Mohon tunggu...
Alifatul Afwah
Alifatul Afwah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bankir Businessman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Jaminan pada Pembiayaan di Perbankan Syariah

14 Mei 2024   11:28 Diperbarui: 14 Mei 2024   12:41 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah harta benda milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar jika terjadi wanprestasi terhadap pihak ketiga. Jaminan dalam pengertian yang lebih luas tidak hanya harta yang ditanggungkan saja, melainkan hal-hal lain seperti kemampuan hidup usaha yang dikelola oleh debitur. Untuk jaminan jenis ini, diperlukan kemampuan analisis dari officer pembiayaan untuk menganalisa circle live usaha debitur serta penambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diberikan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Jaminan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-rahn. Menurut Imam Ibnu Qudhamah, pengertian al-rahn adalah sebagai sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang.

Dalam perbankan syariah, jaminan memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dari sistem perbankan konvensional. Salah satu contohnya adalah penggunaan akad-akad syariah seperti murabahah, ijarah, atau musyarakah untuk mengatur transaksi jaminan. Ini memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang melarang riba dan spekulasi. Jaminan juga dapat berupa aset riil seperti properti atau kendaraan, yang dijadikan sebagai penjamin atas pinjaman atau pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah. Dalam hal pelanggaran pembayaran, bank syariah biasanya menggunakan mekanisme musyarakah atau ijarah untuk mengambil alih aset tersebut dan menjualnya kembali untuk mendapatkan kembali dana yang dipinjamkan. Selain itu, prinsip keadilan dan keberpihakan terhadap nasabah yang mengalami kesulitan juga menjadi perhatian utama dalam penerapan jaminan di perbankan syariah.

Jaminan hak milik pada pembiayaan perbankan syariah memilki dua fungsi yaitu Pertama, untuk pembayaran hutang seandainya terjadi waprestasi atas pihak ketiga yaitu dengan jalan menguangkan atau menjual jaminan tersebut. Kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama, atau sebagai indikator penentuan jumlah pembiayaaan yang akan diberikan kepada pihak debitur. Pemberian jumlah pembiayaan tidak boleh melebihi nilai harta yang dijaminkan. Jaminan secara umum berfungsi sebagai jaminan pelunasan kredit/pembiayaan. 

Bank Syariah di Indonesia pada umumnya dalam memberikan pembiayaan murabahah, menetapkan syarat-syarat yang dibutuhkan dan prosedur yang harus ditempuh oleh pembeli yang hampir sama dengan syarat dan prosedur kredit sebagaimana lazimnya yang ditetapkan oleh bank konvensional. Syarat dan ketentuan umum pembiayaan murabahah yaitu: Umum, tidak hanya diperuntukan untuk kaum muslim saja; harus cakap hukum, sesuai dengan KUH Perdata; memenuhi 5 C yaitu: Character (watak); Collateral (jaminan); Capital (modal); Condition of Economy (prospek usaha); Capability (kemampuan).

Dalam pembiayaan murabahah pada prinsipnya tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan. Di dalam Pasal 18 (delapan belas) akad pembiayaan murabahah diatur mengenai Jaminan yang menyebutkan bahwa nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyerahkan jaminan dan membuat pengikatan jaminan kepada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari akad pembiayaan murabahah.  

Penerapan agunan dalam pembiayaan murabahah pada prinsipnya sama dengan yang dilakukan bank konvensional. Dalam hal ini nasabah wajib memberikan agunan kepada pihak bank guna menjaga agar nasabah tidak melakukan penyimpangan. Oleh karena itu secara teoritis agunan dalam bank berdasarkan prinsip syariah tidak diperlukan. Namun pada prakteknya tetap saja agunan tersebut memegang peranan penting, karena ada yang harus dilindungi bank, yaitu dana yang diserahkan kepada nasabah kreditor selaku pemilik dana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun