Mang Tarsu berhenti di depan rumah si Kabayan lalu memencet klakson motornya. Nyaring, nggak menjerit kayak orang kejepit lagi. Maklum, motornya memang baru. Kabayan melirik. Jarang-jarang soalnya ada sepeda motor lewat, karena jalan ke rumahnya memang cuma jalan setapak dan naik-turun. Apalagi kalau musim hujan, ditambah dengan licin pula. Hanya orang ahli bawa motor saja yang bisa.
"Kridit Kang. Ada kueh kaleng, sirop botol, kurma, sarung, mukena, sajadah, baju koko, open, loyang, pe-o cangkang ketupat... pokoknya semua yang berkaitan dengan kebutuhan puasa dan lebaran, sedia dan bisa disediakan!" kata Mang Tarsu.
"Motor baru, Mang?" Kabayan malah balik nanya.
"Iya, Kang, supaya usaha saya tambah lancar," jawab Mang Tarsu, "Karena kreditur saya di kampung-kampung begini, kendaraannya harus disesuaikan, biar bisa menjangkau semua pelosok, termasuk bisa lewat di depan rumah Akang..." katanya sambil mengelus-elus motor barunya, motor jenis trail, bukan motor bebek butut lagi.
"Kes apa kridit?" tanya Kabayan lagi sambil berjalan mendekat, lalu melihat-lihat motor baru tukang kridit itu.
"Kes lah, kalau kredit jatuhnya lebih mahal, capek juga nyicilnya..." jawab Mang Tarsu.
"Sekarang masih tukang kridit kan?" tanya Kabayan lagi.
"Masih lah Kang, mau jadi apa lagi...."
"Kenapa nggak jadi tukang kes saja? Kan Mang Tarsu juga beli motor kes, nggak mau kridit. Katanya mahal, capek bayarnya...."
"Beda atuh Kang. Kalau begitu saja nanti malah ganti propesi, bukan tukang kridit lagi, tapi jadi penjual keliling biasa..." jawab Mang Tarsu.
"Memang nggak boleh?"