Mohon tunggu...
alisaid
alisaid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar nulis

Belajar mikir

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Operational Agility: Mengenal Diri melalui Krisis

18 Maret 2022   19:07 Diperbarui: 18 Maret 2022   19:21 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ungkapan menarik dari seorang diplomat ulung asal Prancis, Charles Maurice de Talleyrand, yakni; Seratus Kambing Yang Dipimpin Oleh Seekor Singa Akan Jauh Lebih Berbahaya Ketimbang Seratus Singa Yang Dipimpin Seekor Kambing. Barangkali agak tidak berlebihan kalau ungkapan tersebut menggambarkan situasi yang di sebut Rhenal Kasali sebagai The Egde Of Caos. Masa transisi kian berlangsung ditiap generasi, lantas kita masih belum menemukan pola gerakan yang baru untuk membumikan ideologi masing-masing kelompok.

            Pandemi Covid-19 telah menempatkan tuntutan luar biasa kepada para pemimpin dalam berbagai level. Wabah Covid-19 merupakan peristiwa yang tidak terduga, suatu peristiwa dengan skala besar dan kecepatan luar biasa, menghasilkan tingkat ketidakpastian yang tinggi yang menimbulkan disorientasi, kehilangan kendali perasaan dan gangguan emosi tinggi.

            Pada saat yang sama, pandemi Covid-19 dengan ketidakpastiannya juga telah membuat para pemimpin lembaga/organisasi gelagapan dalam memberikan respon. Awalnya, para pemimpin dalam berbagai level menganggap krisis sebagai sesuatu yang biasa saja, bahkan cenderung meremehkan; termasuk kemungkinan krisis dan dampak yang bisa ditimbulkannya. Begitu para pemimpin menyadari adanya dampak krisis, mereka (pemimpin) mulai melakukan respons. Tetapi mereka tidak merespons sebagaimana dalam keadaan siap, dengan mengikuti rencana yang telah disusun sebelumnya. Yang Terpenting dalam menghadapi situasi krisis kesehatan saat ini menurut Arnold M. Howitt and Herman B. Leonard adalah para pemimpin puncak harus mengakui bahwa telah terjadi krisis besar yang melanda. Mungkin ini adalah langkah yang sulit, terutama diawal krisis.

Ketangkasan Pemimpin

            Ketidakpastian kapan berakhirnya pandemik tentu menjadi dilema tersendiri bagi tiap kelompok organisasi, namun hal tersebut seharusnya dilihat dari sebuah sudut pandang yang baru agar krisis yang terjadi tidak berkepanjangan. Situasi krisis tersebut tentu memacu Agility kita dalam memproyeksikan gagasan dan gerakan yang solutif. Peran pemimpin sebagai seorang yang memandu jalan haruslah jelas, bahkan kehadiran pemimpin dalam situasi krisis seperti ini sangat diperlukan. Para pemimpin pada situasi krisis harus mampu memandu jalan, mengambil keputusan, memulai dan mengoperasikan tindakan.

            Selama keadaan krisis orang membutuhkan pemimpin yang kuat, percaya diri dan mudah diajak komunikasi. Para pemimpin harus mampu mengatasi keadaan krisis di mana terdapat lingkungan kekacauan dalam organisasi, mereka harus merestrukturisasi organisasi dan mengadopsinya dengan keadaan baru atau  Adaptative Response dan adaptative Challenge.


            Sebelum jauh bicara tentang agility, para pemimpin harusnya paham tentang manajemen krisis. Berbeda dengan manajemen risiko, yang melibatkan penilaian potensi ancaman dan menemukan cara terbaik untuk menghindari ancaman, manajemen krisis berurusan dengan ancaman sebelum, selama, dan setelah terjadi. Bangunan pikiran tersebut merupakan proses awal sebelum pemimpim mengoperasionalkan setiap ide yang ia punya agar dapat meminimalisir resiko yang terjadi pada suatu organisasi. Kemampuan dalam konteks manajemen yang lebih luas yang terdiri dari keterampilan dan teknik yang diperlukan untuk mengidentifikasi, menilai, memahami, dan mengatasi situasi yang serius, terutama sejak pertama kali terjadi hingga titik dimulainya prosedur pemulihan.

            Setidaknya gambaran awal pandemik menyerang hampir seluruh belahan dunia hingga lambat laun segala proses kehidupan mulai beralih, harus dilihat bagaimana para pemimpin dunia menjaga kestabilan negara mereka walaupun dalam situasi krisis kesehatan. Misalnya, Upaya pertama yang dilakukan dalam aspek kehidupan sosial adalah memberikan pemahaman lebih terhadap krisis sehingga kesepahaman dalam melihat situasi tersebut menjadi modal kerjasama sekalipun di ajak untuk menjaga secara mandiri namun hal mendasar seperti itu membutuhkan kemampuan dari pemimpin. Hal tersebut menggambarkan model komunikatif dan diikuti dengan kemampuan menganalisa krisis yang akan terjadi, kecakapan seperti itu amat diperlukan.

            Upaya kedua adalah memberikan alternatif baru melanjutkan langkah kesepahaman adanya krisis, setidaknya manajemen yang dirancang untuk di ikuti seluruh anggota harus jelas orientasinya misalnya, kebijakan Work From Home yang di terapkan pemerintah disamping itu disiapkan pula sistem informasi dan jaringan yang baik dalam menerapkan kebijakan tersebut. Sehingga ketika seluruh masyarakat diarahkan untuk tetap di rumah dalam masa pandemik mereka juga masih tetap menjalankan aktivitas walaupun dengan model yang cukup baru di indonesia. Akan tetapi tidak bisa kita pungkiri bahwa sekalipun kebijakan tersebut dikritik banyak pihak karena ketidakefektivan aktifitasnya namun semua bergerak menggunakan metode tersebut.

            Ketidakbiasaan dan ketidakpastian berakhirnya krisis, menuntun setiap pemimpin harus dapat berimprovisasi. Seperti misalnya kebijakan kerja dari rumah, penyesuaian praktik kerja yang sedang berlangsung, termasuk juga adalah adopsi alat baru dalam membantu masyarakat yang dapat bermanfaat untuk mempertahankan bahkan setelah krisis berlalu.

Mentality : Bercermin melalui diri

            Saat menulis sepucuk pikiran ini, saya berada dalam perjalanan dari Marinsow, Minahasa Utara menuju Kota Manado. Satu jam perjalanan di mobil yang saya tumpangi terbesik dalam pikiran saya tentang Agility, buku karangan Prof. Rhenal Kasali. Yang mengarahkan saya pada perenungan seorang Supir dan Penumpang. Tentu mengenai krisis dengan ketidakpastian berakhirnya selalu menimbutkan dilema tersendiri, tapi disisi lain hal tersebut merupakan tantangan bagi tiap organisasi dalam berinovasi. Sudah terlalu banyak saya melihat tiap organisasi selalu bicara mengenai inovasi, kreatifitas dan produktifitas. Namun krisis itu datang dan seluruhnya diam terombang ambing.

            Selain pandemik yang merubah seluruh pola kehidupan, ia juga merubah seluruh pola pemikiran. Namun apakah Perubahan tersebut bisa dilihat oleh tiap organisasi atau tidak? Kemudian langkah apa yang bisa di ambil sebagai alternatif pikiran?  Rasanya organisasi mahasiswa masih sibuk berkonflik secara internal, dan tertidur dengan kata-kata bijak para filsuf.  Keresahan lain juga bermunculan, melihat organisasi yang makin apatis dalam perkembangan IPTEK, kita lebih sibuk mengeluh dengan keadaan yang dimaknai sebagai bahasa ketidakmampuan. Anda bisa menambah daftar seberapa banyak lagi masalah yang anda lihat.

            Seperti yang digambarkan dalam ungkapan Charles Maurice tentang kelincahan seekor singa yang merubah seribu domba menjadi 'singa' atau team yang tangkas. Ini membutuhkan sikap dan mental yang kuat dalam menggerakan seluruhnya sehingga menghasilkan keunggulan-keunggulan baru. Dan kata Kasali, kita perlu mengubah dengan kepemimpinan setangkas singa, sekalipun yang dipimpin semata-mata orang baik yang lelet, lamban, dan masih bermental penumpang.

            Mentalitas penumpang (Pessengger's Mentality) melahirkan kelompok manusia pekerja yang sulit dibentuk menjadi pemimpin karena mereka terbelenggu dengan The Comfort zone. Mereka menjadi kurang tangkas dalam mengambil kesempatan-kesempatan baru ataupun terlibat dalam perubahan. Sekalipun mentalitas penumpang ini dibutuhkan dalam beberapa kelompok sebagai pekerja fisik tentu akan berimplikasi pada realisasi kerja yang semerawut dan tak terarah. Sebaliknya, Mentalitas pengemudi ( Driver's Mentality) adalah modal awal bagi suatu kelompok karena selalu menangkap peluang-peluang baru dengan pengambilan langkah yang cepat dan tepat.

Passenger's Mentality

(Mentalitas Penumpang)

Driver's Mentality

(Mentalitas Pengemudi)

  • Boleh Mengantuk ataur Tidur
  • Tak merasa perlu tahu arah jalan, tidak mengerti dimana berada.
  • Tidak merasa perlu merawat "Kendaraan"
  • Tidak menuntut diri untuk mengambil inisiatif ketika "Jalan Macet" atau "Tersumbat"
  • Menghindari risiko, lebih baik menjadi pengekor yang aman.
  • Menjadi "Beban" Bagi orang lain.
  • Tidak boleh ngantuk, apalagi tidur
  • Harus tahu arah jalan, tujuan dan alternati-alternatif jalan yang tersedia
  • Berani mencoba, mencari insight, menemukan jalan-jalan baru
  • Terpanggil merawat kendaraan "Organisasi"
  • Berinisiatif, berani melangkah, dan mengambil tindakan
  • Mengambil risiko-risiko terukur, seperti, berani "Kesasar" Untuk menemukan jalan baru.
  • Menjadi solusi bagi orang lain.

(Baca: Rhenal Kasali, Agility; Bukan singa yang Mengembik).

Mental seperti ini seharusnya dibangun sejak seluruh anggotanya berada pada gerbang awal untuk berkecimpung dalam ruang organisasi atau ruang penanaman nilai dan doktrin organisasi. Sehingga untuk membentuk gerakan yang tangkas akan dicapai kelak.

 You Have To Ran Fast

            Setelah anda melihat diri anda berada pada mental antara penumpang dan pengemudi rasanya tidak cukup hanya sekedar tahu saja. Dalam situasi krisis, seorang pemimpin di tuntun untuk cakap menangani masalah yang datang. Memang benar dalam beberapa tulisan yang saya baca bahwa tidak ada model pemimpin yang sempurna bahkan tipikal pemimpin seperti  Raja Midas dalam mitologi yunani yang amat sakti. bahwa segala yang tersentuh tangannya berubah menjadi emas. Namun rasanya terlalu apologi kalau kita bicara secara real-nya seorang pemimpin di dunia yang serba realistis seperti ini. Barangkali hanya hikmah dari mitologi tersebut saja yang bisa diambil bahwa apapun yang Midas sentuh akan berubah wujud menjadi emas.

            Dalam suatu organisasi mahasiswa tidak menutup kemungkinan bahwa ada midas-midas yang  bermunculan, namun harus realistis bahwa kita bisa mengubah segala sesuatu yang ditempati tetapi harus memiliki kemampuan mendasar dalam mengubah tersebut. Kemampuan manajerial yang baik barangkali bisa menjadi salah satu prasyarat dalam melangkah berdasarkan apa yang ingin kita capai.

            Lain pihak kemampuan mengubah langkah organisasi harus juga bermentalkan pengemudi, karena sulit rasanya apabila hanya bermentalkan penumpang namun bermimpi menjadi pengemudi sedangkan untuk mengemudikan kendaraan saja tidak tahu caranya. Ketangkasan dalam menganalisa krisis yang hendak terjadi merupakan modal terpenting, sekalipun tidak bisa kita nafikan bahwa proses menganalisa dampak-dampak yang akan datang membutuhkan kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang baik.

            Pola yang bisa kita hadirkan sebagai alternatif pengembangan organisasi adalah memperkaya khasana pemikiran yang dibentuk melalui lembaga pengetahuan yang tekun bicara persoalan pengembangan IPTEK. Adapula kemampuan mengkonsumsi literatur karena akan membentuk pola pikir dan mempertajam analisis.  Tentu hal seperti ini belum terlambat untuk dilakukan oleh tiap organisasi terkhususnya para pemimpin, namun akan sangat bodohnya apabila tidak memiliki kemampuan menganalisis sesuatu kemudian dengan kosongnya melahirkan keputusan tanpa membayangkan apa yang akan terjadi. Hal seperti ini sudah saya temui di beberapa organisasi mahasiswa yang cepat dalam mengambil keputusan namun tidak tepat pada porsi-nya, bahkan merugikan citra organisasi mereka. Ibarat dalam hutan, mereka adalah rusa yang responsif terhadap ancaman namun saking cepatnya ia menghindar dari pemangsa, ia lupa bahwa tempat persembunyiannya adalah rumah para tawanan singa yang lapar.

            Di era distriupsi, kemajuan aspek kehidupan adalah pemangsa sesungguhnya. Ia menggerakkan segala macam sektor bahkan pada sektor teknologi dan informasi. Salah satu sektor yang cukup mengubah pola hidup manusia ini seakan menjadi prasyarat manusia moderen, seluruhnya telah berubah bahkan untuk menggerakkan organisasi pun tiap tahunnya memiliki cara yang berbeda dikarenakan tantangan yang semakin kompleks.

            Pendangan ini bisa kita lihat dari anggapan beberapa tokoh pemikir seperti heraklitus yang meyakini bahwa segala sesuatu pasti berubah. Kita hanya perlu melihat dan memproyeksikan setiap peluang serta ancaman yang berada didepan kita bahkan dunia yang berkembang sekalipun, namun sebagai catatan bahwa pengetahuan itu penting untuk mengaktifkan pikiran analis yang baik. Sebagai rusa, anda harus berlari cepat untuk menghindari kejaran pemangsa. Sebagai singa, anda pun harus mampu berlari cepat untuk memburu mangsa. Jika tidak-entah anda akan menjadi mangsa, atau tidak memperoleh mangsa -- keduanya punya akibat yang sama.

Selamat merenungkan.

Oleh: Ali Said

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun