Mohon tunggu...
Tifanaas
Tifanaas Mohon Tunggu... Mahasiswa Sains Data Universitas Negeri Surabaya

Mahasiswa yang gemar menulis dan tertarik pada kemajuan teknologi, sains, serta berbagai fenomena di sekitar. Menjadikan tulisan sebagai cara untuk berbagi perspektif dan wawasan.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Belajar dari Revolusi Industri: AI Bukan Akhir, tapi Awal

14 Maret 2025   04:34 Diperbarui: 14 Maret 2025   10:45 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence(Sumber: Desain Canva)

Akhir-akhir ini, kita semakin sering mendengar pernyataan bahwa AI akan menggantikan pekerjaan manusia, terutama dengan pesatnya perkembangan teknologi ini. Kekhawatiran ini bukanlah hal baru. Sejarah menunjukkan bahwa setiap kemajuan besar dalam teknologi selalu dianggap sebagai ancaman bagi tenaga kerja manusia.

Sejak Revolusi Industri pertama di abad ke-18, perubahan teknologi terus mengubah cara manusia bekerja. Mesin uap menggantikan tenaga hewan dan manusia, listrik mempercepat produksi massal, dan komputer merevolusi industri digital. Setiap kali teknologi baru muncul, ada kekhawatiran bahwa manusia akan kehilangan pekerjaan. Namun, yang terjadi bukan sekadar penghapusan pekerjaan lama, melainkan pergeseran dan penciptaan peran baru.

Lantas, apakah AI benar-benar berbeda dari revolusi teknologi sebelumnya? Ataukah ini hanya pengulangan sejarah di mana mereka yang mampu beradaptasi justru akan bertahan dan berkembang?

Revolusi Industri pertama (1.0) dimulai pada abad ke-18 dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt. Penemuan ini memungkinkan pekerjaan menjadi lebih efisien, menggantikan tenaga manusia dan hewan dalam berbagai sektor industri. Saat itu, banyak yang khawatir akan kehilangan mata pencaharian. Namun, alih-alih sepenuhnya menggantikan manusia, mesin uap justru membuka peluang kerja baru dan mendorong perkembangan industri secara keseluruhan.

Revolusi Industri 2.0 ditandai dengan kemajuan dalam teknologi listrik, telekomunikasi, dan transportasi. Peralihan dari mesin uap ke tenaga listrik memungkinkan produksi menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan. Seiring dengan meningkatnya industrialisasi, banyak masyarakat agraris beralih ke kota untuk bekerja di pabrik. Pada masa ini, keterampilan manual mulai tergeser oleh keterampilan teknis dan mekanis. Awalnya, masyarakat merasa khawatir akan kehilangan pekerjaan. Namun, mereka yang mampu beradaptasi memilih untuk mengembangkan keterampilan baru agar dapat mengoperasikan mesin dan teknologi yang semakin berkembang.

Revolusi Industri 3.0 dimulai pada pertengahan abad ke-20, ditandai dengan kemunculan komputer dan internet yang mengawali era digital. Alan Turing menjadi tokoh penting dalam pengembangan komputasi modern, yang kemudian membuka jalan bagi pemrosesan data dalam skala besar.

Pada era ini, otomatisasi dan robotika mulai menggantikan pekerjaan manual di sektor industri. Mesin-mesin cerdas memungkinkan produksi yang lebih efisien dan mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manusia. Robot pun mulai digunakan dalam berbagai bidang, dari manufaktur hingga perawatan kesehatan.

Namun, seperti revolusi sebelumnya, ini tidak berarti manusia kehilangan pekerjaan begitu saja. Justru, muncul kebutuhan akan keterampilan baru di bidang teknologi informasi, pengembangan perangkat lunak, analisis data, dan layanan digital. Profesi seperti pengembang aplikasi, analis data, dan insinyur jaringan menjadi sangat dibutuhkan. Agar tetap relevan, pekerja pun harus mulai menguasai keterampilan digital, seperti pemrograman, analisis data, dan pemahaman teknologi informasi.

Revolusi Industri 4.0 dimulai sejak awal 2000-an hingga sekarang, membawa kemajuan yang lebih pesat dengan memanfaatkan teknologi dari revolusi sebelumnya. Era ini ditandai dengan perkembangan teknologi digital yang semakin canggih dan akses informasi yang semakin cepat. Hampir semua aspek kehidupan kini terdigitalisasi untuk mempermudah akses data dan meningkatkan efisiensi.

Salah satu kemajuan utama di era ini adalah kecerdasan artifisial (AI), yang terus dilatih menggunakan data dan informasi baru untuk menganalisis pola serta memberikan wawasan yang lebih mendalam. Teknologi big data memungkinkan pengolahan informasi dalam jumlah besar untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih akurat. Sementara itu, cloud computing hadir sebagai solusi penyimpanan data yang efisien dan mudah diakses.

Transformasi digital juga mengubah cara kerja di berbagai sektor. Belanja, pengiriman barang, transportasi, dan telekomunikasi kini banyak dilakukan secara online. Akibatnya, pekerjaan yang tidak beradaptasi dengan teknologi mulai tergeser. Mereka yang mampu memanfaatkan perkembangan ini justru mendapatkan peluang baru untuk mempermudah pekerjaan atau mengembangkan usaha mereka.

Kemunculan AI di era Revolusi Industri 4.0 semakin sering dibicarakan, terutama karena perkembangannya yang begitu pesat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa AI akan menggantikan pekerjaan manusia, terutama di negara-negara maju yang mulai mengandalkan teknologi otomatisasi dibandingkan tenaga kerja manusia. Namun, benarkah kemajuan AI adalah ancaman?

Jika melihat sejarah Revolusi Industri, perubahan teknologi selalu menggeser peran manusia, tetapi juga membuka peluang baru bagi mereka yang mampu beradaptasi. Hal yang sama berlaku untuk AI. Bukan AI yang akan menggantikan pekerjaan manusia, melainkan mereka yang tidak memanfaatkannya akan tertinggal. Seperti yang dikatakan CEO Nvidia, Jensen Huang:

"Anda tidak akan kehilangan pekerjaan karena AI. (Tetapi) Anda akan kehilangan pekerjaan karena orang yang memakai AI," dalam acara Indonesia AI Day.

Dengan kata lain, bukan teknologi yang menjadi ancaman, melainkan bagaimana kita menyikapinya.

Saat ini, teknologi berkembang begitu pesat, dan banyak orang mulai mengadaptasi kemajuan ini dengan perangkat mereka masing-masing. Pengolahan data menjadi bagian penting dalam berbagai bidang, dan pekerjaan yang berkaitan dengan data serta ilmu komputer semakin dibutuhkan.

Di era ini, tenaga manusia tidak lagi menjadi faktor utama dalam produksi seperti dahulu. Sebaliknya, kemampuan berpikir, menganalisis, dan mengolah informasi menjadi lebih berharga. Tak heran jika bidang seperti sains data, kecerdasan buatan, dan ilmu komputer semakin diminati, baik di dunia akademik maupun industri. 

Hal ini didukung oleh banyaknya perguruan tinggi yang membuka program studi terkait teknologi dan data, mempersiapkan generasi yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Pendidikan di bidang ini diharapkan tidak hanya mencetak tenaga kerja yang siap bersaing, tetapi juga individu yang mampu mendorong inovasi dan kemajuan di masa depan.

Jadi, kita tidak perlu khawatir dengan pergeseran tenaga kerja yang semakin didominasi oleh AI. Selama kita mampu beradaptasi, memanfaatkan teknologi, dan terus mengembangkan keterampilan, maka AI bukanlah ancaman, melainkan alat yang dapat memperkuat peran kita di berbagai bidang.

Sejarah telah membuktikan bahwa mereka yang bertahan bukanlah yang menolak perubahan, tetapi mereka yang tumbuh bersamanya. Pada akhirnya, bukan AI yang akan menggantikan manusia---melainkan manusia yang memahami dan memanfaatkannya akan menggantikan mereka yang tidak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun