Mohon tunggu...
Amalia Cintya
Amalia Cintya Mohon Tunggu... peneliti

setiap paragraf adalah jembatan dari pengalaman menuju pemahaman

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dana Bos Afirmasi dan Kinerja: Ketika Sekolah Ditinggalkan oleh Misi, Dibelenggu oleh Administrasi

7 Juli 2025   22:25 Diperbarui: 7 Juli 2025   22:25 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
picture by google pic

"Jika setiap rupiah adalah investasi untuk masa depan bangsa, mengapa masih banyak sekolah terjebak dalam pelaporan, bukan pengajaran?"

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi dan BOS Kinerja lahir dari semangat keadilan dan transformasi pendidikan. Di atas kertas, kebijakan ini tampak menjanjikan. Ia dirancang untuk memperkecil kesenjangan layanan pendidikan, menjangkau wilayah 3T, dan memberi insentif bagi sekolah yang menunjukkan performa tinggi atau berkomitmen terhadap perubahan. Namun, dalam praktik di lapangan, realitasnya jauh dari ideal. Banyak sekolah justru merasa terjebak dalam pusaran administrasi ketimbang terbantu untuk memperbaiki mutu pendidikan.

Dana BOS Afirmasi ditujukan untuk satuan pendidikan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terpencil, serta yang mengalami krisis seperti bencana alam, konflik sosial, atau pandemi. Sementara itu, BOS Kinerja diperuntukkan bagi sekolah yang berkinerja baik atau menunjukkan peningkatan signifikan, serta bagi sekolah yang aktif mengikuti program prioritas kementerian. Kedua skema ini seharusnya menjadi jawaban atas ketimpangan akses dan mutu pendidikan yang selama ini membelenggu Indonesia.

Namun pertanyaannya, apakah kedua skema itu sungguh menjadi solusi atau justru menambah beban baru?

picture by google
picture by google

Transformasi pendidikan tak bisa dibangun hanya dari anggaran dan regulasi. Ia menuntut visi, keteladanan, dan keberanian mendobrak pola pikir lama. BOS Afirmasi dan Kinerja seharusnya menjadi motor penggerak perubahan budaya di sekolah: dari budaya administratif ke budaya reflektif; dari birokrasi ke partisipasi; dari kepatuhan ke inovasi.

Namun untuk itu, negara tidak bisa hanya mengandalkan kepala sekolah sebagai penjaga gawang anggaran. Negara harus menjadi pelayan ekosistem pendidikan. Menyediakan pelatihan yang kontekstual, platform yang stabil, serta ruang-ruang diskusi untuk mendesain kebijakan secara inklusif. Ketika suara guru dan orang tua diabaikan, maka sejatinya negara sedang kehilangan akar dari pendidikannya sendiri.

Sekolah bukan hanya institusi untuk mentransfer pengetahuan, tapi tempat tumbuhnya harapan dan nilai. Maka seharusnya kebijakan dana BOS lebih dari sekadar instrumen teknokratis. Ia harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan paling mendasar: Apakah anak-anak belajar dengan gembira? Apakah guru-guru merasa dihargai dan bertumbuh? Apakah orang tua merasa dilibatkan dan diberdayakan?

Sebagai praktisi pendidikan, kita memahami betapa beratnya tugas di lapangan. Namun kita juga adalah bagian dari generasi yang tak boleh berhenti berharap. Beberapa langkah konkret yang bisa digagas dari bawah antara lain: membentuk Tim BOS Partisipatif di sekolah; menyusun perencanaan berbasis data dan kebutuhan riil siswa; menyampaikan laporan secara transparan kepada publik; serta mengembangkan inovasi pendanaan alternatif melalui kerja sama dengan dunia usaha atau komunitas lokal.

Pendidikan adalah jantung peradaban. Kita tidak bisa membiarkan sekolah tenggelam dalam lautan birokrasi tanpa sempat mendidik. BOS Afirmasi dan Kinerja seharusnya menjadi jembatan menuju keadilan pendidikan, bukan sekadar laporan akuntansi tahunan. Jika benar kita ingin membentuk generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045, maka kebijakan pendidikan tidak boleh berhenti pada rumusan teknis. Ia harus menyentuh nadi kehidupan sekolah, mendengarkan suara guru, siswa, dan orang tua, serta membebaskan pendidikan dari beban-beban yang menjauhkannya dari esensi: belajar yang bermakna.

Sudah saatnya negara berhenti menaruh beban pendidikan hanya di pundak kepala sekolah. Dan sudah saatnya kita semua guru, orang tua, siswa, dan masyarakat mengembalikan pendidikan ke pangkuannya yang hakiki: tempat manusia belajar menjadi manusia.

Mari kita gunakan BOS bukan hanya sebagai instrumen anggaran, tetapi sebagai jembatan ke masa depan yang lebih cerah. Masa depan di mana sekolah tidak hanya mengejar laporan tepat waktu, tapi juga membangun karakter, kompetensi, dan cinta belajar pada setiap siswa.

Dengan semangat gotong royong, transparansi, dan keberanian mengubah kebiasaan lama, BOS Afirmasi dan Kinerja bisa menjadi tonggak penting dalam membangun sistem pendidikan Indonesia yang adil, bermutu, dan berpihak pada masa depan anak bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun