Mohon tunggu...
Andy Laksmana Sastrahadijaya
Andy Laksmana Sastrahadijaya Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pengamat masalah kemanusiaan dan spiritualitas.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sistem Kepercayaan: Eksoteris dan Esoteris

11 Maret 2013   02:16 Diperbarui: 4 April 2017   17:52 7539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Andy Laksmana Sastrahadijaya

Seperti biasanya, terkadang setelah mengomentari tulisan seorang Kompasioner, secara spontan muncullah percikan inspirasi yang melahirkan suatu tulisan singkat di media kesayangan kita bersama, Kompasiana. Tulisan singkat saya pada umumnya bersemangat ‘berbagi’ (sharing) mengenai suatu gagasan yang barangkali dapat bermanfaat bagi beberapa Kompasioner lainnya. Kali ini, komentar yang memberi ilham itu terlontar di artikel seorang Kompasioner di kolom SosBud (http://sosbud.kompasiana.com/2013/03/10/sufis-movements-adalah-solusi-satu-satunya-540851.html). Komentar saya terbaca sebagai berikut: (“Aku adalah sufi,” kata seseorang. Ia sesungguhnya bukan sufi karena yang membuat klaim tadi adalah keakuannya alias egonya. Sufi tidak tahu bahwa ia adalah sufi karena ia telah melebur diri dalam kasih semesta yang tidak mengenal identifikasi keakuan.”) Bagi teman-teman yang tidak menyalakan moda esoterik dalam benaknya mungkin mesti membaca komentar ini beberapa kali secara mendalam sebelum dapat menangkap maksudnya yang sebenarnya.

Dalam artikel saya sebelumnya (http://filsafat.kompasiana.com/2013/03/09/kepercayaan-dan-rasa-takut-dapatkah-dibuktikan-kebenarannya-535490.html) telah disebutkan bahwa KBBI membatasi kata “kepercayaan” sebagai berikut: “[n] (1) anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yg dipercayai itu benar atau nyata…” Sayangnya tim pakar bahasa Indonesia penyusun KBBI tampaknya belum sempat memasukkan lema ‘eksoteris’ dalam KBBI (padahal ia telah mendefinisikan lema ‘esoteris’). Jadi, marilah kita meminta bantuan saudara jauhnya, mbak Merriem-Webster, yang membatasi kata exoteric (=eksoteris) sbb: 1 a: sesuai untuk disampaikan kepada publik — bandingkan dengan esoteric b: milik kalangan luar atau kalangan yang belum diinisiasi; 2 : berhubungan dengan yang luar: external. Dan dalam kamus yang sama (silakan klik link/tautan ‘esoteric’ di atas) ‘esoterik’ 1a : dirancang bagi atau dimengerti khususnya oleh kalangan yang telah menerima inisiasi saja (initiated) b: memerlukan atau menunjukkan pengetahuan yang terbatas untuk kelompok kecil saja esoteris>; secara luas: sulit untuk dimengerti esoteris> 2a : terbatas pada kalangan kecil b: pribadi dan rahasia (private, confidential ) (Keterangan: yang tidak relevan terhadap artikel ini sengaja dihapus). Dalam artikel ini, ‘Sistem Kepercayaan’ disinonimkan dengan Agama Terlembaga (organized religion).

Ruang lingkup artikel singkat ini, selain menjelaskan apa yang dimaksud dengan istilah eksoteris dan esoteris, juga dalam satu segi merupakan ‘sequel’ (kayak film Die Hard aja ya) dari artikel saya sebelumnya yang tautannya dapat Anda klik di atas.

Dalam Agama Terlembaga di seluruh dunia (dan juga dalam berbagai aliran kepercayaan), baik secara resmi maupun tidak resmi, terdapat para penganut yang termasuk golongan eksoteris dan para penganut yang termasuk golongan esoteris. Ibaratnya seperti film layar-lebar, orang-orang eksoterisnya adalah para pemain figuran (jumlahnya sampai ribuan dalam film kolosal) dan sedikit orang esoterisnya merupakan beberapa pemain inti (termasuk di dalamnya bintang utama protagois dan antagonisnya) yang jumlahnya relatif sangat sedikit jika dibandingkan dengan para ‘bolo dupakan’ (‘figuran’ dalam dialek Jawa) yang disebut terdahulu. Persis sama dalam hal jumlah, kaum eksoteris dalam agama dan aliran kepercayaan apapun biasanya merupakan mayoritas, sedangkan kaum esoterisnya adalah minoritas.

Jelas sekali bedanya kaum eksoteris dan esoteric ini dalam hal: tingkat pengetahuan dan pemahaman agamanya. Ibaratnya lautan, pengetahuan dan pemahaman kaum eksoteris agama adalah ibarat gelombang yang tinggal di permukaan belaka, yang bergerak ke sana dan ke sini sesuai dengan tiupan angin; ada beberapa jenis gelombang yang sangat mengasyikkan bagi peselancar spiritual dan ada pula yang setinggi gunung menggulung segala yang lewat di dalamnya, apa saja. Ada pula yang memorakrandakan keseluruhan yang dilewatinya tanpa ampun layaknya gelombang Tsunami. Sebaliknya, pemahaman kaum esoteris ibaratnya adalah kedalaman lautan yang tenang-tenang menghanyutkan dan mengandung kekuatan yang tidak terperikan. Para penghuni kedalaman lautan juga sangat khusus. Para ikan spiritual yang tidak memiliki kemampuan khas ikan khusus laut dalam jangan mencoba-coba menyelam sampai kedalaman lautan karena selain mereka tidak akan bertahan hidup, kedalaman lautan itu sama sekali bukanlah habitatnya yang memberinya kenyamanan dan kebahagiaan.

Sebagai contoh saja, marilah kita memakai permisalan dalam agama Islam, meskipun seperti yang saya nyatakan di atas, kedua golongan ini terdapat dan berlaku bagi para penganut agama dan para anggota organisasi spiritual apa saja di dunia ini. Di khazanah Islam, pada umumnya para muslim berpengetahuan seperti para anggota Kompasiener di sini tentu mengenal betul istilah dan makna ‘maqom’ (syariat, tarikat, hakikat, makrifat). Nah, kaum eksoteris yang boleh dikatakan merupakan ‘bolo dupakan’ spiritual sebagian besar menjejali ‘maqom syariat’ ini. Entah mereka itu secara fisik berjulukan kyai, ustads, atau para ikhwan awam biasa, jika mereka masih tergolong eksoteris, ya mereka mau tidak mau mesti puas jika disebut masih berada pada maqom syariat. Maqom tarikat, menurut saya pribadi, adalah maqom yang paling berbahaya bagi para pengikutnya karena ibaratnya mereka naik perahu, mereka menaruh satu kaki di satu perahu syariat (eksoteris) dan satu kakinya lagi terpancang di perahu tarikat (semi esoteris). Jadi, sebelum orang syariat berlaku ‘nekad’ memasuki dunia tarikat, iamesti memersiapkan diri dulu dengan sebaik-baiknya untuk memelajari segala persyaratan dengan tekun dan seksama dan berusaha semampu-mampunya memenuhi persyaratan, dan jika diperlukan berguru dengan Master Kungfu Wong Fei Hung atau magang di kuil Shaolin di Tiongkok sana, dalam hal keseimbangan tubuh dan kekuatan kuda-kuda kaki, tentunya jika ia tidak ingin kecemplung laut digerogoti hiu atau kecempung sungai menjadi santapan empuk buaya. Saya pernah mengenal beberapa ikhwan tarikat tertentu yang bukannya meningkat maqom atau kadar spiritualitasnya malah boleh dikatakan agak terganggu jiwa-raganya karena belum memenuhi prasyarat keseimbangan dan kekuatan kuda-kuda kaki, sudah berani-beraninya menaruh masing-masing kakinya di dua perahu. J

Khusus untuk maqom hakikat dan makrifat, jelas sekali saya tidak perlu bersusahpayah menerangkannya dalam tulisan ini karena akan sama sekali tidak berguna. Mengapa? Para pembaca yang masih berada dalam maqom syariat alias kaum eksoteris, maaf, pasti tidak akan memahaminya atau paling-paling akan menyalahtafsirkannya dan mengubah tulisan ini menjadi fitnah (inilah yang tidak saya inginkan) dan menimbulkan badai polemik berkepanjangan dan para pembaca yang Alhamdulillah telah menapaki jalan esoteris jelas sekali tidak memerlukan penjelasan apapun dari saya karena tentu mereka sudah tahu sendiri.

Kaum eksoteris agama dan organisasi spiritual apapun di dunia ini biasanya memiliki kadar rasa takut sangat tinggi (baca artikel sebelumnya) yang terjelma atau tercermin dalam perkataan (atau tulisan), perilaku, sikap, tingkah laku, perbuatan, atau tindakan dalam kehidupan sehari-harinya. Ingatlah bahwa ketika kita membicarakan penyakit atau racun rasa takut ini, jangan lupakan penyakit/racun turunannya seperti rasa tidak percaya diri, gemar melarikan diri dari kenyataan, suka berbohong, suka munafik, penuh dengan kebencian, kebodohan, berprasangka buruk, mudah menghakimi orang yang berpaham lain, gampang curiga, menghalalkan segala cara dengan memberi pembenaran atas perilakunya tersebut, dsb., dst. Orang yang menapaki jalan esoteris jelas telah menipis kadar rasa takutnya, dan bahkan pada suatu titik tertentu rasa takut itu benar-benar lenyap dari dalam dirinya. Ia telah mengalami transformasi total, so-to-speak.

Nah, rasa takut ini tidak akan mampu dihilangkan atau dikurangi oleh si aku/ego yang merupakan biang rasa takut itu sendiri. Yang mampu dilakukan oleh si ego dalam hal ini hanyalah menekan rasa takut yang malah semakin berbahaya bagi kesehatan jiwa-raga orang yang bersangkutan. Si aku, karena pengaruh keterkondisian syariat agamanya, biasanya berkeinginan kuat untuk melenyapkan penyakit rasa takut ini, namun ibarat kepala ular yang berusaha mengejar dan ingin memakan ekornya sendiri, ia hanya perputar-putar dalam kebingungan. Sesuai dengan isi tulisan ini, resep yang sangat manjur telah tersedia, yakni menapakkan diri ke dalam jalan esoteris. Sekalipun demikian, banyak persiapan yang perlu dilakukan, antara lain masalah keseimbangan dan kekuatan seperti yang saya umpamakan di tas. Jalan lurus telah tersedia di mana pun Anda kini berada, pilihan berada di tangan Anda. J

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun