Cerita sebelumnya
Daun-daun jati berguguran jadi saksi (1)
Pagi jadi saksi
embun masih tampak didaun
tetesnya sedikit demi sedikit jatuh
basahi persada
jadi saksi
aku dan kamu
yogya26 juni 2019
Sepagi ini indahnya titik-titik embun membuat dingin diujung kemarau ini. Dinginnya sampai menusuk tulang ulu hati ini musim kemarau telah tiba!.
Selimut enggan terlepas walau adzan subuh bersahutan bangunkan hati untuk beribadah tetapi mataku belumlah terbuka lebar ngantuk dan serasa enggan untuk dibuka malas rasanya hati ini.
"ayo ke mushola "adikku bangunkanku karena tinggal iqomah bisa tertinggal subuh ini.
Aku bergegas mau wundhu,
"airnya habis dik "tanyaku pada dia
"ha ha tahu mas tayamum saja "tawanya penuh ejekan padaku,
"tinggal segalon untuk minum mas, lupa nimba air ditelaga to?" aku baru ngeh ingat inikan kemarau aku ambil sarung bergegas ke mushola wundhu di bak tampungan brrr dinginnya menusuk tulang rasanya.
Aku tidak tahu kenapa bapak ibuku meninggalkan kami didusun ini demi menjaga warisan leluhur kakek nenek kami pusaka keluarga kami.
Tampungan air didekat mushola seakan buatku sedikit malas untuk sekedar membasuh muka ini tetapi pagi itu aku sepertinya melihat bidadari dengan kepak sayapnya mengambil air dipenampunyan itu setelah subuh ini.
"mas kok melongo he..."adikku ingatkanku.
"cantik..."bisikku padanya
"jeni putri pak Aman desa ini"jawab adikku.
"kamu kok tahu dik?"heranku padanya.
"makanya seringlah ke mari".kami tertawa lepas.
Penampungan air itu buatku selalu terkenang semua ini.
"aku jadi pengen mandi"spontan buat adikku tertawa.
"gila...dingin maas ha..ha"gelak tawa adikku di emper mushola ini.