Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPR-RI dan DPD-RI, Sama-sama Tidak Punya Sense of Crisis

31 Agustus 2015   05:41 Diperbarui: 31 Agustus 2015   08:38 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bangunan Gedung DPR/DPD Republik Indonesia | kompas.com"][/caption]

Rencana pembangunan tujuh proyek dilingkungan DPR-RI menuai banyak kritikan dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat, bahkan Presiden Jokowi menolak menandatangani prasastipembangunan  ketujuh  proyek tersebut karena menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla pembangunannya masih perlu dikaji dan dibicara lagi terkait anggaran dan perencanaannya.

Tetapi bagi Ketua DPD RI Irman Gusman, pembangunan  7 proyek tersebut sangat perlu dan meminta masyarakat memahaminya, dengan alasan :

  1. Rencana pembangunan ketujuh proyek harus melihat sisi kepentingan dan kebutuhan
  2. Fungsi-fungsi Parlemen semakin meningkat
  3. Merupakan konsekwensi dari tuntutan konstitusi terhadap parlemen
  4. Pembangunan dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan negara
  5. Menggunakan anggaran multiyears dan dikerjakan oleh konraktor dalam negeri
  6. Mampu menggerakan ekonomi secara mikro dan mengurangi lambannya penyerapan APBN

Pada tanggal 19 Juni 2015, kompasiana.com menyelenggarakan kegiatan Tokoh Bicara, yang menghadirkan ketua DPD-RI Irman Gusman dengan tajuk acara Saatnya DPD-RI didengar dan Blogcompetition dengan tajuk yang sama. Dan dari berbagai artikel postingan kompasianer, terlihat betapa tingginya harapan terhadap DPD-RI, karena lembaga ini dianggap relatif lebih bersih dan tidak banyak terdengar adanya silang sengkarut sesama anggota DPD-RI.

Menilik kembali pernyataan sang ketua DPD-RI terkait pembangunan ketujuh proyek dilingkungan DPR-RI, seakan menegaskan bahwa DPD-RI sama saja dengan DPR-RI, sama-sama tidak memiliki Sense of Crisis.  Ketua DPR-RI dan DPD-RI sama-sama menulikan telinga dan membutakan mata hatinya bahwa rencana tersebut menuai protes dan penolakan dari masyarakat.

Alasan yang dikemukakan oleh Gusman terasa menjadi tidak rasional, disaat masyarakat sedang senin-kamis menghadapi tekanan ekonomi, senator yang dianggap bisa menyuarakan kepentingan mereka justru lebih memikirkan kenyamanan sendiri.  Kenyataan ini semakin menguatkan bahwa suara DPD-RI memang harus disemakin didengar DPR-RI, karena kedua lembaga ini dulunya (sebelum amandemen ketiga UUD 45) para anggota DPD-RI sejatinya anggota DPR-RI yang berasal dari utusan golongan dan daerah.  Tetapi suara DPD-RI tidak perlu didengar oleh Pemerintah dan Rakyat karena secara nyata dan terang-terangan tidak berpihak kepada rakyat.

Hampir senada dengan Ketua DPD-RI yang menyatakan pentingnya ketujuh proyek di DPR-RI karena semakin meningkatnya fungsi-fungsi dewan, Anggota Komisi VIII Endang Maria Astuti dari FKG pada perayaan HUT 70 tahun DPR-RI menyatakan bahwa pemerintah seharusnya mendukung DPR Modern (entah apa yang dimaksud ibu cantik ini dengan DPR Modern) dan tanpa ada rasa malu sedikitpun si ibu menilai bahwa DPR telah bekerja diluar batas, dari pagi sampai pagi lagi membahas RUU, berusaha keras memperjuangkan aspirasi rakyat, tetapi kenerjanya hampir tidak pernah dipublikasi.

Endang Maria Astuti juga menganggap minimnya perhatian dari pemerintah dibandingkan fasilitas yang diterima anggota DPR-RI dengan pejabat Eselon I bahkan Endang mencurigai opini negative yang dibangun masyarakat didorong oleh orang-orang yang tidak suka kepada DPR dan Endang mengharapkan pemerintah mampu dan mau menjelaskan kepada masyarakat bahwa DPR-RI sudah bekerja secara modern, tidak kenal lelah memperjuangkan aspirasi masyarakat serta ihklas menerima fasilitas lebih rendah dibandingkan pejabat eselon I.

Pernyataan Endang Maria Astuti ini sama saja dengan mengemis pujian dari masyarakat dan mengemis harapan dari pemerintah.  Komunikasi para anggota DPR-RI selama ini terkenal buruk kepada masyarakat bahkan ada yang arogan, jika kemudian pendapat masyarakat menjadi negatif adalah sesuatu yang wajar, karena kenyataanya para anggota dewan periode saat ini minim prestasi, dari sejumlah 39 RUU yang masuk prolegnas hanya ada tiga RUU yang selesai dibahas, pertanyaannya inikah hasil yang diklaim Endang Maria Astuti sebagai hasil kerja dari pagi sampai pagi? inikah yang dimaksud hasil kerja diluar batas.  Jika jawabannya benar, saya tidak bisa membayangkan kalau DPR-RI bekerja normal, bisa jadi malah tidak ada satupun RUU yang berhasil dibahas.

Jika DPR-RI mengklaim bahwa mereka sudah bekerja secara modern, masyarakat juga mengklaim bahwa pernyataan Endang yang menganggap bahwa penilaian buruk rakyat kepada DPR-RI karena didorong oleh oknum-oknum tertentu, pernyataan Endang adalah sebuah kesalahan dan sedikit merendahkan.  Masyakat sudah pintar (walaupun mungkin tak sepintar Endang Maria Astuti) dan sudah mampu menilai secara mandiri kinerja para angota DPR-RI.  Jika selama ini nilai DPR-RI negatif, itulah kenyataannya.  Banyak kalangan menilai DPR-RI tidak ada gunanya, hanya menghabiskan anggaran, sarang korupsi, lebih mementingkan kepentingan kelompok dan golongan tertentu bahkan secara ekstrim ada yang meminta sebaiknya DPR-RI dibubarkan saja.

Kenyataan bahwa DPR-RI dan DPD-RI masih mementingkan kepentinganya sendiri dan sikap tidak perduli dengan kondisi masyarakat seperti tergambar dari pernyataan kedua tokoh diatas, membuat masyarakat (saya) semakin tidak percaya kepada para anggota DPR dan harapan bahwa para senator (anggota DPD) mampu berkiprah lebih baik dari koleganya yang ada di DPR hanya akan tetap menjadi harapan dan semakin membuat pada anggota DPD-RI terpinggirkan dan semakin tidak didengar.  Dan tidak salah kalau DPR-RI dan DPD-RI dikatakan kinerja dan tabiat mereka setali tiga uang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun