"Enggak Kang. Bener kata Akang, yang penting niat. Saya mau meluruskan niat saya sambil nerusin masak!" jawab Nyi Iteung.
"Masak apa sekarang?" tanya Kabayan sambil tersenyum.
"Sop ayam..." jawab Nyi Iteung pendek.
"Wah tumben, begitu dong, mumpung puasa belum mulai, menyenangkan perut dulu!" si Kabayan cengangas-cengenges.
Iteung tak menjawab, ia berjalan masuk dan menuju dapur untu mengengok air yang sedang direbusnya. Sudah mendidih. Ia pun segera mengangkatnya, lalu berteriak pada suaminya, "Kang, sopnya sudah siap. Sini, mumpung masih panas!"
Kabayan langsung melompat dari bale-bale, melilitkan sarungnya di pinggang dan bergegas masuk. Ia lalu duduk di lantai rumah panggungnya menunggu istrinya menyajikan makanan.
Nyi Iteung menghampirinya sambil membawa panci dan mangkok juga sendok. Ia menaruh mangkok dan sendok di depan Kabayan yang duduk bersila. Setelah itu ia menuangkan separuh isi panci yang masih mengepul itu ke dalam mangkok.
"Silakan dinikmati sopnya Kang..."
Kabayan bengong. "Sop apa ini? Katanya sop ayam, kok bening begini, nggak ada sayur-sayurnya acan, apalagi ayamnya..."
Nyi Iteung meraih bulu ayam yang biasa dipake membersihkan kuping suaminya dan menaruhnya di atas mangkok. "Nih, saya sudah niatkan masak sop ayam hari ini. Tapi karena sayurnya nggak ada, bumbu dan garamnya sudah habis juga, terus ayam cuma ada bulunya aja, ya anggap saja ini sop ayam. Kan kata UTS, Ustad Tatang Somad, yang penting niatnya!"
Kabayan sudah mangap mau ngomong, tapi Nyi Iteung sigap menutup mulutnya. "Belajar nahan omongan Kang!"