Sedangkan kasus di Langkat II terkait dengan adanya 200 suara Golkar dialihkan ke Partai Bulan Bintang. Kondisi ini menyebabkan  PKS gagal memperoleh kursi di Dapil ini. Pengalihan sebanyak 200 suara tersebut jelas tidak mungkin hanya dari satu TPS.Â
Perlu beberapa TPS dan itu bisa terjadi manipulasi beberapa C1 hologram yang tentunya dari beberapa TPS dan/atau manipulasi Rekap TPS (Daa1) dan/atau manipulasi Rekap Desa/Kelurahan (Da1). Sekali lagi, tidak sulit mengusutnya dengan bantuan sotware excel atau dengan bantuan Aplikasi Pemilu seperti SITUNG dan KawalPemilu2019.
Sedangkan untuk PHPU Kubu Raya, Kalbar, terkait dengan salah pencatatan penulisan oleh saksi pada saat penghitungan di tempat pemungutan suara. Harusnya jumlah partai di Partai Persatuan Pembangunan ditaruh 19 suara, tapi jumlahnya naik dua kali lipat menjadi 38 suara.Â
Ini mengakibatkan selisih suara PKS berkurang dan tidak meraih lima kursi yang kemungkinan mendapat jatah kursi wakil ketua DPRD.
Dalam kasus ini suara PKS tidak hilang tetapi suara PPP naik 19 suara. Harus ada suara Parpol (-parpol) lain yang hilang sebanyak 19 suara agar jumlah keseluruhan perolehan suara Parpol (-parpol) di TPS ini tetap konsisten.Â
Perlu juga diperhatikan bahwa yang mencatat suara (coblosan kertas suara) di Plano C1 adalah Tim KPPS bukan saksi. Juga, tindakan menambah dan mengurangi jumlah suara tersebut jelas merupakan unsur kesengajaan untuk berbuat kecurangan.
Diatas kesemua itu, Putusan MK biasanya hanya sebatas pengembalian suara yang hilang saja jika permohonan PKS tersebut dikabulkan. Seharus nya kita tidak berhenti sampai disini saja.Â
Aparat-aparat penegak hukum yang terkait perlu melakukan pengusutan lebih jauh terkait kasus-kasus seperti diatas yang memperlihatkan indikasi yang kuat adanya unsur kecurangan dalam perhitungan dan rekapitulasi suara. .Â
Baca juga: Bandit Bergentayangan di Pemilu 2019, klik disini.
 Analisis Kasus Partai Gerindra
Diatas sudah disampaikan bahwa Caleg Gerindra kecolongan 58.000 suara di Dapil Jatim-Madura, 2.000 suara di Dapil DKI Jakarta III, dan 2.000 suara di Dapil NTT. Mereka semua kelihatan nya adalah Caleg-caleg DPR R.I Gerindra.Â
Coba kita lihat angka yang terbesar dulu yaitu angka 58.000. Angka 58.000 sering sudah cukup untuk meloloskan seorang Caleg DPR ke kursi di Senayan. Angka itu jelas tidak akan berasal dari satu atau beberapa TPS tetapi berpotensi bersumber dari 5.800 TPS dengan asumsi kehilangan per TPS adalah sebanyak 10 suara.Â