Sore itu, aku di tepian kota.
Duduk sendiri, tak ada siapa.
Ditemani secangkir robusta, entah pahit atau manis yang kurasa.
Tapi yang jelas aku tahu, pahit dan manis itu bercampur dalam segelas kehangatan, rasa yang pasti.
Gerimis mulai reda. Tapi isi kepala ini tak kunjung sirna.
Mana mungkin aku lupa, mari sejenak kembali ke tiga tahun silam.
Hari itu, di sebuah pelosok desa. Gedung lantai tiga. Tempat kita pernah bersama.
Hari pertama aku melihatmu.
Wajahmu cerah, bagai purnama yang indah nian.Â
Aku berbisik dalam diam. Siapa dia?.
Banyak hal telah terjadi. Tapi banyak pula hal yang semakin aku tak tahu pasti.Â
Yang pasti ku tahu hanya satu. Namanya.
Dan sore hari ini. Di tepian kota. Aku benar benar tahu semuanya.Â
Apa yang kutahu sekarang. Juga hanya satu hal.
Bahwa menyukaimu bukan berarti selalu memilikimu.Â
Gerimis benar-benar telah reda.
Aku mengambil kembali helm ku. Membersihkan sisa-sisa tempias air hujan. Menyalakan sepeda motor. Melanjutkan perjalanan.Â
Sore ini juga aku tak tahu satu hal lagi. Kapan aku membayar kopi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI