Mohon tunggu...
Devi Nur
Devi Nur Mohon Tunggu... Freelancer - Jangan bosan menulis, membaca dan mendengarkan.

Terima kasih sudah menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kucing Abu-Abu

23 November 2020   09:59 Diperbarui: 23 November 2020   10:10 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bumi terasa indah saat kita sudah keluar rumah, Ka. Dulu aku pernah melakukan ini, aku dibilang anak aneh karena sering duduk disini sendirian. Ada yang bilang juga aku ini anak yang tidak waras, sampai Ayah dan Ibu marah. Justru mereka sendiri yang tidak waras. Sekarang ada kamu, jadi aku bisa kesini lagi tanpa takut dibilang aneh."

Pernah tiba-tiba Vodka berlari keluar rumah entah kemana. Kupanggil-panggil tidak mau berhenti, berlari terus. Tanpa pikir panjang aku segera mengejarnya setelah meletakkan sepeda dan tas di halaman rumah. Terus mengikuti Vodka kemanapun dia pergi. Tidak lama, berhenti di pinggir sungai yang alirannya cukup tenang dan suaranya menggemaskan. Napasku sudah tidak beraturan, tubuhku lelah, seragam sekolahku juga sudah basah karena keringat dan Vodka masih bisa biasa saja.

"Kamu ngapain lari ke sini? Mau poop? Kan di rumah bisa, di tempat biasa. Kenapa harus ke sungai?"

Kuhembuskan napas kemudian duduk di pinggir sungai yang penuh bebatuan. Setelah lima belas menit duduk memandangi Vodka yang ternyata sudah tidur. Aku memutuskan melepas sepatu dan menenggelamkan kaki ke dalam sungai. Hanya sampai lutut saja, ya meskipun roknya basah juga. Kubasuh wajahku dengan air sungai di pukul dua siang, sungguh menyegarkan sekali. Sesekali suara burung terdengar, angin juga tidak terlalu gemuruh dan semuanya berjalan sesuai alurnya. Namun, aku masih tidak paham maksud Vodka berlari kesini. Apa hanya untuk tidur saja?

Pukul empat sore memutuskan pulang dan menggedong Vodka. Takut jika Ibu mencari-cari. Rumah biasa saja ketika di lihat dari luar. Barulah semuanya menjadi aneh ketika sudah masuk dan sampai diruang tengah. Berantakan dan kacau, dua kata itu yang bisa menggambarkan kondisi rumah. Ibu duduk di meja makan dengan menggenggam gelas yang airnya sudah habis. Matanya merah dan bengkak, hidungnya juga memerah dan tangannya terlihat gemetar.

Vodka kuturunkan, kemudian mencuci tangan dan mengambil gelas Ibu. Mengisinya kembali dengan air mineral. Ibu memandangiku, senyumnya terlihat di paksa baik-baik saja padahal tidak.

"Hancur semuanya. Ibu tidak tahan hidup satu rumah dengan manusia pemarah. Ibu juga tidak bisa melihat anak perempuan yang tidak pernah senyum ketika pulang ke rumah sebahagia apapun dia di sekolah."

"Ibu?"

"Padahal sebelumnya Ibu berjanji akan bertahan, tetapi tidak ada perubahan sama sekali. Ibu mengingkari janji sendiri."

"Ibu?"

"Kamu darimana? Sepeda dan tas sudah di rumah tapi kamu tidak ada. Kemana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun