Mohon tunggu...
Amalia DheaFadila
Amalia DheaFadila Mohon Tunggu... Mahasiswa

Suka baca buku, hunting makanan dan review film

Selanjutnya

Tutup

Nature

Praktik-Praktik Ekonomi Hijau dan Doughnut Economy di Indonesia

26 April 2025   20:48 Diperbarui: 26 April 2025   20:48 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di tengah berbagai persoalan global seperti krisis iklim, kerusakan lingkungan, dan ketimpangan sosial yang semakin memburuk, banyak negara mulai mengarahkan perhatian mereka pada pendekatan pembangunan yang lebih berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang kini mendapat perhatian serius adalah ekonomi hijau atau green economy. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjamin keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Sejalan dengan konsep ini, muncul pula gagasan Doughnut Economy yang dikembangkan oleh ekonom Kate Raworth, yang menawarkan cara pandang baru dalam mengelola ekonomi agar tetap berada dalam batas sosial dan ekologis.

Green economy sendiri didefinisikan sebagai model pembangunan ekonomi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial sambil secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. Latar belakang kemunculan konsep ini tidak bisa dilepaskan dari kekhawatiran akan eksploitasi alam yang berlebihan, perubahan iklim, dan rusaknya ekosistem yang menopang kehidupan. Dalam konteks ini, ekonomi tidak boleh lagi menjadi instrumen yang hanya mengejar pertumbuhan angka PDB, melainkan juga harus memastikan bahwa pertumbuhan tersebut tidak mencederai bumi dan penghuninya.

Beberapa negara maju telah menunjukkan komitmennya dalam menerapkan green economy. Denmark, misalnya, telah memanfaatkan energi angin dan surya sebagai sumber utama pembangkit listrik, serta menargetkan untuk bebas karbon pada tahun 2050. Jerman dengan kebijakan Energiewende-nya secara bertahap mengganti pembangkit listrik berbasis fosil dan nuklir dengan energi terbarukan. Sementara itu, Korea Selatan meluncurkan Green New Deal yang berfokus pada investasi di bidang energi bersih, infrastruktur hijau, dan teknologi ramah lingkungan pasca krisis keuangan global 2008. Langkah-langkah ini tidak hanya membantu mengurangi emisi karbon, tetapi juga membuka peluang kerja baru dan menciptakan ekosistem industri yang lebih berkelanjutan.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, juga tidak ingin tertinggal dalam agenda global ini. Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020--2024, pemerintah mulai memasukkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau sebagai arah kebijakan nasional. Implementasinya bisa dilihat dalam beberapa program seperti pengembangan energi terbarukan di berbagai daerah, penerapan pajak karbon, hingga promosi pertanian berkelanjutan. Di sektor energi, Indonesia telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Bali dan Nusa Tenggara Barat, serta PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) di Sulawesi. Program desa mandiri energi dan upaya menjadikan kelapa sawit lebih ramah lingkungan melalui Sustainable Palm Oil Initiative juga menjadi bagian dari upaya menuju ekonomi hijau.

Di tengah kemajuan ini, konsep Doughnut Economy juga relevan untuk diintegrasikan ke dalam kebijakan pembangunan di Indonesia. Doughnut Economy menekankan pentingnya keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dasar manusia---seperti pangan, pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal---dengan menjaga agar tidak melampaui batas daya dukung bumi. Jika ekonomi berkembang di luar batas ekologis, maka kerusakan lingkungan akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup. Sebaliknya, jika ekonomi gagal memenuhi kebutuhan dasar, maka akan muncul ketimpangan sosial yang tidak kalah berbahaya. Indonesia saat ini menghadapi kedua tantangan tersebut secara bersamaan: masih banyak warga yang hidup dalam kemiskinan dan kesenjangan sosial, di sisi lain degradasi lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam masih berlangsung secara masif.

Meskipun arah kebijakan pembangunan nasional sudah mulai mengakomodasi prinsip ekonomi hijau, implementasinya di lapangan masih jauh dari ideal. Banyak proyek industri yang tidak memenuhi syarat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), tetapi tetap mendapatkan izin operasi. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan ketidaktegasan dalam penegakan hukum lingkungan. Salah satu contoh yang mencolok adalah kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan batu bara di Kalimantan Timur. Eksploitasi yang masif menyebabkan kerusakan hutan, pencemaran sungai, dan dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar. Ironisnya, banyak perusahaan tambang yang mengabaikan kewajiban reklamasi dan meninggalkan lubang-lubang bekas tambang yang membahayakan lingkungan dan masyarakat.

Di wilayah Sulawesi Tenggara, proyek tambang nikel untuk mendukung industri baterai kendaraan listrik justru menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal, merusak ekosistem pesisir, dan menimbulkan pencemaran air laut. Padahal, proyek ini seharusnya menjadi bagian dari solusi transisi energi global. Namun, dalam praktiknya justru memperburuk kondisi lingkungan. Sementara itu, di Papua dan Kalimantan, deforestasi akibat ekspansi perkebunan sawit terus berlangsung. Data dari Global Forest Watch menunjukkan bahwa Indonesia masih kehilangan ratusan ribu hektar hutan setiap tahunnya, yang sebagian besar dialihkan untuk perkebunan industri.

Dampak dari praktik pembangunan yang belum sepenuhnya hijau ini sangat luas dan serius. Kerusakan lingkungan menyebabkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor yang semakin sering terjadi, bahkan di luar musimnya. Kehilangan keanekaragaman hayati menjadi ancaman nyata ketika habitat alami flora dan fauna terdesak oleh ekspansi industri. Selain itu, konflik antara perusahaan dan masyarakat adat atau lokal semakin sering terjadi, terutama ketika hak atas tanah dan sumber daya tidak dihormati. Dampak lain yang tidak kalah penting adalah masalah kesehatan masyarakat akibat pencemaran air dan udara dari limbah industri yang tidak dikelola dengan baik.

Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Indonesia harus mengambil tindakan yang lebih tegas dan strategis. Salah satu langkah utama adalah memperkuat penegakan hukum lingkungan secara konsisten. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap proyek pembangunan benar-benar memenuhi persyaratan AMDAL, serta memberlakukan sanksi yang keras terhadap para pelanggar. Di sisi lain, reformasi kebijakan subsidi juga harus segera dilakukan, dengan mengalihkan dukungan dari energi berbasis fosil ke arah pengembangan energi terbarukan dan inovasi yang ramah lingkungan. Selain itu, penting untuk meningkatkan edukasi dan kapasitas masyarakat dalam menerapkan gaya hidup hijau dan pola konsumsi berkelanjutan.

Penguatan ekonomi sirkular juga menjadi kunci, yakni sistem ekonomi yang mengutamakan prinsip pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang barang guna menekan jumlah limbah. Dalam hal ini, sektor swasta dan industri memiliki peran vital, tidak hanya sebagai pelaksana, melainkan juga sebagai motor inovasi untuk menciptakan produk dan layanan yang lebih ramah lingkungan. Diperlukan kolaborasi aktif antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil untuk membangun ekosistem pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Sebagai penutup, ekonomi hijau dan pendekatan Doughnut Economy merupakan konsep yang sangat krusial bagi masa depan Indonesia. Menghadapi krisis lingkungan dan sosial yang kian mendesak, Indonesia tidak lagi dapat bertumpu pada model pembangunan konvensional yang hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa memperhitungkan keberlanjutan. Walaupun tantangan yang dihadapi cukup besar, arah kebijakan yang sudah mulai dijalankan perlu dipertegas dan dipercepat implementasinya. Dengan komitmen yang kuat, transparansi, serta keterlibatan semua pihak, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi negara yang tidak hanya makmur secara ekonomi, tetapi juga adil sosial dan berkelanjutan secara ekologis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun