Mohon tunggu...
alya rahma uthanty
alya rahma uthanty Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi saya adalah membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelestarian Lingkungan Berbasis Budaya Populer ala Kang Dedi Mulyadi

26 Juni 2025   13:44 Diperbarui: 26 Juni 2025   13:44 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tengah makin parahnya kerusakan lingkungan dan krisis iklim global, kita tidak hanya butuh regulasi atau teknologi tinggi untuk menyelamatkan alam. Lebih dari itu, kita perlu pendekatan yang menyentuh hati masyarakat, yang bisa membangkitkan kesadaran dari akar---yakni budaya. Di sinilah peran Kang Dedi Mulyadi (KDM) menjadi menarik untuk dicermati.

Kang Dedi Mulyadi adalah figur publik yang berhasil meramu nilai-nilai budaya lokal dengan media sosial sebagai sarana menyuarakan isu-isu sosial dan lingkungan. Lewat kanal YouTube, Instagram, dan TikTok, ia menyampaikan pesan pelestarian lingkungan secara konsisten, dengan gaya khas: humanis, sederhana, dan menghibur. Pesannya tidak hanya mengajak, tapi juga menyentuh, karena dibungkus dalam narasi budaya dan kehidupan nyata rakyat kecil.

Budaya Lokal Sebagai Pondasi

Sebagai tokoh yang sangat identik dengan budaya Sunda, Kang Dedi menjadikan filosofi hidup masyarakat tradisional---seperti leuweung ruksak, cai beak, manusa balangsak (hutan rusak, air habis, manusia sengsara)---sebagai dasar pesan-pesannya. Dalam banyak kontennya, ia mengingatkan bahwa alam adalah warisan leluhur yang harus dijaga, bukan sekadar sumber eksploitasi.

Ia kerap berdialog langsung dengan petani, pemulung, atau warga desa yang masih hidup selaras dengan alam. Misalnya, dalam salah satu video, ia bertemu dengan seorang kakek yang masih menanam pohon di pinggir jalan. Kang Dedi tidak hanya memuji, tapi juga menjadikan momen itu sebagai edukasi publik tentang pentingnya menghargai mereka yang merawat bumi dalam senyap. Dalam banyak kesempatan, ia juga memberikan bantuan langsung tanpa menggurui, dan ini memperkuat keterhubungan emosional antara pesan dan penontonnya.

Budaya Populer sebagai Kendaraan

Yang membuat pendekatan Kang Dedi menarik adalah caranya mengubah isu lingkungan menjadi bagian dari budaya populer digital. Ia tidak menyampaikan kampanye dengan cara formal dan berat, tetapi lewat video pendek, dialog ringan, dan kadang diselingi humor. Ini membuat isu lingkungan yang tadinya "jauh" jadi terasa dekat dan personal bagi masyarakat digital.

Dengan pendekatan ini, pesan-pesan lingkungan bukan hanya menjadi pengetahuan, tapi juga pengalaman emosional. Orang merasa terlibat karena kisah-kisah yang dibawakan relatable dan menyentuh. Dalam ilmu komunikasi, pendekatan seperti ini disebut sebagai eco-narrative---menggunakan cerita untuk membangun kesadaran ekologis secara kultural.

Menggerakkan Partisipasi

Lebih dari sekadar edukasi, gaya komunikasi Kang Dedi juga mengajak masyarakat ikut berpartisipasi langsung. Banyak komentar warganet yang menyatakan mereka jadi lebih sadar membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon, atau menghargai lingkungan setelah menonton videonya. Artinya, budaya populer bukan hanya menyampaikan informasi, tapi juga menggerakkan tindakan nyata yang bisa berdampak jangka panjang.

Fenomena ini sejalan dengan teori perubahan sosial berbasis media, yang menyebut bahwa transformasi perilaku bisa terjadi bila ada keterlibatan emosional, identifikasi budaya, dan penguatan komunitas. Kang Dedi memenuhi ketiganya dengan konsisten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun