Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Daun-daun Jati Berguguran Jadi Saksi (1) Pagi Ini

25 Juni 2019   06:23 Diperbarui: 25 Juni 2019   09:42 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita sebelumnya

https://www.kompasiana.com/alsayidjumianto/5d10fd47097f36623b439492/daun-daun-jati-berguguran-jadi-saksi-0

Daun-daun jati berguguran jadi saksi (1)

Pagi jadi saksi

embun masih tampak didaun
tetesnya sedikit demi sedikit jatuh
basahi persada

jadi saksi
aku dan kamu

yogya26 juni 2019

Sepagi ini indahnya titik-titik embun membuat dingin diujung kemarau ini. Dinginnya sampai menusuk tulang ulu hati ini musim kemarau telah tiba!.
Selimut enggan terlepas walau adzan subuh bersahutan bangunkan hati untuk beribadah tetapi mataku belumlah terbuka lebar ngantuk dan serasa enggan untuk dibuka malas rasanya hati ini.
"ayo ke mushola "adikku bangunkanku karena tinggal iqomah bisa tertinggal subuh ini.
Aku bergegas mau wundhu,
"airnya habis dik "tanyaku pada dia
"ha ha tahu mas tayamum saja "tawanya penuh ejekan padaku,
"tinggal segalon untuk minum mas, lupa nimba air ditelaga to?" aku baru ngeh ingat inikan kemarau aku ambil sarung bergegas ke mushola wundhu di bak tampungan brrr dinginnya menusuk tulang rasanya.
Aku tidak tahu kenapa bapak ibuku meninggalkan kami didusun ini demi menjaga warisan leluhur kakek nenek kami pusaka keluarga kami.
Tampungan air didekat mushola seakan buatku sedikit malas untuk sekedar membasuh muka ini tetapi pagi itu aku sepertinya melihat bidadari dengan kepak sayapnya mengambil air dipenampunyan itu setelah subuh ini.
"mas kok melongo he..."adikku ingatkanku.
"cantik..."bisikku padanya
"jeni putri pak Aman desa ini"jawab adikku.
"kamu kok tahu dik?"heranku padanya.
"makanya seringlah ke mari".kami tertawa lepas.
Penampungan air itu buatku selalu terkenang semua ini.
"aku jadi pengen mandi"spontan buat adikku tertawa.
"gila...dingin maas ha..ha"gelak tawa adikku di emper mushola ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun