Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (117) Belajar Bahasa Jerman, atau...

1 April 2021   20:32 Diperbarui: 8 April 2021   10:41 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Episode Awal Vol. III: (101) Digantung Status

Episode Sebelumnya: (116) Dua Kubu Narodniks

*****

Semakin membaca tulisan Vladimir Ulyanov itu, semakin kagum Soso kepadanya. Ia bisa begitu memahami Marx sampai pada padanan-padanan kata yang menurutnya pas. Soso menduga, Ulyanov bisa berbahasa Jerman. Menurutnya ini salah satu kunci lahirnya pemahaman Ulyanov pada karya Marx. Jika ia membaca Kapital dalam Bahasa Rusia, mungkin ia paham, tapi tak semendalam itu.

Ini sama dengan yang terjadi padanya. Marx menulis dalam Bahasa Jerman, lalu karyanya itu diterjemahkan ke dalam Bahasa Rusia, dan Soso membaca terjemahan Rusia itu. Di situ saja pasti sudah ada distorsi, baik yang disengaja maupun yang tidak, entah itu karena kesulitan mencari padanan kata, atau memang si penerjemahnya yang memaknainya berbeda. Dan ia sendiri, meski sudah cukup bisa berbahasa Rusia, tapi ia yakin, aka nada distorsi pula dalam pemaknaannya. Setidaknya, ada dua kemungkinan itu.

Baginya itu buruk. Sementara teks-teks yang menarik, banyak yang ditulis oleh orang Jerman yang tentu saja menggunakan bahasanya itu. Soso jadi kepikiran untuk belajar bahasa lagi seperti dulu ia belajar Bahasa Rusia pada bapaknya si Irena, Pak Dmytro Federov. Itu juga mungkin agak keliru, karena ia belajar Bahasa Rusia pada orang Ukraina.

"Kalau sekarang aku belajar Bahasa Jerman, aku harus langsung belajar pada orang Jermannya sendiri!" pikirnya. Dimana? Ah, Soso jadi teringat pada Sabine. Seandainya gadis itu belum pulang, betapa menyenangkannya jika ia bisa belajat Bahasa Jerman darinya.

Rasa penasarannya pada sosok Vladimir Ulyanov, sekarang ditutupi dengan keinginannya untuk belajar bahasa lagi. Ya, Bahasa Jerman.

*****

Berbekal pengalamannya tinggal di lingkungan orang Jerman --di kontrakan si Lado yang masih saja sunyi dan terlihat makin tak terawat itu, Soso bertanya-tanya di Kedai Jerman, kedai tempat Sabine dulu bekerja dan ia mengenalnya di situ.

Seorang pegawai kedai yang dikenal Soso --setidaknya mereka saling mengenal wajah, meski tak saling kenal nama masing-masing---menjadi tempat bertanya Soso. Siapa tahu ia mengenal seseorang yang bersedia mengajarinya Bahasa Jerman. "Apa kau ingin belajar untuk bercakap-cakap?" tanya pegawai itu, Hans Ulser namanya, setelah Soso menanyakan namanya juga.

"Bukan hanya bercakap-cakap, bahkan itu mungkin tak terlalu perlu. Aku ingin bisa membaca teks berbahasa Jerman," jawab Soso.

"Mungkin bibiku bersedia mengajarimu..." lanjut si Hans, "Ia sudah fasih berbahasa Rusia, dan kebetulan dia tak punya kegiatan di sini.."

"Boleh tuh, bagaimana aku bisa menghubunginya?" tanya Soso.

"Biar kutanyakan dulu nanti setelah selesai aku kerja," jawab si Hans. "Datanglah besok lagi ke sini, akan kukabari kamu..."

Soso mengangguk. Tadinya ia sudah hampir pamitan tapi si Hans menahannya. "Asal kamu tahu, Bibiku itu adalah ibunya Sabine!"

Soso melongo.

"Akan kukatakan padanya kalau kau adalah sahabat Sabine waktu di sini..." lanjut si Hans.

"Apakah ia akan benar-benar bertunangan atau menikah?" tanya Soso.

Hans menggeleng, "Entahlah. Mungkin juga tidak atau belum, karena kedua orangtuanya masih di sini," katanya. "Mungkin hanya ingin menemui kekasihnya, memperjelas hubungannya atau bagaimana..."

Soso merasa tatapan si Hans agak-agak aneh, seolah menuduh sesuatu. "Aku senang berteman dengannya. Sayangnya tak sempat bertemu walau hanya untuk mengatakan selamat tinggal..."

"Dia menyukaimu!" kata si Hans.

"Aku juga menyukainya," tukas Soso. "Sebagai teman..."

"Dia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu!" kata si Hans lagi. "Aku bisa melihatnya saat ia jalan-jalan denganmu dulu. Ia memakai pakaian terbaiknya. Dan ia tampak sangat berbahagia. Tapi setelah itu, ia mulai murung, sampai akhirnya memutuskan untuk pulang!"

"Tapi aku..."

"Bukan salahmu..." si Hans memotong omongan Soso. "Aku hanya ingin kau tahu saja soal itu!"

Soso terdiam sejenak, "Ya, terimakasih. Aku akan kembali lagi besok untuk menanyakan kesediaan bibimu, mmm ibunya Sabine itu!"

Hans mengangguk.

*****

Apa pula ini, rutuk Soso. Niatnya belajar Bahasa Jerman itu adalah agar ia bisa memahami teks-teks layaknya Valdimir Ulyanov, lah ini balik-balik malah jadi kepikiran soal cewek Jerman; Sabine. 

Ia tadinya berpikir 'tutup buku' soal gadis itu. Ya, ia memang menyukainya. Mungkin Sabine juga begitu. Tapi di obrolan saat 'kencannya' berkeliling Tiflis dengan kereta kuda itu kan tak mengarahkan apapun. Sabine bercerita tentang hubungannya dengan pasangannya, anggota angkatan laut itu. Dan Soso bercerita tentang gadis-gadis itu, termasuk Tatiana.

Lalu kenapa si Hans yang ternyata sepupunya itu, malah mengatakan hal yang tadi. Ah, pusing. Maunya sih Soso nggak memikirkannya, tapi tetap saja kepikiran. Apalagi besok, kalau jadi, ia malah akan belajar Bahasa Jerman pada ibunya Sabine!

Atau ia batalkan saja dan mencari guru yang lain?

*****

Perempuan setengah baya yang potongan wajahnya langsung mengingatkan Soso pada Sabine itu malah menemuinya langsung di Kedai Jerman keesokan harinya. "Jadi kamu yang akan belajar Bahasa Jerman itu?" tanyanya sambil mengamati Soso dari atas sampai ke bawah.

Soso malah jadi  grogi. "Betul Nyonya..."

"Hannah Ulser..." ia menyebutkan namanya.

"Saya Koba Djugashvili..." giliran Soso menyebutkan namanya, nama yang makin sering ia sebut, alih-alih Joseph Djugashvili nama aslinya itu.

"Untuk apa siswa seminari sepertimu belajar Bahasa Jerman?" tanya Nyonya Ulser.

Soso jelas tak bisa berbohong soal identitasnya, karena jelas ia masih memakai seragamnya.

"Saya tertarik dengan teks-teks berbahasa Jerman, Nyonya..." jawab Soso.

"Teks seperti apa?"

Soso garuk-garuk kepala, "Seperti karya-karyanya Marx, Hegel, dan lainnya..." Soso mengatakan yang seungguhnya.

"Bukankah itu dilarang di sekolahmu?"

Soso mengangguk, "Begitulah keadaannya, Nyonya..." jawab Soso. "Justru karena itulah saya makin ingin mengetahuinya, apa yang salah dari teks-teks itu sehingga harus dilarang.."

"Kan ada terjemahannya dalam Bahasa Rusia!"

"Nyonya pasti tahu bagaimana buku teks terjemahan itu..."

Perempuan itu tersenyum. Duh, bahkan senyumnya pun mirip banget sama si Sabine, anaknya. Jangan-jangan si Sabine itu nggak ada mirip-miripnya dengan bapaknya, semuanya nurun dari ibunya. "Kapan kau mau belajar?"

"Saya hanya bisa jam istirahat seperti ini, Nyonya..."

"Datanglah ke rumahku, mulai besok!"

"Bagaimana dengan bayarannya, Nyonya?" tanya Soso.

"Kita bicarakan besok!"

*****

Setelah mendapatkan alamat tempat tinggalnya yang ternyata tak jauh dari kedai itu, Soso mendatangi rumah Nyonya Hannah Ulser keesokan harinya. Si Kamo ikut, dia bilang ia juga mau belajar Bahasa Jerman, padahal Bahasa Rusianya saja masih belepotan sampai saat itu. Soso sudah melarangnya, tak ada pentingnya belajar Bahasa Jerman saat ini. Tapi dia tetap ngotot. "Aku kan bayar juga nanti!"

Tapi akhirnya, si Kamo yang menyerah sendiri. Lidahnya bener-bener belepotan walau hanya untuk mengatakan 'das, der, die.' "Kau saja lah yang belajar... nanti aku kau ajari!" katanya.

Nyonya Hannah Ulser tak menyebutkan angka honornya. "Kita bicarakan lagi nanti.." katanya, padahal kemarin dia bilang akan membicarakannya besok, atau hari ini. Ia juga tak mau menentukan hari apa jadwal belajarnya. "Datang saja kapan kau bisa. Kecuali aku sedang tak bisa ya kita libur..."

Setelah itu, tinggallah Soso sendirian yang datang ke sana. Si Kamo sudah nggak mau ikut lagi. Mulanya Nyonya Hannah mengajarinya seperti biasanya. Ia memperkenalkan prinsip-prinsip dasar dalam Bahasa Jermah, termasuk pelafalannya.

Setengah jam istirahat habis, ia menghentikannya. "Nanti kita lanjutkan, kau lancarkan dulu yang tadi..." katanya. "Ada yang perlu kutanyakan dulu darimu..."

"Apa itu, Nyonya?" tanya Soso.

"Sejauh apa hubunganmu dengan anakku, Sabine?"

Soso bengong. "Saya... saya hanya berteman saja Nyonya, ngobrol, dan yaa pernah satu kali mengajaknya jalan-jalan keliling Tiflis. Mmm itu juga sebetulnya dia yang meminta saya yang menemaninya, bukan saya yang mengajak..." jawab Soso seadanya. "Memangnya kenapa Nyonya?"

"Ia mendadak bertingkah aneh, seperti orang bingung. Lalu tiba-tiba saja ia memutuskan untuk kembali ke Hamburg..."

"Apa hubungannya dengan saya soal itu?" tanya Soso.

"Dulu ia memaksa ikut kemari karena ingin menghindari calon tunangannya itu. Katanya ia tak nyaman, ingin mengakhiri hubungannya. Tapi tiba-tiba saja ia berubah pikiran..."

Soso bingung. Ia bener-bener nggak tahu apa-apa soal itu.

"Tunggu sebentar, ada sesuatu yang dia titipkan untukmu...." Nyonya Hannah meninggalkan Soso dan tak lama kembali lagi dengan sebuah bungkusan kecil bersama dengan sepucuk surat. Ia menyerahkannya pada Soso.

"Surat itu dititipkan pada si Hans, tapi si Hans tak berani memberikannya langsung padamu, jadi ia menyerahkannya pada saya. Tadinya hampir kubuka suratnya dan apa isinya. Tapi setelah bertemu denganmu, saya rasa kamu berhak untuk menerimanya!"

"Lalu apa yang harus saya lakukan? Atau mungkin ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" tanyanya.

"Bawalah dulu itu, buka suratnya, mungkin setelah itu kau mendapatkan sesuatu yang bisa kau bagi dengan saya..."

"Baik Nyonya...."

*****

BERSAMBUNG: (118) Jurnal Ringkasan Buku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun