Mohon tunggu...
Alvin Pratama
Alvin Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

:)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Artikel Utama

Pertanian Berbasis "OFLAFIT", Mendukung Produksi Pangan Ramah Lingkungan

27 Januari 2023   15:00 Diperbarui: 29 Januari 2023   00:45 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pertanian (Pexels.com/Pixabay)

Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas sehingga dikenal sebagai salah satu negara agraris dengan hasil produksi pangan melimpah. 

Menurut laporan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik, luas lahan pertanian Indonesia sebesar 10.411.801,22 ha atau setara 18% dari luas daratan secara keseluruhan per 2021. 

Kondisi alam juga mendukung produksi pertanian Indonesia yang merupakan mata pencaharian utama kebanyakan masyarakat. Tak heran, sektor pertanian memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian bangsa Indonesia. 

Profesi petani mendominasi dan tersebar merata, sejalan dengan luasnya lahan pertanian yang ada. Per tahun 2020, ada 100 juta lebih penduduk Indonesia yang bekerja sebagai petani, menurut laporan Badan Pusat Statistik. 

Hanya saja, pertanian yang mendominasi di Indonesia pada umumnya masih bersifat tradisional alias belum terlalu berkolaborasi dengan teknologi. Sektor ini tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah, meski menampung banyak tenaga kerja. 

Kekayaan SDA di Indonesia seharusnya menjadi kans untuk mengembangkan sektor pertanian. Namun, kenyataannya justru berbeda dengan sektor pertanian di Indonesia yang masih kurang berkembang. 

Padahal, sektor pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan nasional, seperti meningkatkan devisa negara, pembukaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri, serta optimalisasi pengelolaan SDA secara berkelanjutan.

Permasalahan Ladang Berpindah 

Ladang berpindah merupakan sistem pertanian tradisional yang sudah diterapkan secara turun-temurun. Teknik ladang berpindah dilakukan dengan pembukaan lahan dalam luas tertentu serta penggundulan hutan. 

Lalu lahan yang sudah tersedia ditanami dengan berbagai komoditas, seperti padi, jagung, ataupun singkong. Teknik ini sangat bergantung pada iklim lantaran sangat mempengaruhi waktu bakar dan tanam ladang (Rifki, 2017). 

Meski sudah berlangsung sejak lama, sistem pertanian ladang berpindah memiliki sejumlah efek negatif. 

Realitas menunjukkan bahwa sistem pertanian ini memiliki korelasi yang kuat dengan kerusakan ekosistem hutan, seperti memicu terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.

Penurunan kesuburan tanah, gangguan habitat satwa akibat perubahan kondisi vegetasi, hingga memicu perubahan iklim dengan suhu meningkat rata-rata sebesar 1-3 o C. Perubahan iklim sudah menjadi fokus dunia lantaran ancamannya yang besar. 

Pertanian dengan sistem ladang berpindah berkontribusi dibalik kenaikan rasio perubahan iklim tersebut. Ladang berpindah (shifting cultivation) berfokus pada penebangan hutan yang dibakar serta ditanami tanpa berfokus kepada proses pengolahan tanah. 

Dengan begitu, hutan sebagai tempat utama tumbuhnya pohon-pohon serta cadangan oksigen akan semakin sempit akibat beralih fungsi menjadi lahan lain. 

Hutan sangat penting sebagai paru-paru dunia untuk mendaur ulang karbon dioksida yang terlepas di atmosfer. Sehingga adanya pertanian dengan cara ladang berpindah justru dapat meningkatkan kadar gas karbon dioksida di atmosfer yang berkontribusi pada kenaikan rasio perubahan iklim. 

Sejauh ini, mengutip laman Nacional Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), besaran gas karbon dioksida di Bumi sekarang 50% lebih tinggi dari tingkat pra-industri pada masa lalu.

Pertanian Berkelanjutan di Era Revolusi Industri 4.0

ilustrasi pertanian modern (Pexels.com/Tom Fisk)
ilustrasi pertanian modern (Pexels.com/Tom Fisk)

Belakangan ini, model pertanian yang lebih ramah lingkungan hadir ke permukaan. Model ini populer dengan istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang diklaim menjadi solusi utama dalam mengatasi efek negatif kegiatan agraris terhadap lingkungan. 

Pertanian ini menekankan perhatian yang lebih banyak kepada lingkungan tanpa mengurangi esensi dari hasil produksi pertanian itu sendiri. 

Terlebih, Indonesia tengah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Sektor pertanian menjadi salah satu bagian dari sektor ekonomi yang diharapkan mampu bersaing di era ini. 

Sedangkan di Indonesia, pertanian berkelanjutan menemui banyak kendala, seperti penyempitan lahan pertanian akibat pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ruang kota yang tidak terkendali, alih fungsi lahan pertanian serta menurunnya jumlah angkatan kerja pada sektor pertanian. 

Terkait permasalahan ini, beberapa negara mulai merancang inovasi teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan petani, produktivitas pertanian dan perekonomian sektor pangan. 

Hal ini didukung dengan pemanfaatan teknologi di bidang pertanian yang terbukti dapat mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. 

Namun, tetap saja, upaya pemanfaatan teknologi di bidang pertanian masih rendah lantaran minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh petani.

Pertanian OFLAFIT di Era Perubahan Iklim 

Dalam rangka mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan di era perubahan iklim, diperlukan sebuah inovasi berupa program yang mampu menyediakan mekanisme produksi pangan yang lebih memperhatikan aspek lingkungan itu sendiri. 

Sistem ladang berpindah, sebagai salah satu teknik pertanian tradisional memiliki beragam efek buruk terhadap kelestarian ekosistem lingkungan sehingga harus dikurangi penerapannya, terutama di wilayah yang masih memiliki komposisi hutan yang asri dan hijau. 

Maka dari itu, program Pertanian OFLAFIT atau singkatan dari One Food & Places with Million Benefits (Satu Pangan dan Tempat dengan Sejuta Manfaat) dirancang untuk meminimalisir serta mengurangi penerapan sistem ladang berpindah yang marak menyebabkan kerusakan lahan. 

Sejatinya, sudah ada program yang memiliki konsep serupa, yaitu agroforestri yang merupakan konsep pertanian yang mengkolaborasikan pertanian dan hutan sebagai pagar yang memiliki pola tertentu, seperti petak atau lain sebagainya. 

Namun, program Pertanian OFLAFIT tidak menekankan adanya kombinasi antara hutan dan ladang pertanian dikarenakan program ini dirancang untuk tersedia di berbagai lahan pertanian, bahkan yang tidak memiliki hutan sekalipun di sekitarnya. 

Sistem pertanian OFLAFIT dikembangkan melalui model khusus yang dinamakan dengan Model 2P (Petak dan Pangan). Sederhananya, model ini berisikan tatacara penggunaan lahan yang dibagi menjadi beberapa petak untuk ditanami dengan komoditas tertentu. 

Kawasan lahan pertanian yang akan disusun program OFLAFIT di atasnya dibagi menjadi beberapa petak, lalu ditanami sesuai dengan komoditas pangan yang ada. Misalnya, petak sawah pada sisi kiri ditanami dengan jagung, kemudian pada sisi sebelahnya ditanami dengan padi. 

Dalam hal ini, Model 2P yang termasuk ke dalam aplikasi program OFLAFIT akan menyusun serta merancang struktur pembagian petak sawah antar berbagai komoditas agar tidak terjadi salah penyusunan penanaman. 

Selanjutnya, tingkat kesuburan tanah juga harus diperhatikan dengan sebaik mungkin. Terlebih, pertanian OFLAFIT berbasis pada satu tempat, atau dalam artian, tanah yang ditanami juga berasal dari tempat yang sama. 

Pengelolaan tanah dilakukan dengan melakukan rekayasa unsur Kalium (K) pada tanah tersebut yang bisa berupa pemberian pupuk alami tanpa adanya unsur kimiawi di dalamnya yang merusak kesuburan tanah. 

Program OFLAFIT diharapkan mampu mengurangi penerapan pertanian dengan ladang berpindah yang sering kali membakar hutan terlebih dahulu. 

Pada akhirnya, gas rumah kaca meningkat dan memperparah perubahan iklim yang ada. Setidaknya, program Pertanian OFLAFIT ini dapat mengurangi aktivitas pembakaran hutan serta melestarikan ekosistem sekitarnya yang mendukung adanya pembangunan berkelanjutan yang mampu menekan rasio perubahan iklim yang terus mengarah pada level yang mengkhawatirkan belakangan ini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun