Mohon tunggu...
Muhammad Alvin Vaunas
Muhammad Alvin Vaunas Mohon Tunggu... Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

Gue seorang mahasiswa yang di siang harinya tenggelam dalam dunia nahwu-shorof, bahasa Arab klasik yang penuh logika dan keindahan. Malamnya? Push rank di Land of Dawn, ngikutin meta terbaru di Mobile Legends. Dan kadang di sela-sela waktu gue, gue suka sharing cerita hidup—karena gue percaya, tiap pengalaman punya makna dan layak dibagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terjebak dalam Stigma: Ketika Kesalahan Lebih Diingat daripada Kebaikan

7 Juli 2025   06:17 Diperbarui: 7 Juli 2025   06:17 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/xhXKFmUiKgpXZN4LA

"Satu kesalahan kecil, langsung dicap buruk. Semua kebaikan? Lenyap. Lo pernah ngerasain kayak gitu?"

Gue yakin lu pernah ngerasain momen ini: udah berbuat baik bertahun-tahun, tapi semua itu lenyap cuma karena satu kesalahan kecil.

Secara psikologis, ada yang namanya negativity bias—kecenderungan otak manusia untuk lebih mudah mengingat, menangkap, dan merespon hal-hal negatif dibanding yang positif. Penelitian menunjukkan bahwa meski di hari yang sama terjadi banyak hal baik, bias negatif ini bikin kita Cuma fokus pada hal buruk aja.

Bahkan penelitian dari University of Chicago Booth School of Business menemukan fakta yang menarik: orang ternyata belajar lebih sedikit dari kegagalan dibanding dari kesuksesan. Artinya, secara naluriah kita emang lebih ‘nempel’ sama hal-hal negatif.”

Di dunia yang serba cepat nge-judge dan pelit memahami, kadang satu momen salah bisa ngubur semua kebaikan yang pernah lo lakuin. Padahal manusia itu cerita yang belum selesai. Kita semua sedang belajar, sedang bertumbuh.

Jadi, sebelum lo ngecap orang lain, tanya dulu ke diri sendiri: "Lo udah cukup manusia belum?"

Kenapa Kita Jadi Generasi yang Gampang Nge-Judge?

Banyak dari kita yang udah terbiasa ngeliat dari permukaan—dari potongan story 15 detik, dari chat yang salah ucap, atau dari satu momen yang keluar dari konteks.

Masalahnya bukan karena kita jahat. Tapi karena kita hidup di era yang serba cepat, termasuk dalam hal menilai orang. Ini beberapa penyebabnya:

1. Media Sosial dan Budaya "Screenshot Dulu, Maafin Belakangan"

Hari ini kita hidup di dunia yang nyuruh lo selalu terlihat sempurna. Lo harus hati-hati ngomong, hati-hati ngetik, hati-hati ngelawak, bahkan hati-hati jadi diri sendiri.

Karena salah dikit aja, bisa viral. Karena beda pendapat, bisa dikucilkan. Karena sekali lo jatuh, semua rekam jejak baik lo kayak nggak pernah ada.

2. Lebih Suka Nge-Highlight Kesalahan

Tanpa sadar, banyak orang lebih suka nge-highlight kesalahan daripada apresiasi. Seolah-olah kesalahan itu jadi identitas utama, sementara semua kebaikan yang pernah lo lakuin dianggap bonus yang nggak penting.

3. Lupa Bahwa Manusia Itu Berproses

Kita semua pasti punya sisi gelap. Entah itu kesalahan kecil yang pernah kita sesali, atau keputusan bodoh yang dulu kita buat karena belum cukup dewasa.

Tapi kenapa sih orang cuma inget bagian itu? Padahal, seseorang bisa berbuat baik seumur hidup—nyenengin banyak orang, nolong temen, sabar, tulus, dan nggak pernah minta balik.

4. Yang Paling Kenceng Nge-Judge Biasanya Orang Terdekat

Dan lucunya lagi, yang paling kenceng nge-judge biasanya bukan orang asing. Tapi orang yang dulunya paling deket. Ironis banget, kan?

Kalau terus kayak gini, kita bakal jadi generasi yang sibuk jaga image, tapi lupa jaga hati. Akhirnya hidup kita jadi akting terus—bukan karena pengen berubah, tapi karena takut dijudge.

Belajar Jadi Lebih Bijak: 5 Hal yang Bisa Kita Mulai

Gue nulis ini bukan karena gue paling bener. Tapi karena gue juga pernah di posisi dihakimi, dicap, bahkan ditinggalin cuma gara-gara satu kesalahan.

Rasanya kayak semua yang pernah gue perjuangin nggak ada artinya. Dari situ gue belajar satu hal: jangan jadi bagian dari mereka.

1. Jangan Jadi Orang yang Terlalu Cepat Nge-Cap

Sebelum lo dengan gampangnya menuduh dan men-judge, coba inget pesan Allah:

"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain..." (QS. Al-Hujurat: 12)

2. Ingat Bahwa Saat Akhir Bisa Mengubah Segalanya

Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah ﷺ bersabda bahwa seseorang bisa beramal dengan amalan ahli surga bertahun-tahun, tapi di akhir hidupnya berubah. Begitu juga sebaliknya.

Dan Allah juga berkata: "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah..." (QS. Az-Zumar: 53)

3. Jadi Tempat Aman buat Orang Lain Berubah

Kalau lo bisa jadi tempat aman buat orang lain berubah, itu jauh lebih mulia daripada sekadar jadi komentator kesalahan orang.

4. Pahami Bahwa Nggak Semua Orang Punya Latar Belakang yang Mudah

Ada yang pernah jatuh karena tekanan hidup. Ada yang berubah jadi keras karena disakiti terlalu dalam. Ada juga yang sedang berjuang keluar dari kegelapan, tapi belum sempat nunjukin versi terbaiknya.

5. Fokus pada Proses, Bukan Cuma Momen

Hidup manusia itu perjalanan. Kadang naik, kadang turun. Kadang kita salah, kadang kita benar. Yang penting kan niat dan usaha buat jadi lebih baik, bukan?

Jangan Nunggu Sempurna, Mulai Jadi Manusia Dulu

Gue sadar, manusia itu tempatnya salah dan lupa. Tapi manusia juga punya kemampuan buat belajar dan berkembang.

Sayangnya, nggak semua orang ngeliat itu. Buat sebagian orang, lo bisa jadi orang baik seumur hidup, tapi semua itu bisa hilang cuma gara-gara satu kesalahan.

Nggak dikasih ruang buat klarifikasi, apalagi diperbaiki. Langsung dicap. Langsung divonis.

Padahal, Allah itu nggak kayak manusia yang gampang ngecap. Dia tahu isi hati. Dia tahu perjuangan yang nggak keliatan.

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..." (QS. Al-Baqarah: 286)

Justru sekarang, saat kita masih punya kesempatan buat jadi lebih baik, saat kita masih bisa milih buat nggak jadi bagian dari mereka yang suka nge-judge—itulah momen paling tepat buat mulai. Mulai jadi manusia yang lebih mengerti. Mulai jadi tempat yang aman buat orang lain berubah.

Dunia Butuh Lebih Banyak Orang yang Mengerti

Setiap orang lagi berjuang—termasuk lo, gue, dan mereka yang pernah bikin salah.

Kalau lo pernah disakiti karena satu kesalahan lo di masa lalu, percayalah: Allah ngelihat proses lo, bukan cuma momen lo jatuh.

Jangan capek jadi baik. Jangan takut berubah. Dan jangan pernah percaya kalau satu kesalahan bikin lo nggak layak dihargai.

Karena yang sesungguhnya hina itu bukan orang yang pernah salah, tapi orang yang ngerasa paling benar sampai lupa cara jadi manusia.

Kalau tulisan ini bikin lo mikir ulang cara lo ngeliat orang lain, berarti satu hal udah berhasil: "kita udah mulai jadi manusia yang lebih mengerti."

Ayo sama-sama belajar jadi lebih bijak—karena dunia luar bukan tempat buat yang cuma bisa nge-judge, tapi buat yang siap ngasih ruang buat orang lain tumbuh.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun