Merona jingga seraut langit mengikis karat hati yang telah lama lapuk. Memandanginya lama seperti menikmati suatu perjalanan panjang di angkasa. Membukakan hati untuk tetap bertahan dalam kesadaran akan karuniaNya.
Saya menikmatinya..amat menikmatinya. Andai griya damaiku seindah senja lalu...penuh cahaya. Aku ingin mengajaknya bercanda ria...mengajak jiwa yang belum hadir namun sudah kurasa sayang dan kasih tercurah untuknya. Dia dan Dia yang masih terjaga dalam penjagaanNya. Menunggu masa yang telah ditentukan untuk menjadi bagian dari kehidupanku. Anakku...dan Ayah dari anakku.
Aku memimpikan senja di tepi pantai yang serta merta cahayanya memantul di permukaan air laut dan kaca-kaca jendela rumah kami yang sederhana seperti panggung teater penuh permainan lampu.
Ada kapal pak nelayan menghalau di depan mata kami...nampak kecil, namun sangat kokoh dan pasti. Sekokoh cinta sang kakek tua pada istrinya..yang pula telah tua, dan pada mereka masih terpancar keromantisan yang tercipta sedari mereka memulai mahligai suci yang terbukti dengan akad mereka di depan penghulu dan saksi. Saksi mereka adalah Sang Maha Pengasih dan penyayang. Sehingga Mahligai itu pun kokoh dalam balutan cinta yang hangat.
"Cantik sekali...wahai Istriku yang telah keriput sekalipun.,"demikian bisik sang kakek pada wanita tua yang tersenyum malu dibuatnya. Nenek pun tak diam begitu saja. Ia berkata, "Kau masih segagah dahulu, Sayang..meski rambutmu seluruhnya telah memutih dan gigimu satu persatu absen dari barisan gigi yang lain. "
Lagi..sekali lagi dan sekali lagi. sampai kapan pun, senja tetap indah seperti tak pernah aku melihat sebelumnya. Tak pernah bosan.
Anakku...dan Ayah dari Anakku, Kalian adalah asa cinta dan pintaku pada Ilahi. yang terindah dalam baitan doa yang kusebutkan dalam daftar doaku di penghujung malam.
Kuharapkan pada Kalian ridhoNya yang teramat luas..bersama, menggapai surga abadi. Sangtuari Sejati.
Selendang Senja di mata Sayyeda Ayeesha.
(Tulisan yang sama pernah dimuat di almiyasafitri.wordpress.com)