Mohon tunggu...
Alwin Ramli Sasmita
Alwin Ramli Sasmita Mohon Tunggu... Sejarawan - Writter and researcher

Sosial budaya, Humaniora, ekonomi dan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Homoseksual di Hindia Belanda

15 Februari 2020   02:38 Diperbarui: 15 Februari 2020   03:09 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
Salah satu praktik hubungan gay yang lazim dilakukan pada saat itu ialah antara pria Eropa dewasa dengan lelaki remaja bumiputera. Umumnya pria Eropa memiliki kehidupan yang mapan, salah satunya memiliki pekerjaan dengan gaji yang dapat dikatakan cukup besar.

Beberapa di antara mereka ada yang menjadi pejabat, pegawai pemerintah, dokter, pegawai perkebunan, polisi, tentara, kepala kantor, dan lain-lain. Sedangkan pria bumiputera biasanya hanya menggantungkan hidup pada pasangan Eropanya.

Mereka ada yang bekerja sebagai pembantu dan tinggal bersama di rumahnya, dan ada juga yang menjadi bawahan di perusahaan tempat pria Eropanya bekerja. Dengan memegang status superior atas orang pribumi, mereka menjerat orang-orang pribumi sebagai objek pemuas nafsu seksual mereka. Satu kasus yang memalkukan pemerintah kolonial ialah skandal yang menimpa memalukan pemerintah kolonial.

Skandal tersebut menimpa seorang Residen Batavia sekaligus merupakan kepala polisi Batavia, yakni Fievez de Malines. Residen tersebut tertangkap basah tengah melakukan perbuatan menyimpang dengan seorang lelaki muda bumiputera di sebuah hotel milik orang Tionghoa yang berlokasi di Bandung.

Peristiwa itu tidak hanya menghebohkan, tetapi menampar muka pemerintah kolonial. Karena moralitas kolonial memandang homoseksual sebagai aib bagi maskulinitas, maka seorang gay dianggap tidak layak untuk memegang jabatan dalam birokrasi pemerintahan.

Peraturan mengenai homoseksual juga tertera dalam Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang menganggap praktik homoseksual sebagai tindakan kriminal. Pada pertengahan Desember 1938, Jaksa Penuntut Umum H. Marcella menyimpulkan bahwa perbuatan kriminal homoseksual perlu perhatian serius. 

Kemudian Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachouwer mengeluarkan suatu kebijakan untuk memberantas kaum gay untuk menghadapi masalah tersebut. Kebijakan ini dikeluarkan pada akhir Desember 1938 sampai Mei 1939.

Selama kurun waktu tersebut pemerintah kolonial melalui satuan polisi Hindia Belanda mulai melakukan operasi besar-besaran di Hindia Belanda. Mulai dari wilayah Batavia, Bandung, Cianjur, Cirebon, Semarang, Salatiga, Magelang, Yogyakarta, Malang, Pamekasan, Medan, Padang, Palembang, Makassar, dan sejumlah kota lainnya. Meskipun dengan skala yang berbeda-beda, namun polanya tetap sama.

Sebanyak 200 orang lebih pria ditangkap di seluruh Hindia Belanda. Mayoritas yang ditangkap adalah orang Eropa termasuk pejabat tinggi pemerintah kolonial pada masa itu. Meskipun operasi tersebut dilakukan secara sistematis dan masif, akan tetapi masih ada yang berhasil lolos dari operasi tersebut. Sejumlah 223 orang ditahan untuk kepentingan prevensi internir, dan sebanyak 171 dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman oleh pemerintah kolonial.

Saya sependapat dengan para penulis yang mengkaji permasalahan ini bahwa aksi pembersihan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial tidak dapat dilihat sebagai aksi moral, tetapi hanya sebagai pencitraan pemerintah kolonial di mata kaum pribumi. Alasannya karena H. Marcella selaku Jaksa Penuntut Umum mendapat tekanan dari banyak pihak di dalam pemerintahan.

Secara hukum pemerintah kolonial tidak melarang aktivitas homoseksual di kalangan orang dewasa. Akar penyebab dalam pemberantasan tersebut ialah bahwa orang dewasa kulit putih saat itu melampiaskan nafsu seksualnya menyasar hingga ke kalangan pribumi yang masih di bawah umur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun