Jika ada gelar yang pantas disematkan kepada Bahlil Lahadalia, maka "Menteri Seribu Alasan" adalah yang paling cocok.
Dari langkanya tabung gas LPG 3kg, Pertamax dioplos dengan Pertalite, hingga mempertanyakan nasionalisme rakyat dengan tagar #KaburAjaDulu, semuanya selalu ada alasan.
Tabung Gas Langka, Menteri Santai
Saat rakyat kebingungan mencari tabung gas LPG 3kg yang mendadak langka, sang menteri seakan hanya mengamati dari kejauhan.
Kurangnya pengawasan? Bisa jadi. Tapi tentu saja, beliau punya seribu alasan untuk menjelaskan mengapa rakyat harus tetap bersabar.
Tapi betul juga kata dia, bahwa gas LPG tidak langka tapi proses perubahan dari pengecer menjadi pangkalan atau mungkin "sudah aman" adalah kalimat-kalimat sakti yang sering kali kita dengar, meski realitanya, ibu-ibu di warung masih harus antre panjang dengan harapan mendapatkan tabung gas yang tersisa.
Hingga kemarin ada warta bahwa ada nenek-nenek yang meninggal karena antre. Dan 2 kata sakti yang keluar dari Menteri Seribu Alasan ini “Minta Maaf”.
Bensin Oplosan? Ah, Itu Urusan Siapa?
Selain LPG yang misterius keberadaannya, rakyat juga disuguhi hiburan lain: bensin oplosan Pertalite dicampur Pertamax. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 193 Triliun. Alih-alih pengawasan ketat, kasus demi kasus terus bermunculan, membuat rakyat bertanya-tanya apakah kebijakan energi sedang dikelola seperti bisnis rumahan.
Namun, seperti biasa, ada alasan yang siap dikemas dengan apik: "Bukan dioplos tapi blending", sebagai rakyat jelata pasti akan bertanya “bedanya apa?”. Ditambah bahwa nggak ada oplosan, semua sudah sesuai dengan standard.
Lucunya, temuan lapangan tidak demikian, dikutip dari BBC News, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar mengatakan, tersangka telah mengimpor bensin dengan RON 90, 88, dan di bawah RON 92. Hasil impor ini dimasukkan dulu ke storage di Merak [Banten] kemudian di-blended (campur). Seletah itu jadi trademark-nya (merek dagang) RON 92.