Mohon tunggu...
Allan Maullana
Allan Maullana Mohon Tunggu... Teknisi -

Bukan siapa-siapa. Bukan apa-apa. Hanya remah-remah peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Istri Sakit Perut, Saya Coba Mengobati

15 Desember 2018   13:25 Diperbarui: 15 Desember 2018   13:31 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar ilustrasi: hallosehat.com)

Saya tiba di stasiun Bekasi kurang lebih pukul 18.38.  Hujan lebat baru saja reda. Tapi rintik hujan masih turun. Anak-anak kecil yang menjajakan payung sebagai ojek sudah berkerumun menanti para penumpang KRL yang akan menjadi pelanggan.

Saya segera mengeluarkan diri dari stasiun Bekasi yang padat. Menerobos rintik hujan. Sementara Dik Mei sudah menunggu saya di pinggir jalan dengan menggunakan jas hujan yang berwarna merah jambu. Saya segera menghampiri, menyalakan mesin motor, lalu meninggalkan area stasiun Bekasi.

Dalam perjalanan, saya coba memulai obrolan. Menceritakan kondisi KRL yang padet bin pepes. Di dalam gerbong, rasanya minta ampun. Tetapi Dik Mei hanya bergeming. Sikapnya berbeda dari biasanya ketika sedang mengobrol. Tiba-tiba pinggang saya diremas dengan kuat. Kuat sekali. Dengan perasaan khawatir saya bertanya, "Kamu kenapa, Dik?"

Dik Mei menjawab, "Perut aku sakit, Kak..."

"Kamu udah makan?"

"Udah tadi Jam 4 sore. Makan sayur Soup."

"Tadi siang kamu makan rujak, loh. Kebanyakan mungkin."

"Itu tadi siang. Sore aku nggak apa-apa. Ini sakitnya sekarang."

"Ya udah ditahan. Nanti sampe rumah aku obatin."

Motor kami terus melaju di jalan berlubang yang tertutup genangan air. Sekali, dua kali, motor menghajar lubang jalanan. Dik Mei semakin kesakitan. Saya terus memacu kecepatan motor. Menyalip mobil, menantang arus yang berlawanan, dan memotong mobil yang saya lewati. Sungguh sangat membahayakan terlebih lagi kondisi jalan sedang basah.

Sampai rumah, saya segera melepaskan seragam kerja, menggantinya dengan kaos oblong. Melepas celana kerja, menggantinya dengan celana kolor. Dik Mei segera berbaring dengan tangannya yang terus memegang perut.

Saya coba memegang perutnya sambil bertanya, "Sebelah sini sakit?". Dik Mei menggelengkan kepala. Tangan saya berpindah, "Sebelah sini sakit?". Dik Mei masih tetap menggeleng. Kemudian tangan saya pindah lagi, kurang lebih di ulu hati, "Ini gimana? Sakit?" Dik Mei mengangguk.

Saya segera mengelus-ngelus perutnya, sampai Dik Mei terlihat rileks. Saya mengangkat kedua tangan. Merapalkan doa-doa. Kemudian telapak tangan saya, saya sentuhkan ke perut Dik Mei sambil menggetarkan perutnya. Seolah, ada tenaga dalam yang sedang saya transfer.

Saya mendapatkan cara ini ketika saya menonton film Wiro Sableng di bioskop tempo hari. Ketika adegan Wiro diobatin oleh Bujang Gila Tapak Sakti. Melihat apa yang saya lakukan, Dik Mei ngekek tertawa geli sambil bilang, "Udah, Kak. Udah, aku udah sembuh".

"Belum" Jawab saya singkat.

"Apanya yang belum?"

"Pengobatannya belum selesai"

Sementara Dik Mei terus tertawa ngekek. Semakin kegelian. Saya mengangkat tangan dari atas perutnya. Saya mengambil dompet dari dalam ransel. Mengelurkan selembar uang 50.000 dari dalam dompet untuk media pengobatan.

Uang 50.000 itu saya taruh diatas kedua tangan saya, lalu kembali merapalkan doa. Saya meletakan kembali telapak tangan di atas perut Dik Mei. Di antara telapak tangan dan perut Dik Mei ada uang 50.000 itu. Dik Mei kembali tertawa geli. Cekikikan, semakin menjadi-jadi.

"Udah, Kak.. Aku udah sembuh"

Saya melihat dari raut wajahnya, nampak benar-benar sudah sembuh. Sungguh. Saya mengucap syukur, "Allhamdulillah". Pengobatan berakhir.

Sejenak Dik Mei terdiam. Saya juga terdiam.  Lalu Dik Mei kembali bersuara,  "Uang 50.000-nya buat apa, Kak?"

"Tadinya buat ngobatin kamu"

"Ya, udah. Buat beli martabak aja. Aku dari kemarin kepengen martabak, Kak. Heheheee."

"Mbeel..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun