Oleh Ali Mutaufiq
Abstrak
Ketidakpastian global hingga 2030 ditopang oleh fragmentasi perdagangan, guncangan geopolitik, dan risiko iklim. Dengan memanfaatkan rilis terbaru IMF, Bank Indonesia (BI), OECD, dan Bank Dunia, artikel ini mengulas posisi Indonesia saat ini, memetakan faktor risiko kunci, serta merumuskan strategi resiliensi jangka pendek--menengah. Temuan utama: (i) prospek global masih di bawah tren pra-pandemi (proyeksi pertumbuhan 2025--2026: 3,0--3,1%); (ii) Indonesia relatif tangguh---inflasi rendah, kebijakan moneter kredibel---namun menghadapi hambatan ekspor, ruang fiskal ketat, dan risiko iklim; (iii) prioritas kebijakan meliputi penguatan perisai makro, diversifikasi perdagangan, akselerasi produktivitas--SDM, digitalisasi dan transisi hijau, serta ketahanan pangan--logistik. (IMF, Badan Pusat Statistik, OECD, World Bank, Climate Knowledge Portal)
Kata kunci: resiliensi makro, fragmentasi perdagangan, kebijakan moneter, transisi energi, bonus demografi.
1. Pendahuluan
Pemulihan pascapandemi memasuki fase "ketahanan yang rapuh". World Economic Outlook Update (Juli 2025) memproyeksikan pertumbuhan global 3,0% (2025) dan 3,1% (2026), masih di bawah rerata pra-pandemi; risiko utama berasal dari tarif, ketegangan geopolitik, dan ketidakpastian kebijakan. (IMF)
Indonesia mempertahankan stabilitas harga---BI menahan BI-Rate 5,50% (18 Juni 2025) seraya menjaga inflasi dalam koridor 2,5% 1%. Namun, ekspor menghadapi hambatan akibat fragmentasi perdagangan dan harga komoditas yang fluktuatif. (Badan Pusat Statistik, OECD)
Rumusan masalah: Bagaimana memetakan risiko global menuju 2030 dan strategi resiliensi Indonesia yang berbasis bukti?
2. Tinjauan Pustaka Singkat
Literatur krisis menekankan tiga kanal transmisi: perdagangan, keuangan, dan harga komoditas. Proyeksi IMF 2025--2026 menandai risiko tarif yang berlarut; OECD menyoroti perlambatan ekspor akibat tensi dagang; Bank Dunia menilai ekonomi Indonesia tetap resilien namun butuh peningkatan kualitas belanja dan investasi. (IMF, OECD, World Bank)
Risiko iklim dipandang sebagai pengganda guncangan (shock amplifier) terhadap pangan, infrastruktur, dan kesehatan. (Climate Knowledge Portal)
3. Data dan Metode