Mohon tunggu...
Alvina Khoiriyah
Alvina Khoiriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bermimpi menjadi penulis

life is not easy but it's a simple

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Aku Rapuh dan Aku Sendiri

30 Juli 2021   17:25 Diperbarui: 30 Juli 2021   17:44 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Created poster by Alvina khoiriyah

Rapuh sama artinya dengan lapuk bila itu di gunakan dalam penggabungan kata kayu atau pohon. Aku. Aku rapuh, tak berdaya dan tidak memiliki kemampuan untuk berbicara, aku hanya memendam, menangis, menjerit dalam tangisan.

Toxic  positivity. Aku pernah megalaminya, dan yang menurut ku terparah di saat kejadian beberapa lalu. Lebih tepatnya tahun kemarin. Aku tidak memiliki kemampuan dan pilihan. Aku hanya mengikuti apa yang diinginkan orang dewasa itu. Orang yang aku hormati sebagai orang tua. Orang yang aku bakti. Dan orang dewasa yang memperjuangkan pendidikan anak-anakya, sebisa mungkin anak harus mengunggguli apa yang sudah mereka alami, dan anak tidak mengalaminya.

Disaat itu aku rapuh, ketika aku harus menuntut diriku untuk berfikir positif di tengah badainya keluarga kami. Aku ingin memberontak , tapi taka da keberanian. Aku anak tertua yang harus memberikan contoh positif, dan harus bersikap dewasa. Aku bukan bocah lagi. Begitulah kata orang-orang. Tapi nyatanya aku masih belum bisa. Aku masih menangis di pojokan kamar sampai 3 hari. Aku membisu selama itu. Aku mengurung diri. Aku menjerit sendiri. Aku berperang dengan perasaan ku sendiri. Orang bingung dengan aku. Mereka tidak bisa mengerti aku. Aku frustasi dan depresi hebat. Karena itu begitu mengecewakan dan menyakitkan kami.

Aku terpaksa bertahan dalam badai itu. Aku bertahan di fase itu, menyelesaikan apa yang ada di dalamya. Dengan kebingungan dan ketakutan yang tak terkendali. Rasanya begitu berat. Orang memberiku sebuah ucapan bahwa masalah itu akan selesai dan memudar begitu cepat berlalu, tapi sakitnya pasti akan membekas, karena luka tidak akan sembuh seperti sedia kala.

Orang yang mengenalku menganggap diriku akan mampu melewati fase ini, karena menurut dia aku sudah pernah melewati hal yang lebih berat dan kacau sebelumnya. Jujur aku agak kaget ketika orang itu mengatakannya, apakah benar aku sekuat itu? Apakah benar aku mampu melewatinya? Pertanyaan itu muncul dalam benak ku.

Dan akhirnya selang beberapa minggu, benar, apa yang dikatakan orang itu. Aku mampu melewatinya, dan kami masih utuh. Badai itu sudah pergi. Kami mengakhirinya dengan saling memaafkan, dan minta maaf.

Ini toxic positivity, yang aku alami di periode tahun kemaren. Kejadian itu memberikan pengalaman baru untuk diriku lebih harus memahami bahtera kehidupan, dan berpegangan kuat, jangan sampai badai menghancurkan kita, dan kami kembali.

#

Mengingat kembali sebenarnya toxic positivity ini dalam analisi dokter dan psikologi sangat membahayakan mental dan kesehatan. Orang yang terus-terusan mengalami ini, dia akan lemah dalam menyikapi suatu masalah. Dan itu benar. Selama ini aku mengalami hal tersebut. Aku susah untuk mengekspresikan diri dan cenderung menyembunyikan apa yang terjadi. Hal tersebuat seperti menjadi habit dari kecil.

Aku kadang mendapatkan ucapan -- ucapan yang didapatkan orang lain, seperti contoh yang ada di bawah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun