Mohon tunggu...
Althaf Narotama
Althaf Narotama Mohon Tunggu... mahasiswa ilmu komunikasi uin suka 24107030004

keberanian yang menyelamatkan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Fenomena Tanya 3 Lagu dan Kaos Band : Antara Musik, Desain, dan Ekspresi Diri

13 Juni 2025   23:20 Diperbarui: 13 Juni 2025   22:48 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaos Band The Jeblogs ( sumber : Dokumentasi Pribadi)

Beberapa waktu belakangan, saya sering menjumpai konten di media sosial dengan tema “tanya 3 lagu dari band yang kaosnya kamu pakai”. Umumnya, konten ini dibuat dalam bentuk video pendek, di mana orang yang sedang mengenakan kaos band tertentu dihampiri lalu ditanya apakah mereka benar-benar tahu musik dari band tersebut. Tujuannya mungkin untuk lucu-lucuan atau sekadar menantang, tapi seiring berjalannya waktu, muncul perdebatan: apakah sah memakai kaos band yang lagunya tidak kita dengarkan?Sebagai orang yang juga hobi membeli dan mengenakan kaos band, saya tertarik membahas ini. Di dunia musik, merchandise seperti kaos, hoodie, hingga totebag bukan hanya sumber pemasukan tambahan bagi musisi, tetapi juga media promosi yang sangat kuat. Saat seseorang memakai kaos dengan logo atau artwork band tertentu, itu ibarat membawa poster berjalan yang bisa memicu rasa penasaran atau bahkan percakapan. Desain yang menarik, nama band yang ikonik, atau ilustrasi unik bisa jadi daya tarik utama, bahkan bagi orang yang belum tentu mendengarkan musiknya.

Saya pribadi sering membeli kaos band yang saya dengarkan. Rasanya ada kepuasan tersendiri saat mengenakan sesuatu yang punya ikatan emosional dengan diri kita. Tapi saya juga tak pernah memandang rendah mereka yang membeli kaos band hanya karena menyukai desainnya. Bahkan menurut saya, sah-sah saja kalau ada orang yang membeli kaos Nirvana, Metallica, atau The Adams meskipun tidak tahu atau belum pernah mendengar lagu-lagunya. Mengapa harus ada batasan atau keharusan “lulus uji” musik hanya karena ingin mengenakan pakaian tertentu?

Salah satu contoh sikap yang sangat terbuka datang dari Ale, gitaris band The Adams. Dalam sebuah kesempatan, ia pernah mengatakan bahwa tidak masalah jika seseorang memakai kaos The Adams meskipun tidak tahu lagunya. Bisa jadi mereka tertarik karena desainnya, dan dari situ, siapa tahu mereka jadi penasaran dan akhirnya mencoba mendengarkan lagu-lagunya. Menurut saya, sikap seperti ini mencerminkan semangat inklusivitas dalam dunia musik dan fashion. Kita tidak perlu membatasi cara orang menikmati karya seni hanya karena mereka belum mengenal sejarah atau diskografi dari band tertentu.

Hal menarik lain adalah bagaimana kaos band bisa menjadi sarana promosi yang sangat efektif, khususnya untuk band-band yang masih merintis karier. Ketika seseorang mengenakan kaos dari band indie lokal, misalnya, dan terlihat oleh banyak orang, itu bisa menimbulkan rasa penasaran. Nama band itu pun mungkin akan dicari di internet atau platform streaming. Dalam konteks ini, semakin banyak orang mengenakan kaos band, justru semakin besar peluang band tersebut dikenal lebih luas. Jadi, alih-alih menjadi "penghinaan", mengenakan kaos band tanpa tahu lagunya bisa justru menjadi pintu awal promosi yang gratis dan organik.

Tentu saja, ada juga sebagian orang yang menganggap bahwa mengenakan kaos band tanpa tahu lagu-lagunya adalah bentuk ketidakhormatan terhadap karya dan perjuangan si musisi. Tapi saya rasa, perspektif ini terlalu sempit dan justru bisa menciptakan eksklusivitas yang tidak perlu. Dunia musik seharusnya inklusif, terbuka untuk siapa saja—baik pendengar setia maupun orang yang baru tertarik lewat visual atau merchandise.

Apalagi di zaman sekarang, di mana kolaborasi antara dunia musik dan dunia fashion sudah sangat lekat. Banyak band atau musisi yang bekerja sama dengan desainer visual untuk menciptakan koleksi merchandise yang tidak hanya merepresentasikan musik mereka, tapi juga bisa berdiri sendiri sebagai karya seni visual. Contohnya, kaos-kaos dari band-band seperti Radiohead, Arctic Monkeys, hingga Efek Rumah Kaca sering kali punya desain yang artistik dan stylish, bahkan tanpa mencantumkan nama band secara eksplisit. Maka tak heran jika banyak orang tertarik memilikinya meskipun belum mengenal musiknya.

Kita juga tidak bisa menafikan peran media sosial dalam memperluas fenomena ini. Di Instagram, TikTok, atau Pinterest, banyak inspirasi outfit harian yang menyertakan kaos band sebagai elemen fashion. Hal ini turut mendorong munculnya ketertarikan terhadap kaos band di kalangan yang lebih luas—bukan hanya fans musik, tapi juga penggemar fashion. Bisa jadi seseorang awalnya mengenakan kaos band karena mengikuti tren fashion, lalu dari situ mulai tertarik mencari tahu siapa band tersebut. Artinya, pengalaman visual bisa menjadi pintu masuk untuk eksplorasi musikal yang lebih dalam.

Pada akhirnya, kaos band adalah medium ekspresi. Entah kita memakainya karena suka desainnya, karena ngefans berat dengan bandnya, atau karena ingin tampil beda—semua sah dan tidak perlu dibatasi oleh aturan-aturan tidak tertulis yang kaku. Dunia musik seharusnya menjadi ruang yang menyambut siapa saja, tak peduli dari mana awal ketertarikan mereka berasal.

Saya berharap, alih-alih membuat konten “tanya 3 lagu” untuk mempermalukan atau menguji orang lain, kita bisa mengubahnya menjadi konten yang lebih edukatif dan suportif. Misalnya, alih-alih bertanya dengan nada menantang, kita bisa merekomendasikan tiga lagu terbaik dari band tersebut. Dengan begitu, orang yang awalnya hanya suka kaosnya, bisa jadi mulai menyukai musiknya juga. Inilah kekuatan kolaborasi antara fashion dan musik: membuka percakapan, memperluas audiens, dan mempererat komunitas.

Jadi, apakah salah pakai kaos band yang kita tidak dengarkan lagunya? Tidak sama sekali. Justru bisa jadi awal mula perjalanan musikal seseorang. Siapa tahu, hari ini mereka pakai kaos Nirvana karena suka desainnya, besok lusa mereka jadi jatuh cinta pada lagu “Come As You Are”. Bukankah itu indah?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun