangganya karena kesenian ini masih terus hidup dan dinikmati lintas generasi. "Saya dari dulu sudah suka jaranan, sekarang malah makin ramai penontonnya. Anak-anak muda juga ikut nonton, seneng rasanya budaya kita nggak hilang," ucapnya.

Yang tak kalah menarik adalah banyaknya penonton yang datang dari luar kota, bahkan dari daerah yang cukup jauh. Iqbal, mahasiswa asal Madura yang sedang menetap di Malang, merasa terkesan dengan budaya lokal ini. "Saya baru pertama kali nonton bantengan dan jaranan secara langsung. Awalnya penasaran karena sering lihat di media sosial, ternyata di sini lebih seru dan meriah," jelasnya.

Salah satu segmen yang paling ditunggu dalam pertunjukan ini adalah Jaranan Songgoroto. Jenis jaranan ini dikenal cukup ekstrem karena para penarinya sering melakukan aksi-aksi yang mendebarkan. Meski tergolong berbahaya, justru aspek inilah yang menarik banyak penonton. "Songgoroto itu yang paling ditunggu-tunggu. Biasanya makin malam makin seru," kata Fian dengan antusias.

Pertunjukan biasanya dimulai sekitar pukul 20.00 WIB dan berlangsung hingga dini hari. Banyak penonton memilih datang menjelang malam untuk menyaksikan Jaranan Songgoroto yang dianggap sebagai puncak hiburan malam itu. Penataan lampu yang meriah dan panggung yang megah juga menambah kesan spektakuler dalam setiap pertunjukannya.

Meskipun beberapa warga mengeluhkan tarif parkir yang mahal, mereka tetap datang karena nilai hiburan dan budaya yang ditawarkan sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. "Ya meskipun parkir mahal, tapi hiburannya nggak bikin nyesel. Lagian ini nggak tiap malam ada," ujar Fian.

Kehadiran ratusan penonton dalam acara ini menunjukkan bahwa kesenian tradisional masih punya tempat di hati masyarakat. Terlebih dengan adanya inovasi penggabungan musik modern dan tradisional, pertunjukan ini menjadi lebih menarik bagi semua kalangan.

Dalam era digital dan modernisasi yang serba cepat, eksistensi bantengan dan jaranan di Malang membuktikan bahwa kearifan lokal bisa tetap hidup dan beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya. Pemerintah daerah pun diharapkan turut berperan dalam menjaga dan memfasilitasi kelangsungan kesenian ini.

Dengan demikian, bukan hanya sebagai hiburan, bantengan dan jaranan juga menjadi identitas budaya yang mempererat hubungan antar generasi dan memperkenalkan kekayaan budaya Malang kepada khalayak yang lebih luas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun