Selain itu, dalam kesehariannya, pemerintah India juga tidak melakukan aturan-aturan yang mengurangi atau melarang orang untuk berkumpul dan melaksanakan prokes.Â
Terutama bagi kaum kurang-berada. Untuk mengatur penduduknya mematuhi prokes, apalagi membatasi dan melarang mereka mengikuti tradisi yang dipercaya sebagai ketentuan keagamaan, tidak didengar atau dipatuhi. Malahan bisa-bisa ditentang mereka. Akhirnya, merekapun menerima virus mematikan itu.Â
Sementara itu, orang-orang India yang berduit harus "melarikan diri" dari negaranya ke negara-negara tetangga. Indonesia menerima sejumlah 454 wn India dalam April ini, dan terakhir 127 orang dengan mencharter pesawat, 12 darinya positif terinfeksi covid-19.
Gambaran diatas sekedar untuk bahan pelajaran, mengapa Pemerintah melarang orang-orang untuk mudik dalam tahun ini. Suatu tradisi yang berlaku sejak dulu dalam kehidupan masyarakat Indonesia dengan bermacam penyebab.Â
Tentu berharap, semoga untuk tahun depan covid-19 bisa dihilangkan dari negara kita, sehingga yang mudik bisa sepuas-puasnya melaksanakannya.Â
Cobalah simak angka-angka yang disiarkan oleh Satgas Covid-19, bahwa yang meninggal akibatnya (22/4) 44.546 jiwa dan penderitanya 1.632.248 orang atau 5.436 orang setiap harinya. Lalu tercatat, justru sayang terjadi kenaikan penderita pada klaster Pesantren sebagai lembaga pendidikan. Antaralain tercatat kenaikan tajam di Pesantren di Kulonprogo, Jogjakarta.
Jadinya, ketika Wakil Presiden Amin Ma'aruf berkeinginan agar para santri mendapat fasilitas mudik Lebaran 2021, kita menjadi heran, apakah mungkin atau tidaknya mereka itu tidak membawa beban virus covid-19 atau bisa kebal terhadap virus itu?Â
Jadi, kalaulah memang Pemerintah (malahan MUI Pusat) melarang mudik demi kemaslahatan rakyat sendiri, maka aturan itu harus dilaksanakan. Ataukah ingin kasus covid-19 tahapan kedua atau ketiga berpindah dari India ke Indonesia?