Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menggiring Efisiensi Setiap Rupiah Pengeluaran Kabinet Jokowi - Ma'ruf Amin

11 Agustus 2019   14:14 Diperbarui: 11 Agustus 2019   17:24 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nilai aset, jumlah dana yang disalurkan, dan jumlah bank relatif tidak berubah banyak dari tahun ke tahun. Misal, nilai aset tersebut pada posisi Mei 2018 adalah Rp 7.877 triliun dan masing-masing sebesar 7.387 triliun rupiah, 6.729 triliun rupiah, dan 6.095 triliun rupiah untuk tahun 2017, 2016, dan 2015. 

Data bank umum diatas memberikan indikasi awal bahwa bank umum Indonesia memiliki kapasitas yang mencukupi untuk membiayai sektor ekspor. Dengan demikian, tidak ada justifikasi pendirian LPEI dilihat dari sisi ketersediaan dana dan/atau likuiditas perbankan nasional untuk memberikan kredit dan/atau jaminan perbankan untuk kegiatan ekspor Indonesia. Selain itu, jumlah bank umum juga sangat banyak yaitu 112 bank umum pada posisi mei 2019.

Sekarang kita lanjut ke pertanyaan yang terkait dengan sektor ekonomi tertentu dan/atau industri/perusahaan tertentu yang memiliki potensi ekspor yang tinggi tetapi tidak bankable dan/atau mengalami kesulitan untuk dapat kredit dari perbankan. Pertanyaan ini dapat kita jawab dengan mengangkat kasus Duniatext, yang memiliki outstanding debts pada LPEI senilai Rp3,04 triliun pada posisi semester pertama tahun 2019. 

Konglomerasi Duniatext jelas bankable. Perusahaan ini sudah berdiri di tahun 1974. Saat ini Duniatext, yang beranggotakan sekitar 18 perseroan terbatas (PT),  memiliki sekitar 40.000 orang karyawan dengan bisnis lines jauh melebar dari tekstil dan produk tekstil. Duniatext juga memiliki beberapa mall besar di Solo dan Yogyakarta, beberapa jaringan hotel internasional, dan beberapa rumah sakit. 

Jadi, apa justifikasi LPEI menyalurkan kredit dalam jumlah yang besar tersebut ke Duniatext? Atau, apakah Duniatext mengalami kesulitan untuk mendapatkan kredit tambahan dari perbankan? On top of it, apakah Duniatext memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan fasilitas kredit ekspor berbiaya murah dari PT LPEI?

Lebih umum lagi, perlu kita pahamai bahwa bentuk intervensi langsung pemerintah ke ekonomi hanya dapat dijustifikasi dalam kondisi market failures dan externalities. Tujuan utamanya adalah untuk menutupi celah kegagalan pasar dan eksternalitas sehingga tercapainya pertumbuhan ekonomi yang efisien dan optimal, di satu sisi, dan tercapai kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, di lain sisi. 

Terlepas dari isu justifikasi tersebut, dalam bulan Juli 2019 Duniatext menunggak (default) pembayaran kewajiban bunga dan cicilan utang pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Hal ini menyebabkan Posisi Non Performing Loan (NPL) LPEI dalam bulan ini sudah mencapai 14,52 %, dan, ini merupakan posisi yang jauh diatas ambang batas 5% sebagaimana ditetapkan oleh OJK. 

Lebih mencemaskan lagi, Duniatext juga terlilit utang yang besar pada 10 bank nasional. Posisi utang Duniatext pada akhir Juli 2019 adalah sebesar Rp17 triliun. Exposure risks yang sangat besar.

Lebih mencemaskan lagi, raksasa Tekstil Indonesia tersebut, Duniatext, gagal bayar atas kewajiban pembayaran bunga dan pokok utang obligasi internasional sebesar US$260 juta (Rp3,6 triliun). Ini antara lain yang menyebabkan Lembaga Pemeringkat Internasional S&P menurunkan rating Duniatex menjadi CCC- atau setara dengan junk bond (obligasi sampah). 

Rasanya tak habis-habisnya kisruh intervensi, karbitan, ekonomi langsung Pemerintah Indonesia melalui lembaga pemerintah dan BUMN. Lihat itu PT INKA, PT DI, dan beberapa perusahaan galangan kapal Indonesia, yang menurut intuisi penulis kolaps nya hanya menunggu waktu saja. Atau, perusahaan ini terus merugi tetapi juga terus mendapatkan kucuran dana murah dalam jumlah yang besar dari pemerintah dan pemerintah mendapatkan dana itu dari penerbitan Surat Utang Negara.

Rasanya ini layak diperhatikan oleh Kabinet Jokowi - Maruf Amin sebab ini terkait erat dengan realisasi tekad mulia Jokowi untuk  setiap rupiah yang dikeluarkan pemerintah memang tepat sasaran dan hemat biaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun