Selanjutnya, Bapak Berpeci sibuk mengotak-atik tiketnya sesuai arahan yang aku berikan sebelumnya. Tepat pada proses pembayaran, karena kereta melaju masuk ke arah Terowongan Lampegan dan membuat seisi kereta tidak seterang sebelumnya,  aku menawarkan bantuan tetapi  Bapak Berpeci tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan sesuai arahan saja. Aku menunggu. Deg-degan. Tepat pada ujung terowongan, Bapak Berpeci berseru "Wah!" seraya menunjukkan kembali layarnya, sekarang dengan bangga. Bersamaan dengan seruan "Aaah!!" refleks dari para penumpang KA Siliwangi yang takjub seperti baru melihat cahaya setelah gelap-gelapan lewat terowongan. Aku ikut tersenyum bangga. Bapak Berpeci mengucap terima kasih berkali-kali karena telah mengajarinya. Membuatku merasa penuh karena dapat membantu seseorang.Â
Mungkin yang kubeli saat itu hanya 1 tiket kereta ke arah perantauan yang menyebalkan, tapi dari sana, terbit 1000 cerita kebaikan yang terpancar laksana cahaya di ujung terowongan Lampegan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI