Mohon tunggu...
Isa Alïmusa
Isa Alïmusa Mohon Tunggu... -

I walk like a cat on a hot tin roof. Cautiously. Some say it's easy, some say it's not. I think it's not. I do my best not to fall.\r\n\r\n"What is the victory of a cat on a hot tin roof? - I wish I knew... Just staying on it, I guess, as long as she can" \r\n(Tennessee Williams)\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pria Retroseksual, Makhluk Apa Pula Ini?

18 September 2012   21:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:16 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tren kaum pria pun mengalami metamorfosa. Setelah metroseksual yang cenderung ‘feminin’, macho jadi kata kunci. Reklame, majalah, dan program televisi sejauh ini menggambarkan pria metroseksual—rambut tersisir rapi, kulit terawat, rambut berlebihan di bagian tertentu dipangkas teratur, dan senang menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan mencari warna kemeja yang cocok dengan sepatu di lemari.

Bertahun-tahun pria diberi keleluasaan untuk menonjolkan sisi kewanitaannya. Namun, gambaran ideal ini berubah dan retroseksual sempat dianggap tren ideal masa kini. David Beckham, yang konstan memberikan perhatian ekstrem ihwal penampilan, tak lagi menjadi contoh ‘klasik’ bagi banyak pria.

Iklan bir Bavaria atau Texas Double Whopper Burger King menampilkan sekelompok pria garang menyobek pakaiannya dan berlarian—layaknya manusia purba penghuni gua—mencari minuman atau makanan favorit mereka.

Mobil Hummer membuat slogan iklan yang lebih eksplisit: reclaiming your manhood! Tak heran, retroseksual di Amerika disebut pula hummersexual. Bahkan, Harvey C. Mansfield, salah seorang guru besar di Harvard University, menulis buku Manliness yang membahas ‘pemulihan’ jenis kelamin pria.

[caption id="attachment_213168" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi: Jan Dirk van der Brug"][/caption]

Beberapa tahun terakhir, industri dan bedah kosmetika meraup banyak keuntungan, salah satunya dengan menghilangkan rambut yang tak diinginkan seperti di bahu, perut atau dada seorang pria. Dewasa ini, kaum pria justru pergi ke klinik untuk transplantasi rambut di bagian-bagian tubuh tertentu, termasuk implant di dada atau raut wajah.

Di Belanda, mulai beberapa tahun silam diselenggarakan kursus (r)emansipasi. Selama satu akhir pekan, para peserta yang sudah ‘terjerumus’ metroseksual bakal dibimbing dan diberikan kiat-kiat untuk menemukan kembali ‘kejantanan’ mereka. Ada Kompasianers yang tertarik? Hehe…

Mengutip situs (r)emansipasi itu, “Anak laki-laki biasanya dididik oleh kaum wanita, baik di rumahmaupun di sekolah. Karakter laki-laki mereka secara tak langsung sedikit tertekan. Banyak pria dewasa yang masih menunjukkan sikap tergantung pada ibu gurunya, seperti waktu mereka duduk di TK. Mereka ingin diperhatikan dengan cara menyenangkan pasangannya seperti mengurus kebun atau menjinjing tas belanjaan dari pasar swalayan.” Ehemmm…

“Kursus ini menjadikan pria lebih mandiri dan tegas mengambil sikap. Pria sejati boleh saja menemani pasangannya mencari sepatu di pusat perbelanjaan tanpa harus keluar masuk berbagai toko di hari Sabtu yang padat pengunjung. Barangkali, Selasa pagi bisa jadi alternatif. Ia harus dapat menentukan prioritas, pro-aktif, taktis, dan dapat mempresentasikan dirinya secara optimal.”

Yewww… Hiperbola banget ya… Mungkinkah mengubah David Beckham menjadi Tarzan dalam waktu singkat? Apa ini bukan salah satu dari sekian banyak taktik marketing lagi?

Tren selalu berputar dan identik dengan segi komersi(a)l. Trend yang baru muncul biasanya dihubungkan dengan lifestyle. Orang rela merogoh kocek lebih dalam dengan alasan mengikuti zaman. Trendwatchers ‘berjamaah’ menyerukan, “The real man is back!” Jargon ini diambil oleh media dan kaum pria ikutan terpengaruh. Mereka secara kolektif berusaha mengadaptasi dan sejajar dengan imej baru ini.

Kalau ditilik secara kritis, tren baru ini bukti keberadaan metroseksual. The real man dapat dianggap ‘kompensasi’ metroseksual. Selama ini, sisi feminin seorang pria disorot berlebihan. Sekarang, mereka sebaliknya ingin dianggap pria sejati, kendati sisi kewanitaan mereka tidak 100% hilang.

Ambil contoh sebuah iklan mobil dengan dua versi. Gambar pertama memperlihatkan seorang ayah mengantar anaknya, sedangkan gambar kedua tampak lelaki yang sama sedang mengusung mountain bike dari bagasi dibantu oleh rekannya. Iklan ini jelas menyinggung dua sisi pria yang berbeda.

Pertengahan tahun 90-an istilah metroseksual dipakai pertama kali oleh jurnalis Mark Simpson. Saat itu, ia makin sering bertemu dengan banyak pria yang meluangkan waktu ekstra terkait penampilan mereka. Simpson sendiri menyebut terminologi metroseksual sudah mengalami degradasi. Menurutnya, metroseksual bukan lagi subkultur di perkotaan, namun menjadi mainstream.

Hampir semua pria dapat disebut metroseksual, meski tak ‘senarsis’ David Beckham. Kaum adam tidak malu-malu lagi menunjukkan feminitas mereka. Research International menyebut, 50% pria di Belanda menggunakan krim pelembab wajah sehari-hari dan 10% memakai krim khusus sebelum tidur.

Euromonitor International memperlihatkan, dalam kurun waktu 40 tahun terakhir angka penjualan beauty product untuk pria naik rata-rata 6% setiap tahun. Penelitian lebih lanjut juga menggarisbawahi permintaan krim, masker wajah, dan pewarna rambut khusus bagi pria.

Jajak pendapat majalah GQ edisi Belanda pernah mencantumkan, 38% responden pria menganggap belanja sambil mencari ide atau sekedar mengisi waktu luang bukan lagi sepenuhnya aktivitas perempuan dan 84% membeli sendiri kebutuhan sandangnya.

Ada semacam pergeseran, kaum pria semakin feminin, sebaliknya wanita semakin maskulin. Belakangan, teman-teman pria saya lebih menitikberatkan hobi, olahraga atau bidang seni. Sebaliknya, kenalan perempuan saya justru ambisius dan antusias mengejar karier. Gejala apa ini?

[caption id="attachment_213167" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi: Sebe Emmelot"]

13480027841627521744
13480027841627521744
[/caption]

Batasan lelaki dan perempuan menjadi amat tipis. Sepertinya, kita tidak puas dengan pembagian peran tradisional pria dan wanita. Dulu, pria adalah pencari nafkah dan wanita pengayom rumah tangga. Kini, perempuan sudah lazim jadi penopang keluarga dan laki-laki pun tak merasa tersingkir atau ‘dipermalukan’ dengan situasi ini.

James Bond baru bukan lagi agen rahasia penakluk wanita, secara seksistis ia dirayu olen lawan mainnya. Kontestan pria di acara televisi Dancing on Ice tak canggung berlenggok di atas selancar es. Ai ai…Dua dasawarsa lalu, masih jarang acara seperti ini.

Pola aktivitas rumah tangga pun sedikit berubah. Pria semakin sering bergelut dengan tugas memasak atau membersihkan rumah. Pria juga makin banyak dijumpai di reklame produk rumah tangga. Munculnya retroseksual tampaknya jadi indikasi bahwa metroseksual sudah menyebar sangat luas. Iklan-iklan yang menonjolkan maskulinitas dan ekstra dosis testosteron menjadi ‘penyeimbang’ gejala ini.

Weks, malah kepanjangan koar-koar di sini. Bagaimana saya sendiri? Saya ingin jadi ‘uberseksual’ kelas ringan aja deh… Laki-laki tulen, bisa bebal, tapi tak perlu super macho. Punya rasio sekaligus empati. In between… Kadang impulsif dan sesekali terbawa nafsu (binatang). Sanggup memakai otak, tapi tak gentar mengepalkan tinju. Yang penting, pria betulan dan bukan aspal. Haha

Salam (r)emansipasi!

Amsterdam, 18 September 2012

12991788471689539536
12991788471689539536

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun