Mohon tunggu...
Aliya Nur Fathiya
Aliya Nur Fathiya Mohon Tunggu... Lainnya - Terpuaskan dengan membaca dan menulis

Meester Op Alle Wapens ✍

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ajak Wartawan Terlibat dalam Pendidikan Literasi Media

2 Agustus 2018   11:19 Diperbarui: 2 Agustus 2018   11:57 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tersebarnya hoax juga dilatarbelakangi oleh kesenjangan ekonomi di masyarakat. Mereka yang merasa ekonominya kurang akan mencari cara untuk mendapatkan penghasilan.

Besarnya peluang di dalam media sosial, membuat mereka memanfaatkan hal tersebut salah satunya dengan memasang judul berita yang menarik atau biasa dikenal clickbait. Tujuannya adalah agar korban meng-klik judul tersebut sehingga pelaku mendapat keuntungan atas itu. Padahal bisa jadi artikel yang dimuat tidak sesuai dengan judul atau bahkan memuat informasi palsu.

Sebagian besar pembuat hoax adalah orang iseng yang sedang melihat orang-orang dapat dipengaruhi dengan mudah (Grimes, 2002). Mereka membuat hoax sebagai lelucon, lalu duduk santai, menertawakannya, dan merasa superior (Doehartaigh, 2002). Kini media sosial menjadi ekosistem paling nyaman untuk perkembangan hoax.

Penyebaran hoax yang masif kemungkinan disebabkan oleh adanya 'penyakit' yang diderita masyarakat di era seperti sekarang, yaitu FoMO, Fear of Missing Out. Takut akan ketinggalan akan suatu hal, yang dalam hal ini tren berita, sehingga mendorong orang merespon cepat kabar yang ia terima begitu saja.

Jika kita berbasis pada 'penyakit' tersebut, maka fokus kita sekarang adalah pada human atau manusianya. Pembentukan opini publik merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan akibat hoax. Hal ini perlu diantisipasi karena opini publik yang telah terbentuk di masyarakat akan menjadi liar ketika terjadi polemik yang berbasis pada masing-masing sudut pandang masyarakat.

Terbentuknya opini publik yang tidak kondusif ini perlu diantisipasi melalui kegiatan yang konsisten dan sistematis, setidaknya oleh Pemerintah yang sering menjadi sumber dari sebuah berita. Kejelasan berita yang berlandaskan fakta berita perlu dikuatkan dengan dikeluarkannya informasi tersebut oleh narasumber yang valid dan kompeten dari pihak Pemerintah.

Pemerintah dalam hal ini Menteri Agama (Menag) memiliki intervensi yang besar dalam menyikapi hoax. Hoax yang berkeliaran didasari pada akhlak atau sikap atau budaya masyarakat yang buruk.

Padahal dalam Al-Qur'an telah disampaikan, "Dan seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu di dunia dan akhirat, niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar, disebabkan oleh pembicaraanmu tentang (berita bohong) itu, ingatlah ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakana dari mulutmu itu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu suatu perkara yang besar." (QS. An-Nur 24: 14-15).


Berikut adalah hal yang bisa dilakukan oleh Menag untuk meminimalisir terjadinya hoax:

1. Menag memberikan pembelajaran tentang hoax dalam sudut pandang Agama. Misalnya Islam, dalam Islam banyak sekali sejarah yang mengisahkan tentang berita palsu, salah satunya kisah Aisyah. Dari sana dapat dilihat sikap tabayyun (mencari kejelasan) Nabi dalam menghadapi berita bohong yang menimpa Aisyah.

Pembelajaran ini dapat diaplikasikan melalui media sosial yang banyak digandrungi oleh masyarakat, seperti Instagram, Twitter, dan Facebook. Dalam penyampaiannya sebisa mungkin menggunakan bahasa yang ringan dan menarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun