Catatan tindakan diplomatik dalam kehidupan Rasulullah, dapat kita lihat dimulai sebelum beliau diangkat menjadi rasul. Tepatnya,, ketika Rasulullah masih berusia 35 tahun dalam perselisihan mengenai rekonstruksi Ka'bah. Ka'ban pada saat itu dalam keadaan rusak, sehingga seluruh suku bahu membahu membangun kembali ka'bah. Pada saat peletakan hajar aswad, semua kabilah berseteru dan mengklaim bahwa mereka yang lebih berhak untuk meletakannya. Â Sehingga, salah satu dari mereka akhirnya berinisiatif bahwa barangsiapa yang pertama kali masuk ka'bah dialah yang pantas menjadi hakim dalam sengketa ini.
Keesokan paginya, orang yang pertama kali memasuki Ka'bah adalah Nabi Muhammad SAW, dan mereka mengatakan inilah orang yang terpercaya (al-Amin) dan kami ridha kepadanya. Dengan keputusan beliau untuk meminta sehelai selendang dan beliau mengambil hajar aswad, sedangkan disetiap ujung kainnya dipegang oleh kepala suku dan mengangkatnya bersama-sama. Dengan demikian, selesailah pertikaian yang berpotensi menjadi pertumpahan di jazirah Arab.
 Rasulullah mendapat gelar al-Amin atas tindakan beliau sebagai arbitror yang handal. Namun, ketika beliau mendapatkan wahyu pertama ketika usianya 40 tahun, secara terang-terangan kaum Quraisy menentangnya. Sehingga pendekatan beliau dengan cara sembunyi-sembunyi kepada kerabatnya terdahulu untuk mengajaknya kepada kebaikan dan meninggalkan berhala. Namun, tatkala beliau menyerukan terang-terangan begitupun respon kaumnya yang menentang, hanya Abu Thalib yang mendukungnya.
Melihat sikap Abu Thalib yang mendukungnya, sehingga negosiasi yang diajukan kepada Rasulullah berupa harta, takhta dan juga wanita. Namun, semuanya tidaklah berarti bagi Rasulullah, karena yang beliau inginkan hanyalah agar kaumnya menyembah Allah. Mendapatkan perlakuan keras dari kaumnya, Rasulullah mencoba mencari ketenangan di Thaif. Rasulullah mengadakan pertemuan dengan pimpinan-pimpinan di Thaif dalam rangka mengajak mereka masuk islam. Namun yang diterima Rasulullah hanyalah ujaran kebencian, bahkan disertai dengan kekerasan fisik.
Dengan puncaknya, seluruh perwakilan suku Arab mengepung rumah Rasulullah sebelum matahari terbenam. Dengan keadaan genting seperti itu, Rasulullah tetap tenang dan dengan izin Allah Rasulullah bisa keluar dimalam hari tanpa ketahuan orang-orang yang sedang terlelap diluar rumahnya.
Rasulullah menatap sekilas kota Makkah, tempat kelahirannya seraya berucap "Kamu adalah tempat yang lebih aku cintai dari semua tempat yang ada didunia, namun anak-anakmu (orang-orang musyrikin Makkah) tidak mengijinkan aku berada disini". Kemudian Rasulullah meninggalkan rumahnya dan bersembunyi di Gua Tsur terlebih dahulu selama 3 hari 3 malam bersama Abu Bakar seraya berkata "Janganlah kamu bersedih karena sesungguhnya Allah bersama kita".