Mohon tunggu...
Al Johan
Al Johan Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka jalan-jalan

Terus belajar mencatat apa yang bisa dilihat, didengar, dipikirkan dan dirasakan. Phone/WA/Telegram : 081281830467 Email : aljohan@mail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagaimana Cara Jamaah Haji Makan Selama di Tanah Suci ?

13 November 2013   17:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:13 5308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum berangkat ke tanah suci, regu kami berkumpul untuk membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan dan kegiatan di tanah suci, termasuk urusan soal makan selama di sana.

Ketika sampai kepada masalah makan ini, muncul dua pendapat yang sulit disatukan. Sebagian mengusulkan selama di Makkah sebaiknya jamaah memasak bersama-sama, cara ini bisa menghemat pengeluaran. Sebagian lagi bersikeras tidak mau, alasannya selama di tanah suci mereka  hanya akan berkonsentrasi ibadah saja, tak mau memikirkan yang lain-lain.  Karena tidak ada kesepakatan, akhirnya diambil keputusan bahwa soal tersebut akan diputuskan nanti melihat situasi dan kondisi di lapangan.

Singkat cerita, akhirnya kami berangkat ke tanah suci. Kami termasuk jamaah gelombang pertama yang diterbangkan ke Madinah terlebih dahulu. Di sini kami tinggal selama 8 hari untuk menyelesaikan program arbain, sholat wajib berjamaah selama 40 waktu di Masjid Nabawi Madinah dan kalau bisa dilaksanakan tanpa ketinggalan takbirotul ihram.

Selama tinggal di Kota Nabi ini persoalan makanan lancar tidak ada masalah. Setiap harinya, para jamaah mendapat jatah nasi kotak lengkap dengan buah dan air kemasan sebanyak dua kali, untuk jatah makan siang dan malam. Untuk sarapan pagi, jamaah bisa membeli makanan di sekitar hotel.

Ketika pindah ke Makkah, soal makan ini mulai menjadi masalah. Tidak ada lagi jatah makanan yang dibaikan, kecuali jamaah yang berasal dari propinsi DKI Jakarta atau beberapa daerah lain masih mendapat jatah 2 kali sehari dari pemerintah propinsi mereka.

Di luar daerah tersebut, semua urusan makanan diserahkan pada jamaah sendiri. Dalam kondisi seperti ini, uang living cost yang diterima setiap jamaah menjadi terasa sangat mepet. Padahal masa tinggal jamaah di Makkah tidak bisa dibilang pendek. Mereka harus tinggal di kota ini selama sebulan penuh.

Pada waktu pemberangkatan, di embarkasi memang untuk setiap jamaah dibagikan uang living cost sebanyak 1.500 Riyal. Di tanah suci, uang tersebut harus dipotong 500 Riyal, rinciannya 350 Riyal untuk bayar Dam (denda) haji Tamatu’ dan 150 Riyal untuk keperluan tur dan ziarah. Praktis  uang yang dipegang tinggal 1.000 Riyal atau sekitar 3 juta rupiah.

Berbagai pilihan

Sebenarnya, untuk keperluan makan selama di Makkah ini tersedia berbagai pilihan. Pilihan pertama  adalah membeli di rumah makan yang banyak bertebaran di sekitar pemondokan.  Harga 1 piring lengkap dengan lauk sederhana dan minuman sekitar 10-15 Riyal. Dengan cara ini jamaah harus mengalokasikan uang sebesar 45 Riyal sehari atau 1.350 Riyal selama sebulan atau sekitar 4 juta rupiah. Bagi jamaah berduit tentu tidak masalah, tetapi bagi yang berkantong tipis ya masalah besar.

[caption id="attachment_292008" align="aligncenter" width="520" caption="Nyoto di warung makan Coto Makasar"][/caption] Pilihan kedua adalah membeli makan di warung lesehan yang di jual oleh para TKI, disini harganya lebih miring. 5 Riyal sudah bisa mendapatkan nasi, plus sayur dan lauknya. Dengan cara ini setiap jamaah harus menganggarkan 15 Riyal sehari atau 450 Riyal selama sebulan, kalau dirupiahkan sekitar 1, 35 juta rupiah. [caption id="attachment_291869" align="aligncenter" width="520" caption="Penjual makanan lesehan"]

13842714671229147508
13842714671229147508
[/caption]

Pilihan yang lebih hemat berikutnya adalah masak bersama. Dengan iuran 5 Riyal bisa untuk biaya dua kali makan, siang dan malam.  Iuran sebulannya sekitar 150 Riyal, jika ditambah untuk membeli makan pagi sekitar 150 Riyal juga, maka total pengeluarannya sebulan adalah sebesar 300 Riyal atau sekitar 900 ribu rupiah. Selain lebih irit dan cocok di lidah, masak bersama juga cukup bagus untuk menumbuhkan kebersamaan di antara jamaah. Regu kami sempat masak bersama selama 1 minggu.

[caption id="attachment_291868" align="aligncenter" width="520" caption="Makan bersama hasil masakan ibu-ibu"]

1384271355460217088
1384271355460217088
[/caption] Sebetulnya ada satu cara lagi yang lebih hemat, bahkan gratis, yaitu ikut mengantri jatah pembagian makanan yang banyak dilakukan oleh para dermawan Arab Saudi selama musim haji. Hampir setiap waktu shalat, ada pembagian makanan, kadang nasi kebuli, kadang kueh plus minuman kotak, sesekali juga buah-buahan. [caption id="attachment_291867" align="aligncenter" width="520" caption="Jamaah sedang mengantri pembagian makanan"]
1384271271570016994
1384271271570016994
[/caption] Tidak sedikit juga jumlah jamaah haji yang memilih cara ini untuk memenuhi kebutuhan perutnya. Meskipun untuk mendapatkannya, kadang jamaah harus mengantri cukup lama dan panjang.

Kalau pembaca punya kesempatan berangkat haji, kira-kira pilih yang mana ya ?

Catatan haji lainnya :

1. Naik Haji, Mandiri atau Ikut KBIH ?

2. Bakhutmah, Kawasan Pemondokan Haji di Kota Makkah

3. Di Makkah, Harga Air Kencing Unta Lebih Mahal dari Harga Susu Unta

4. Menengok Bekas Rumah Abu Jahal

5. Beda Perlakuan Terhadap Jamaah Haji dengan PesawatGaruda Dan Saudia

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun