Mohon tunggu...
Alicia Yolanda Bawuna
Alicia Yolanda Bawuna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta

suka kopi, suka foto, suka dolan suka apalagi ya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Nilai Fungsi Menjadi Nilai Gengsi....

7 Maret 2021   11:59 Diperbarui: 7 Maret 2021   12:19 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fashion merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan terhadap fashion pada saat ini sudah mulai meningkat, perkembangan industry mode dan fashion di negara-negara besar seperti Paris, New York, Korea sudah mulai mempengaruhi penggunaan fashion yang ada di Indonesia. Fashion merupakan salah satu budaya populer, seperti yang kita lihat  kegunaan pakaian pada saat ini sudah mulai begeser dari fungsi utamanya, dulu pakaian berfungsi sebagai penutup tubuh dan digunakan sesuai dengan tempat atau acara yang dihadiri, namun saat ini fungsi pakaian lebih dari sekedar itu, pakaian digunakan sebagai sarana bergaya dan akan terus mengikuti perkembangan zaman. 

Menurut O'Brien and Szeman (dalam Danesi, 2004. hl, 7) Pop Culture adalah budaya yang ada karena sekelompok orang membuat atau melakukannya untuk diri mereka sendiri. Maka dari itu karena hal yang baru tersebut banyak diterima masyarakat maka munculah budaya populer. Ketika budaya populer telah menjadi realita sosial, budaya ini merubah gaya hidup dan selera orang-orang yang berbeda, dan pada akhirnya menyatukan negara dengan cara yang merakyat. Kemunculan budaya populer sebagai bentuk standar dari budaya pada masa itu secara keseluruhan, merupakan kemakmuran ekonomi pasca perang dan fenomena baby boom yang terus terjadi, yang membuat orang - orang memiliki daya beli tanpa memandang kelas atau latar ekonominya, yang kemudian menggerakkan mereka untuk menjadi pembentuk tren fashion, musik, dan gaya hidup (Danesi, 2012. hl. 2). 

Meskipun begitu, saat ini kita sering melihat banyak orang yang memanfaatkan fashion sebagai sebuah gengsi. Penggunaan suatu barang tertentu dalam fashion merupakan sebuah fenomena yang ada di dalam masyarakat. Misalnya saja seseorang menggunakan sebuah produk Tas Gucci atau sepatu Nike, dengan menggunakan produk tersebut, dalam masyarakat dianggap sebagai seseorang kalangan menengah ke atas. Sehingga banyak orang yang ingin menggunakan barang tersebut hanya demi sebuah gengsi. Orang - orang membeli barang lebih mementingkan merk daripada fungsi suatu barang tersebut. Disinilah mulai terbentuk identitas, identitas bahwa orang yang menggunakan fashion dengan merk Gucci dan Nike adalah orang kaya. 

Setiap orang berusaha membangun identitas sosial, sebuah representasi diri yang membantu kita mengkonseptualisasikan dan mengevaluasikan siapa diri kita. Dengan mengetahui siapa diri kita, kita akan dapat mengetahui siapa diri kita dan siapa orang lain. (Baron dan Bryne, 2003. hl. 162 - 163). Secara tidak langsung saat ini orang - orang memperhatikan fashion mereka sebagai bentuk identitas diri mereka. Dan pada akhirnya sebuah tren fashion menjadi hal yang diburu banyak orang, mereka lebih mementingkan gaya daripada kebutuhan pokok. Semua kalangan bahkan berbondong - bondong untuk bisa membeli barang bermerk dengan harga mahal dikarenakan keinginan dalam diri ingin dipandang mewah ketika menggunakan barang dengan nilai harga yang tinggi. 

Namun selain itu, fashion juga bisa menunjukkan identitas kita sebagai sosok orang yang memiliki gaya simple, sporty, atau swag dan lain - lain. Misalnya saja kita lihat artis Syahrini, kerap kali dia menggunakan barang - barang mewah dengan harga cukup fantastis. Maka dari itu Syahrini dinilai sebagai seorang artis yang memiliki gaya fashion yang glamour. Atau misalnya saja artis Zaskia Adya Mecca, dia pernah memperlihatkan kepada netizen bahwa tas - tas yang ia miliki hanya berkisar puluhan sampai ratusan ribu saja. Padahal seperti yang kita tahu Zaskia adalah istri produser ternama di Indonesia, yaitu Hanung Bramantyo. Sejak itu Zaskia dinilai sebagai sosok yang simple dan sederhana. Secara tidak langsung apa yang kita gunakan menunjukkan identitas diri kita.

DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A dan Donn Byrne. (2003). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.

Danesi, M. (2004). A Basic Course in Anthropological Linguistics. Toronto: Canadian Scholars Press.

Danesi, M. (2012). Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun