"Semoga kalian suka dengan borscht[1] yang dimasak istriku..." kata Pak Sokoroff. "Tenang saja Pak Hameed, ini borscht dengan daging ikan...." lanjutnya sambil melirik Pak Hameed.
Pak Hameed tersenyum dan mengangguk. "Saya percaya pada Bapak!"
"Sayangnya, kami sedang tak punya smetana.[2] Kalau ada pasti lebih lezat..." kata Pak Sorokoff, "Silakan berdoa masing-masing, saya tidak bisa memimpin doa untuk kalian.."
Soso dan si Vaso hampir saja langsung main sikat kalau nggak denger omongan terakhir Pak Sorokoff. Mereka pun mengambil posisi berdoa. Tapi seperti di seminari sekalipun, Soso tak pernah benar-benar berdoa. Apalagi kali ini, matanya justru malah mengintip tiga orang yang berada di depannya, Vaso, Pak Hameed, dan tuan rumah Pak Sorokoff yang melakukan ritual doa makannya masing-masing. Sebuah pemandangan yang sangat langka!
Kalau saja Pak Yedid yang Yahudi itu ada di situ, pasti lebih menarik lagi, ada orang Doukhobor, Muslim, Orthodoks, dan Yahudi. Bertemu dalam sebuah meja, dan dipersatukan oleh sepanci sup merah!
Tak lama, Pak Sokoroff mempersilakan para tamunya untuk menikmati hidangannya.
Tanpa pikir panjang lagi, Soso dan Vaso segera menyantapnya. Beneran nikmat, apalagi di tengah cuaca sedingin itu. Sup itu berisi potongan daging ikan, kubis, wortel, kentang, tomat, dan warna merahnya yang menyala berasal dari bit merah. Rasanya yang paling dominan adalah asam dan gurih.
*****
Selesai sarapan pagi yang nikmat itu, tentu saja Soso tak bisa langsung mengajak melanjutkan perjalanan. Masak iya SMP, Sudah Makan Pulang. Tapi ia tak ingin melanjutkan obrolan sebelumnya. Terlalu berat. Jadilah mereka hanya mengobrol yang ringan-ringan saja, tentang sup merah menyala tadi terutama.
Akhirnya, Pak Hameed, kusir kereta kuda itu sendiri yang mengajak mereka pamit. Ia berpelukan erat dengan sahabatnya, Pak Sorokoff.
"Sering-sering mampir, kawan. Kami tak tahu berapa lama lagi akan berada di sini..." kata Pak Sorokoff.