Mohon tunggu...
Alvitus Minggu
Alvitus Minggu Mohon Tunggu... Dosen - laki-laki

jangan menyerah sebelum bertarung

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menakar Demokrasi dalam Pemilu

23 November 2018   22:08 Diperbarui: 23 November 2018   23:49 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bicara demokrasi sama halnya bicara partai politik. Secara teori, demokrasi dilahirkan partai politik. Dan partai politik merupakan unit politik yang mempunyai peran sebagai kata kunci untuk menjaga keberlangsungan sistem politik dalam suatu negara.  Sedangkan pemilu merupakan prosedur  utama demokrasi bagi para partai politik dalam rangka untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan  dalam setiap level politik. 

Pemilu juga dipandang sebagai perluasan demokrasi prosedural dalam rangka untuk memilih pemimpin pemerintahan formal politik, dimana para kandidat secara bebas bersaing untuk mendapatkan suara  dan hampir seluruh warga negara yang telah mencapai usia dewasa menggunakan hak pilihnya.  

Atau sebagaimana apa yang diuraikan "Paul Hauntington tentang pemilu". ia memandang bahwa pemilu merupakan cara yang yang paling ideal untuk memilih pemimpin pemerintahan. Menurut Hauntington pemillu itu mengandung konten yang bersifat kompetitif dan fair. Yang di dalamnya seleksi para pemimpin pemerintahan dengan keterlibatan rakyat yang diperintah. 

Demikian halnya konsep demokrasi menurut Robert Dahl. Ia menjelaskan bahwa demokrasi melibatkan dua dimensi, yaitu perlombaan(contestation) dan peran serta masyarakat(participation). Prosedur demokrasi seperti ini mengasumsikan adanya kebebasan-kebebasan berbicara, menyebarluaskan pendapat, berkumpul, dan berserikat sehingga perdebatan politik dan kampanye pemilihan umum dapat diselenggarakan.

Bagi Huntington pemilu merupakan tujuan akhir untuk meghasilkan berbagai keputusan puncak serta pemilu sebagai esensi demokrasi. Artinya pemilu tidak hanya memberikan sejumlah patokan atau menakar sistem demokrasi dan sistem politik yang demokratis. Pemilu tidak hanya sekedar untuk membandingkan sistem politik, dan menganalisis apakah suatu sistem telah menjadi kurang demokratis, tetapi yang paling penting adalah sejauh mana pemilu itu dapat diterapkan sebagai prosedur demokrasi dengan menggunakan akal sehat dan tidak mengabaikan aspek rasioanal politik. 

Menakar demokrasi dalam pemilu mengisyaratkan seberapa banyak warga negara dilarang menggunakan hak pilihnya atau seberapa banyak angka golput setiap melakukan pemilu dalam suatu negara sebagai akibat kurangnya partisipasi publik, baik dari kelompok oposisi maupun dari kelompok pro pemerintah. Apakah pihak oposisi diperkenankan ikut dalam pemilu dengan menggunakan hak dan kewajiban yang sama dengan partai penguasa, kemudian apakah surat kabar oposisi disensor atau dibreidel, dan pemilih diintimidasi dan dimanipulasi. Ini semua tergantung kesiapan regulasi yang independen dan kemampuan para pihak penyelengara pemilu, dalam hal ini adalah KPU. Itulah sebabnya mengapa memilih tema demokrasi sebagai topik utama dalam tulisan ini. Tema tersebut berelevansi dengan realitas politik hari ini. Tahun ini merupakan tahun politik yang penuh dengan berbagai konsekuensi-konsekuensi logis. Menjelang pilpres 2019 hiruk-pikuk bangsa ini mempersiapkan diri untuk melaksanakan pesta demokrasi melalui pemilu, baik pemilu presiden maupun pemilu legislatif. 

Para kandidat presiden, baik kubu petahana Jokowi dan kubu Prabowo maupun para kandidat legislatif telah mempersiapkan diri untuk menghadapi pemilu 2019 mendatang. Data dan gagasan menjadi senjata propaganda politik menawarkan kepada masyarakat. Bahkan menjadi senjata untuk saling menyerang dan menjatuhkan satu sama lain. 

Dalam rangka untuk memperoleh suara yang signifikan serta berlomba-lomba para kandidat melakukan temu wicara dengan berbagai elemen masyarakat hingga mereka saling klaim telah mendapat dukungan dari masyarakat.  Cara tersebut merupakan sesuatu yang wajar dalam politik Sebab politik merupakan ruang bersama yang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan tetang sesuatu apa yang mereka inginkan dalam ruang publik. Meskipun pendekatan yang mereka lakukan terkadang menyampingkan aspek rasional politik dan mengedepankan aspek segala cara mereka laukan demi mendapatkan kekuasaan yang diinginkan(Nicolo Machiaveli).

Pemilu 2019 merupakan rangkaian teori normatif yang tidak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Teori politik dapat dipakai sebagai piso analisis untuk menggambarkan keadaan sosial, baik yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Keadaan sosial yang dimaksudkan adalah terkait dengan proses penyelenggaraan pelaksanaan pemilu mendatang.  Artinya seperti apa corak pemilu 2019 mendatang, apakah penuh dengan tensi politik yang mampu menggeserkan konsep normatif demokrasi, yang memberi kebebasan kepada semua warga negara untuk menggunakan hak pilihnya, ataukah pemilihan pilpres dan legislatif 2019 mendatang hanya sebagai prosedur politik semata serta hanya sekedar sebagai memenuhi agenda politik oleh setiap rezim yang sedang berkuasa. Pemilu 2019 sebuah momentum untuk menegakan prinsip-prinsip demokrasi yang tidak boleh mengabaikan asas LUBER DAN JURDIL. 

Asas ini adalah hal yang menggambarkan bahwa pemilu yang akan datang dapat dijalankan sesuai dengan rel yang benar dengan merujuk pada peraturan perundangundangan yang berlaku, tanpa mengorbankan hak dan kewajiban yang sama sesama warga negara. Itulah intisari hakekat demokrasi berbangsa dan bernegara yang selalu menunjukan kedewasaan berdemokrasi. Kedewasaan dalam demokrasi adalah sesuatu yang mutlak dibutuhkan. Sebab tanpa berbasis ini maka sulit kita bayangkan bahwa demokrasi dapat berjalan secara dinamis. Apa lagi melihat kondisi objektif perkembangan politik yang terjadi hari ini penuh dengan corak politik yang beragam.

Ditengah era demokrasi liberal dan era kapitalisme, struktur sosial ada kecenderungan menciptakan kanal-kanal politik yang cenderung tidak bersahabat dan egosentris semakin tajam sehingga dapat menimbulkan pembelahan sosial yang memiliki dampak yang luas. Sulit kita bayangkan bahwa pilpres dan pileg 2019 bisa mewujudkan pemilu yang  pelaksanaannya dapat berlangsung dengan baik, tanpa ada penyimpangan sosial yang dapat mencederai prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun