Mohon tunggu...
Amadea
Amadea Mohon Tunggu... -

Just a writer with weakness

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Mewarisi Anak-anakmu Kemiskinan

23 November 2017   21:07 Diperbarui: 23 November 2017   21:11 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: zhashmi.files.wordpress.com (A Child)

Sebagai orang tua tentu banyak kekurangan dan rintangan yang terjadi ketika mengurus anak dalam bahtera rumah tangga. Hal itu terjadi karena kurangnya perhatian ketika menikah, hanya modal cinta maka semuanya beres, hanya modal cinta maka semuanya bisa di lalui padahal hidup tidak sesederhana itu. Permasalahan ini akan menjadi sebuah rantai yang terus menerus berlanjut hingga menjadi seperti sebuah kutukan yang tidak dapat di lepaskan. 

Ya, keluarga miskin dan tidak mampu. Sebagai generasi muda saya cukup takut dalam menjalani bahtera rumah tangga, bukan karena takut tidak cocok, tapi takut jika anak saya nanti tidak mendapatkan kesejahteraan seperti yang diharapkan.  Banyak sekali anak muda jaman sekarang lebih takut tidak mendapatkan jodoh daripada mendapatkan pekerjaan, banyak sekali anak muda yang takut jika pacarnya diselingkuhi daripada kehilangan pekerjaan. Mindset ini perlu dirubah bukan berarti soal cinta tidak penting, namun bagaimana kita memprioritaskan masalah finansial itu di depan.

Cukup Itu Relatif ?

Banyak yang berpikir sederhana itu lebih penting daripada kemewahan, tentu itu, namun ukuran sederhana seperti apa yang anda bayangkan? Kemiskinan yang sederhana atau Kemewahan yang sederhana atau tengah-tengah?. Banyak sekali pasangan muda-mudi yang mempunyai visi bergaya hidup sederhana namun kenyataanya jauh dari sederhana atau dibawah sederhana. 

Jargon "yang penting cukup" membuat sebuah hubungan menjadi lebih miskin. Pernahkan anda berpikir mengenai sebuah mimpi yang lebih besar, dan tidak melulu pasrah dengan kondisi saat ini yang membuat kita tidak berkembang.  Banyak orang yang harus sadar bahwa makna "cukup" di tengah-tengah kemelaratan dan "cukup" di tengah-tengah kesanggupan finansial itu berbeda.

Kasihanilah Anak-anak mu

Ketika ketidakmampuan itu berada di dalam sebuah keluarga maka, siapa yang dirugikan?. Semua pihak pasti merasa dirugikan, namun tidak semua pihak mampu mengenali apakah mereka sedang dirugikan atau tidak, dalam hal ini anak. Mengapa? karena mereka ada karena orang tua mereka. Mereka ada karena sebuah komitmen pernikahan. 

Mereka ada karena ada janji disitu. Banyak sekali orang tua yang merasa pasrah dan melakukan pembiaran pada anak mereka di dalam kemiskinan. Berharap anak-anak mereka dapat merubah nasib mereka, namun tidak mau mendukung, dan  tidak mau bekerja keras dengan alasan tidak punya uang. Padahal bukan itu yang diharapkan namun, sebuah teladan dan contoh itulah yang diperlukan bagi seorang anak yang butuh kekuatan. Jangan biarkan anak-anak mewarisi kemiskinan, namun warisi keteladanan, integritas, budaya hidup kerja keras dan disiplin untuk mencapai kesuksesan karena dengan begitu anak anda dapat berdiri tegap dan percaya diri untuk menghadapi masa depan yang sulit.

Meng -imani dan Meng -amini

Mengutip istilah yang pernah digunakan Pak Andar Ismail, yaitu meng imani dan meng amini dimana banyak orang yang hanya janji di mulut namun tidak dilaksanakan hanya beriman dalam hati namun tidak melaksanakan perintah dan tugas di dalam iman yang sudah ia imani. Begitu juga dengan sebuah pernikahan yang tidak dipikir matang-matang hanya meng-amini saja namun tidak meng imani atau begitu pun sebaliknya. 

Akhirnya lagi-lagi anak dan keluarga menjadi korban karena ketimpangan dua hal tersebut. Marilah kita menjadi pribadi yang dewasa dalam menyikapi sebuah keluarga entah dalam posisi menjadi ayah, ibu atau anak semua harus mengimani dan mengamini tugas-tugas nya agar semua pribadi tidak mewarisi kemiskinan. Ingatlah janji yang sudah diikrarkan ketika menikah di hadapan Tuhan , dan kita semua harus mempertanggungjawabkan hal itu untuk kesejahteraan hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun