Mohon tunggu...
Aliva Rosdiana
Aliva Rosdiana Mohon Tunggu... Penulis - edupreneur

Sebagai seorang edupreneur, saya harus mengasah diri dengan meningkatkan kualitas diri agar menjadi seorang yang memberikan manfaat dalam dunia pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cermati Realita Hidup dengan Sastra

1 Juni 2023   13:09 Diperbarui: 1 Juni 2023   13:11 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cermati realita hidup dengan sastra (sumber: www.dictio.id)

Pada hakikatnya, sastra berperan penting dalam kehidupan dan membangun peradaban bangsa. Kekayaan budaya Indonesia dengan kearifan lokalnya merupakan karya sastra sebagai cerminan kehidupan masyarakat yang sarat nilai-nilai pesan positif yang terkandung baik nilai moral, nilai keagamaan, dan nilai budaya membentuk sebuah struktur dari peradaban masyarakatnya. 

Pengarang karya sastra mengungkapkan kehidupan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat tentang pengalaman hidup manusia. Peran sastra dalam membangun budaya kemungkinan kelak membangun kritik yang akan mempengaruhi pola pikir pembacanya. Imajinatif sang pengarang terpadu dengan kenyataan sosial masyarakat merupakan proses kreatif yang tercipta dan tidak lepas dari tumbuhnya karya sastra berasal.

Terdapat tiga kelompok karya sastra, yakni puisi, prosa (cerita pendek dan novel), dan drama. Pengalaman hidup manusia tertuang dalam karya sastra mulai dari pengalaman raga, indrawi, pikir, serta mental spiritual. Pengalaman hidup yang digambarkan pengarang melalui karya sastra tak ubahnya merupakan teori mimesis. 

Plato menggambarkan bahwa semua yang ada di dunia nyata ini merupakan tiruan alam ideal yang diwujudkan melalui seni dan sastra. Murid Plato, Aristoteles mengatakan sifat mimetik karya sastra tak hanya sekadar tiruan belaka, namun hasil kreativitas imajinasi hasil dari pemaknaan realita. Maka, penggambaran peristiwa kehidupan manusia yang terekam pada hakikatnya terikat oleh waktu dan tempat. Sementara, karya sastra tak terikat waktu dan tempat. 

Bahasa sebagai unsur pembentuk sastra menyentuh pikiran dan rasa pencipta karya sastra secara emosi dengan pemilihan penggunaan diksi yang tepat. Bisa dikatakan bahwa bahasa dalam sastra bersifat emotif dan ambigu bila dibandingkan bahasa yang digunakan dalam sains yang sifatnya lugas dan logis. 

Gaya bahasa menjadi unsur pembentuk dalam karya sastra seperti metafora, ironi, personifikasi, simile, dan paradoks. Unsur lainnya seperti tokoh, karakter, alur, dan latar belakang juga bisa dikatakan unsur pembentuk pembahasaan working vocabulary dalam gaya bahasa yang digunakan pada setiap cerita seperti komunikasi langsung sehari-hari.

Bahasa dan unsur pembentuk karya sastra berbicara mengenai pengalaman hidup manusia yang diwujudkan dalam karya sastra. Pengarang karya sastra tidak bertanggungjawab atas jawaban terhadap masalah-masalah kehidupan, namun karya sastranya mampu membawa orang merenung dan berpikir mengenai hakikat dan makna kehidupan yang tertuang dalam cerita karyanya. 

Menganalisis karya sastra secara logika  meliputi pendahuluan, tubuh, dan kesimpulan. Latar belakang dalam pendahuluan berbicara mengenai topik secara rasional, mengajak orang menganalisa masalah, dan perangkat alat yang digunakan untuk menganalisis. 

Tubuh akan membentuk analisis atau pembahasan untuk menemukan jawaban atas masalah-masalah sebagaimana yang tersirat dalam topik. Kesimpulan merupakan temuan yang berdasarkan hasil analisis. Keterkaitan satu sama lain antara pendahuluan, tubuh, dan kesimpulan, membentuk kesatuan.

Tak mudah memahami karya sastra bila kita tak memahami betul tentang karya sastra. Maka dari itu, kritik sastra (literary criticism) terlahir untuk mengajak orang berpikir secara mendalam dalam penganalisaannya. 

Kritik Sastra Baru (New Criticism) menekankan pentingnya close reading sebelum menganalisa. Tujuannya adalah untuk menemukan masalah sebelum menuju ke analisis menemukan jawaban masalah dengan menggunakan perangkat pisau analisis. Temuan analisis tersebut akan menjadi kesimpulan sebagai akhir penulisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun