Pada April 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang mempengaruhi beberapa negara, termasuk Indonesia. Indonesia dikenakan tarif sebesar 32%, yang menimbulkan berbagai reaksi dan langkah antisipasi dari pemerintah dan pelaku industri dalam negeri.
Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh pemerintah AS tidak hanya berdampak pada China, tetapi juga pada negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa negara-negara dengan surplus perdagangan terhadap AS, seperti Indonesia, kemungkinan akan menjadi target tarif impor tinggi.
Pada periode sebelumnya, Indonesia menikmati fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang memberikan pembebasan tarif bea masuk untuk produk-produk tertentu. Namun, dengan kebijakan tarif baru ini, Indonesia harus mempersiapkan skenario untuk mengantisipasi dampak negatif serta mencari peluang di bawah pemerintahan Trump.Â
Oleh karena itu, respon dari pemerintah Indonesia yaitu dengan memilih pendekatan diplomatik dalam menanggapi kebijakan tarif AS. Presiden Prabowo Subianto menegaskan keinginan untuk menjaga hubungan perdagangan yang adil dan setara dengan AS. Alih-alih melakukan tindakan balasan, Indonesia berencana mengirim delegasi tingkat tinggi ke AS untuk melakukan negosiasi. Langkah ini mencakup peningkatan impor produk AS seperti kapas, gandum, minyak, dan gas, serta upaya mengurangi hambatan non-tarif dan kemungkinan penurunan pajak atas barang-barang AS.Â
Dilansir dari Antara News, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Anindya Bakrie mengungkapkan bahwa penerapan tarif impor 32% dapat berdampak signifikan pada neraca perdagangan Indonesia. AS merupakan mitra dagang utama dengan surplus perdagangan mencapai USD16,8 miliar pada tahun 2024. Produk-produk Indonesia yang diekspor ke AS, seperti elektronik, alas kaki, dan pakaian, kemungkinan akan terpengaruh oleh tarif baru ini. Kadin menyarankan pemerintah untuk lebih selektif dalam negosiasi perdagangan dan membuka pasar baru di luar kawasan Asia Pasifik, seperti Asia Tengah, Turki, Eropa, Afrika, dan Amerika Latin.
Upaya Diversifikasi Pasar dan Strategi Jangka Panjang
Menghadapi ketidakpastian kebijakan perdagangan AS, Indonesia perlu mempertimbangkan diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara atau kawasan. Pemerintah dan pelaku industri dapat menjajaki peluang di negara-negara berkembang lainnya serta memperkuat hubungan perdagangan dengan mitra-mitra strategis di berbagai belahan dunia.
Dengan pendekatan diplomatik, strategi diversifikasi pasar, dan peningkatan daya saing produk, Indonesia diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari kebijakan tarif impor AS dan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI