Salah satu faktor PHK massal itu adalah tren pasar dimana perusahaan harus menyesuaikan antara perubahan industri dan juga ekonomi, dalam hal ini di garis bawahi tren pasar yang dimaksud adalah tren pasar yang disebabkan oleh Transformasi teknologi, dimana pada saat ini banyak dari sebagian orang yang lebih memilih menggunakan AI dibandingkan dengan teknologi yang dikendalikan oleh kaum mereka sendiri.
Karl Marx menegaskan tentang teori konflik yang dikembangkan dengan sebutan Komodifikasi para tenaga kerja, dalam teori ini Karl Marx berpendapat bahwa para pekerja hanya dimanfaatkan tenaga kerjanya untuk berfokus kepada bagaimana mereka bisa menghasilkan banyak keuntungan bagi para perusahaan dari pekerjaan yang mereka lakukan.
Jika para pengusaha yang memiliki perusahaan tersebut merasa bahwa para tenaga kerja tidak lagi efisien, pengusaha akan memilih untuk melakukan pemangkasan terhadap tenaga pekerja agar tidak terlalu membebani mereka didalam pembiayaan atau pembengkakan terhadap pengeluaran biaya yang mereka keluarkan untuk upah bagi para pekerja atau yang biasa disebut sebagai biaya operasional perusahaan yang dikeluarkan supaya perusahaan dapat berjalan dengan maksimal dalam menghasilkan barang dan juga jasa tanpa memikirkan dampak-dampaknya terhadap tenaga kerja yang akan terdampak.
Dalam kasus PHK massal yang ramai akhir-akhir ini, tenaga kerja tidak lagi efisien karena seiring dengan perkembangan zaman, AI lebih sering digunakan oleh manusia dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari mereka, sebagian manusia menganggap AI itu lebih efisien didalam berbagai hal.
Belakangan waktu ini banyak industri media yang sedang ramai diberitakan karena telah melakukan PHK massal terhadap para pekerja mereka seperti TVOne, CNN Indonesia dan Kompas TV serta perusahaan industri media lainnya, setidaknya sudah terdata oleh KSPN “Konfederasi Serikat Pekerja” yang mencatat bahwa sekitar 23.000 para pekerja telah terkena PHK dan Kemnaker “Kementerian Ketenagakerjaan” mencatat bahwa pekerja yang terkena PHK sudah menginjak pada angka 24.036 orang.
Disebutkan bahwa bahwa PHK ini banyak dilakukan didalam wilayah sektor padat karya yang diakibatkan karena pengambilan alih pekerjaan oleh platform digital seperti AI yang dianggap semakin maju dibandingkan manusia seperti dalam proses produksi atau liputan berita yang saat ini bisa dilakukan dengan mudah oleh AI sehingga banyak argumen tentang tenaga kerja seperti jurnalis dan juga editor atau para pekerja industri TV itu sudah “tidak terlalu efisien” dalam pelaksanaan pekerjaan didalam industri media.
Kasus ini menggiring banyak opini diberbagai kalangan yang mendorong tentang bagaimana solusi yang harus dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi PHK massal yang sudah sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat.
Banyak masyarakat yang menegaskan bahwa ini adalah tanggung jawab pemerintah terhadap bagaimana cara menanggulangi permasalahan gelombang PHK supaya hal ini tidak terus berkelanjutan secara terus menerus
Mereka berfikir jika dibiarkan kasus ini akan terus menyebar dan akan menambah jumlah pengangguran didalam negeri yang dapat berakibat sangat buruk seperti meningkatnya kasus kriminal akibat terganggunya perekonomian mereka untuk memenuhi kebutuhan sosialnya dan kehidupan sehari-harinya.
Dalam perspektif sosiologi, PHK massal dianggap sebagai sebuah fenomena sosial yang berdampak luas terhadap masyarakat karena memengaruhi hubungan sosial seperti rusaknya kesejahteraan sosial didalam masyarakat serta dapat menimbulkan kesenjangan sosial terhadap kaum atas dan kaum menengah ke bawah.
Oleh karena itu solusi untuk gelombang PHK massal ini tidak bisa dilakukan secara instan karena membutuhkan berbagai strategi yang dirancang dengan baik dan menyeluruh dengan memperhatikan berbagai aspek yang terkait dengan kasus ini dan melalu pendekatan sosial supaya lebih menciptakan solusi yang efektif, efisien dan optimal.