Mohon tunggu...
Alwi Putra
Alwi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alwi

Mahasiswa Komunikasi 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rekam Aksi Pungli Aparat, Menguak Kebenaran atau Pencemaran Nama Baik

22 Juni 2021   09:47 Diperbarui: 22 Juni 2021   10:30 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Isu pungli atau pungutan liar seakan menjadi rahasia umum bagi masyarakat Indonesia. Pungli sendiri adalah aksi yang dilakukan oleh pejabat negara atau pegawai negeri dengan cara meminta uang atau pembayaran yang tidak berkaitan dengan peraturan mengenai pembayaran tersebut.  Hal ini tentunya meupakan kegiatan yang melanggar hukum dan pemerintah sudah berusaha untuk memberantas praktik ini. Pemerintah telah  menegaskan hal tersebut melalui setidaknya dua pasal di dalam Kitab  Undang-undang  Hukum Pidana. Pasal tesebut adalah pasal 368 dimana pelaku dapat dijerat selama-lamanya Sembilan tahun penjara, sedangkan pasal 423 memiliki ancaman hukuman selama-lamanya enam tahun penjara.

Meskipun pemerintah sudah berusaha untuk memberantas praktik pungli, hal ini masih ada sampai sekarang. Praktik ini berada di berbagai aspek dalam system birokrasi kita, salah satunya adalah di dalam ranah aparatur penegak hukum. Masyarakat mungkin sudah tidak asing dengan isu pungli yang dilakukan oleh oknum-oknum kepolisian. 

Banyak modus yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut dalam melancarkan aksinya. Misalnya, saat proses pembuatan SIM (Surat Izin Mengemudi) yang membutuhkan proses yang rumit dan waktu yang cukup lama, maka dari itu untuk memudahkan urusannya para pembuat SIM mengambil jalan tengahnya yaitu dengan bantuan calo. Bukan itu saja ada juga aksi lain yang dilakukan oleh oknum tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari praktik ini. Yaitu, razia kendaraan tanpa izin, menilang para pengendara tanpa alasan yang jelas yang mana nantinya mereka akan meminta uang dengan jumlah tertentu dengan dalih agar para korban dapat lepas dari proses hukum.

Praktik pungli yang dilakukan oleh oknum kepolisian ini tentunya melanggar disiplin kode etik profesi mereka. Seperti yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Di dalam  pasal 6 huruf q   dijelaskan bahwa dalam melakukan tugasnya Kepolisian Republik Indonesia dilarang untuk melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa pun, baik untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain. 

Jika melanggar maka dapat menerima sanksi berupa teguran tertulis hingga ditempatkan di dalam tempat khusus selama 21 hari. Seluruh petugas kepolisian sudah seharusnya menaati displin yang menjadi pedoman mereka, namun nyatanya masih ada oknum yang melakukan praktik pungli. Tentunya, oknum-oknum tersebut telah membuat masyarakat resah.

Masyarakat tentunya mempunyai peran besar untuk memberantas praktik pungutan liar, namun mengusut kasus pungli tidak mudah di lakukan oleh masyarakat biasa. Seperti yang dialami oleh Benni Eduward. Dalam salah satu episode program Mata Najwa bertajuk “Serba Pungli” yang ditayangkan pada Rabu (16/6/2021) ia mengungkapkan pengalamannya saat merekam praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum aparat ya. 

Benni termotivasi untuk merekam aksi pungli aparat dikarenakan pengalamannya menjadi korban pungli, ia merasa praktik ini tidak bisa dibiarkan. Bahkan, ia juga menuturkan bahwa ia pernah mengalami pungli meskipun dirinya tidak bersalah. Video aksi pungli yang Benni rekam tadi biasanya akan ia upload ke jejaring sosial youtube. Sebelum mengupload video soal pungli ke youtube sebenarnya Benni sudah pernah mengirimkan laporan, namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti. Maka dari itu ia memberanikan diri untuk merekam aksi pungli yang dilakukan oleh oknum aparat.

Dalam melakukan aksinya Benni mengaku sempat  mendapatkan intimidasi dari oknum aparat sejak tahun 2018. Ia diancam dengan UU ITE dan akan dilaporkan atas kasus pencemaran nama baik. Benni menjelaskan kejadian ini bermula saat ia mengungkap aksi pungli di Taman Makam Pahlawan Palembang, Sumatra Utara. Saat itu dirinya hampir menjadi korban berita bohong yang disebarkan oleh oknum salah satu admin di akun Lantas Palembang. Oknum admin tadi menyebut berita bohong terkait sidang disiplin oknum yang terduga melakukan pungutan liar. Disitu, Benni diancam akan dilaporkan balik atas dasar pencemaran nama baik institusi. 

Banyak intimidasi lain yang Benni dapatkan dalam usahanya mengungkap kebenaran. Selain intimidasi secara herbal ia juga beberapa kali mengalai intimidasi secara fisik akibat dari aksi nekatnya. Di Kelapa gading, Jakarta ia mengaku pernah dipukul dua kali oleh oknum aparat saat merekam aksi pungli disana. 

Di Palembang Benni pernah disandera dikarenakan merekam aksi pungli yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Ia menuturkan bahwa di tempat itu memang sering diadakan Razia illegal, disana ia menemukan hal yang mencurigakan dikarenakan adanya pos polisi portable yang ditutupi banner. Ia pun mencari tahu dengan mencegat lima pengendara yang terindikasi melanggar dan menanyakan proses tilang di tempat tersebut. Mereka menuturkan  bahwa hanya dimintai uang tanpa ada proses tilang. Mendengar hal itu Benni mengedukasi pengendara tersebut untuk tidak melakukan suap dan mengikuti proses tilang. Benni lalu mengajak pengendara tadi untuk Kembali ke pos polisi itu, namun hanya ada satu orang yang bersedia.

Pada 13 April 2021 Benni beserta satu orang temannya yaitu Joniar M Nainggolan, divonis 8 bulan penjara oleh majelis hakim pengadilan tinggi medan dikarenakan salah satu video yang mereka unggah di laman youtube mereka. Video tersebut berisi temuan mobil bodong menunggak pajak, yang diduga milik personel kepolisian. Video ini bermula di suatu pagi tanggal 11 agustus 2020. 

Benni dan Joniar mengitari Jalanan belakang Samsat Medan Jalan Putri hijau, dimana ada puluhan mobil terparkir disana. Mereka mendatangi tempat tersebut setelah mendapat informasi bahwa ada beberapa kendaraan roda empat milik aparat justru tidak tertip membayar pajak. Mereka pun tertarik mendengar info tersebut, lalu mereka menggunakan aplikasi e-samsat untuk mengecek nomor plat mobil secara acak. Mereka menemukan ada beberapa mobil yang bermasalah dalam hal pembayaran pajak dan diduga bodong karena tidak terdaftar di dalam database e-samsat.

Akibat dari video yang mereka rekam itu mereka dilaporkan oleh salah satu aparat atas dasar UU. ITE. Aparat tersebut merasa tercemarkan nama baiknya dikarenakan salah satu mobil yang ada di dalam video merupakan mobil milik putranya. Dalam video tersebut terkesan  bahwa mobil milik putranya itu turut menunggak  pajak. 

Benni dan Johar dijerat dengan pasal 45 ayat 3 dari UU Republik Indonesia Nomor 11tahun 2008 tentang ITE dalam  dakwaan alternatif kedua.  Mereka didakwa telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik. Benni merasa kejadian tersebut direkayasa. 

Dirinya terbukti bersalah dikarenakan adanya kata “ nunggak” yang terucap di dalam video tersebut. Kata nunggak itu sebenarnya diucapkan oleh rekannya bukan dari ucapan Benni tetapi ia dituduh mengucapkan kata nunggak. Hal tersebut sudah disampaikan oleh Benni di persidangan. Namun, setelah mengikuti belasan persidangan dan terus meminta untuk diputarkan video aslinya, hal tersebut tidak diizinkan oleh majelis hakim.

Tidak berhenti di situ saja, selama mendekam di penjara Benni juga masih mengalami Tindakan intimidasi dari aparat dan napi. Dari sebelum dirinya masuk penjara, sudah ada oknum yang menitipkan bahwa akan ada youtuber (dirinya) yang masuk ke penjara jadi jangan dikasih enak. Oknum tersebut meminta napi untuk menyuruh Benni tidur di WC. Dirinya juga mengaku diperas, untuk tidur di penjara saja Benni harus mau membayar uang sebesar 12 juta rupiah. 

Jika keluarganya tidak mau membayar maka dirinya akan disiksa hingga terluka. Saat Benni mengharapkan adanya petugas yang akan melakukan visum, ia menemukan kenyataan bahwa petugas tersebut serta keluarganya dilarang untuk menemui dirinya. Pada 16 April 2021 Benni telah keluar dari penjara setelah mendapatkan keringanan masa tahanan. Namun, kejadian yang telah dialaminya membuatnya enggan trauma dan enggan merekam aksi pungli.

Kejadian yang dialami oleh Benni ini mungkin hanya sedikit contoh yang bisa muncul ke permukaan. Mungkin masih ada Benni-Benni yang lain yang tidak punya kesempatan untuk membicarakan pengalamannya kepada public. Sungguh miris rasanya, dimana kejadian ini mencederai kebebasan berekspresi warga sipil yang juga sebenarnya dilindungi di dalam Undang-Undang. 

Dalam konstitusi nasional kebebasan berekspresi diatur di dalam pasal 28 E ayat(3) dan pasal 28F UUD 1945. Hal ini sering terjadi pada beberapa warga yang kritis, terutama dipicu oleh penggunaan beberapa pasal dalam UU ITE. Pasal-pasal karet yang ada di dalam UU ITE membuatnya dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Maka perlu adanya peninjauan Kembali agar kasus Benni tidak terjadi lagi. Sebagai masyarakat kita juga harus sadar hukum dan meningkatkan literasi hukum. Agar kita dapat hidup tertib, damai, dan juga mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun