Mohon tunggu...
Alviola Vika Permatasari
Alviola Vika Permatasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Man Jadda Wajada

Bismillahirahmannirahim

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tindak Kekerasan terhadap Anak Meningkat Saat Pandemi, Siapa yang Bertanggung Jawab?

4 Oktober 2022   00:23 Diperbarui: 4 Oktober 2022   00:44 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bencana pandemi yang membawa wabah Virus Covid-19, tepatnya dimulai sejak akhir bulan 2019 menjadi pelopor perubahan gaya hidup manusia. WHO menetapkan virus ini menjadi sebuah pandemi pada tanggal 11 Maret 2020 dikarenakan penyebaran virus yang sangat cepat dan signifikan.

Tentu tidak hanya dunia medis dan sektor kesehatan yang kewalahan saat pandemi ini dimulai. Namun juga sektor ekonomi yang mengalami peningkatan dan penururunan secara drastis terkait permintaan produksi dari pasar. Hal ini mengakibatkan meningkatnya harga bahan pangan. Untuk mengurangi penyebaran virus ini, pemerintah pun memberikan instruksi untuk melakukan isolasi secara menyeluruh.

Hal ini menyebabkan para pegawai tidak bekerja dan tidak mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Beban yang harus ditanggung setiap kepala keluarga menjadi lebih berat dari hari ke hari. Akibatnya selalu kembali dalam keadaan emosional setiap individu. Kebutuhan yang meningkat membuat perekonomian beberapa keluarga memprihatinkan. Disinilah anak mulai menjadi kelompok rentan saat pandemi berlangsung.  

Yang dimaksud dengan anak menurut Pasal 1 angka 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) melaporkan, bahwa selama pandemi Covid-19 berlangsung hampir 2 tahun lamanya, kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia meningkat 40 persen. (Kompas.com, 30/12/21)

Tindak kekerasan yang terjadi kepada anak beragam bentuknya, mulai dari ancaman secara verbal, perundungan secara fisik, bahkan sampai ke tahap pembunuhan. Keadaan ini sungguh memprihatinkan karena tindakan keji tersebut tidak hanya terjadi di lingkungan pendidikan, tetapi juga terjadi di lingkup terkecil dan terdekat yaitu keluarganya sendiri.

Rumah yang semestinya berfungsi sebagai tempat bernaung paling aman bagi anak dalam menjalani kehidupannya, justru menjadi awal rusaknya kehidupan mereka.

“Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi....” ujar Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi.

Hak anak sudah tercantum jelas dalam UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1 angka 12 disebutkan bahwa hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Ketika seorang anak merasa dirinya terancam, baik secara psikis maupun fisik maka disitulah gambaran keadaan yang tidak sesuai dengan implementasi Pasal diatas. Dijamin, dilindungi, dan dipenuhi selalu berkaitan dengan keselamatannya. Faktanya, dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak di masa pandemi ini sungguh sudah jauh dari hak yang seharusnya didapatkan oleh anak. Perlindungan yang seharusnya diterima dalam situasi dan kondisi tertentu terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwanya inilah yang seharusnya lebih ditekankan dan ditegakkan.

Lalu siapakah yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak? Menurut Pasal 20 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan bertanggungjawab akan hal tersebut ialah :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun