Mohon tunggu...
Alifin Naulansyah
Alifin Naulansyah Mohon Tunggu... International Relations Students

Percaya bahwa setiap pengalaman punya makna, dan tulisan adalah cara terbaik untuk menemukannya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyambung Warisan Laut: Refleksi Strategi Maritim Sriwijaya dan Indonesia di Natuna

13 Oktober 2025   01:02 Diperbarui: 13 Oktober 2025   01:02 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Peta cadangan migas di Laut Natuna Utara Sumber: Tempo, "Melihat Cadangan Migas di Laut Natuna Utara di Tengah Adu Klaim RI-Cina" 

Indonesia hari ini berdiri di atas fondasi sejarah panjang sebagai bangsa bahari. Namun, di tengah modernisasi dan rivalitas geopolitik di Laut Natuna Utara, muncul pertanyaan penting: apakah kita masih mewarisi semangat strategis para leluhur maritim seperti Sriwijaya dan Majapahit?

Kawasan Natuna bukan sekadar gugusan pulau di perbatasan, melainkan ruang hidup dan sumber daya strategis bangsa. Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP, 2023), Natuna menyimpan cadangan gas alam besar serta jalur pelayaran vital di Laut Cina Selatan. Tidak heran wilayah ini menjadi ajang tarik-menarik antara kedaulatan nasional dan kepentingan global.

Laut Sebagai Sumber Kedaulatan

Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 dikenal sebagai kekuatan maritim yang menguasai jalur perdagangan Selat Malaka. Strateginya sederhana tapi efektif: menguasai laut berarti menguasai ekonomi dan politik kawasan. Menurut sejarawan Anthony Reid (2010), kekuatan Sriwijaya bukan hanya pada militernya, tapi pada kemampuannya mengelola jaringan diplomasi, perdagangan, dan keamanan laut secara terpadu.

Kini, strategi Indonesia di Natuna mencerminkan pola serupa dalam konteks modern. Pemerintah memperkuat pengawasan maritim melalui TNI AL dan Bakamla, membangun Pangkalan Terpadu di Natuna, serta melakukan diplomasi pertahanan untuk menegaskan hak berdaulat Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Seperti Sriwijaya, Indonesia juga paham bahwa laut bukan sekadar ruang ekonomi, tapi simbol eksistensi dan harga diri bangsa.

Strategi Maritim Modern: Dari Diplomasi ke Ekonomi Biru

Sriwijaya dulu menggunakan diplomasi dagang dengan Tiongkok dan India untuk menjaga stabilitas regional. Indonesia masa kini melakukan hal serupa melalui diplomasi maritim ASEAN dan kerja sama dengan mitra internasional, sambil tetap menolak klaim sepihak "nine-dash line" Tiongkok yang melanggar UNCLOS 1982 (BBC News, 2023).

Namun, strategi kita tak lagi hanya soal pertahanan. Pemerintah kini menekankan ekonomi biru yaitu pengelolaan laut yang berkelanjutan. Konsep ini sejalan dengan visi "Poros Maritim Dunia" yang digaungkan Presiden Joko Widodo sejak 2014. Melalui pendekatan lintas sektor dari Kementerian Pertahanan hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia berupaya menyeimbangkan keamanan, ekonomi, dan kelestarian ekologi di Natuna.

Seperti halnya Sriwijaya menjaga harmoni perdagangan dan keamanan, Indonesia juga berupaya menjadi penjaga stabilitas di tengah rivalitas geopolitik kawasan.

Menghidupkan Kembali Jiwa Bahari Nusantara

Tantangan ke depan tidak ringan: modernisasi kekuatan laut Tiongkok, perubahan iklim, dan dinamika politik ASEAN menuntut strategi yang adaptif. Namun, di balik tekanan itu, Indonesia justru punya modal besar yaitu identitas maritim Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun