Senin pagi
Dari tempatku berdiri terdengar siswa-siswa menyanyikan lagu kebangsaan saat melaksanakan upacara bendera. Aku suka hari Senin pagi karena tanah lapang yang bisanya sunyi dipakai warga sekolah untuk upacara. Â Aku biasa mengikuti upacara meski dari hanya dari kejauhan saja. Setelah upacara biasanya mereka membersihkan lapangan dan membuang sampah-sampah yang berserakan. Tetapi pagi ini warga sekolah langsung berhambur menuju kelas masing-masing setelah upacara. Mungkin karena pagi ini mendung tebal dan terlihat akan turun hujan.
Aku baru saja melewati pohon asam yang tumbuh dan berdaun lebat di halaman sekolah ketika tercium bau wangi bercampur "langu" yang sangat kukenal. Setengah berlari menuju ruangan Lab komputer di sebelah selatan perpustakaan. Ada apa lagi ini? Mengapa keadaan yang sudah aman, nyaman, terkendali ini harus bergejolak gara-gara dia lagi? Ramai sekali suara orang-orang berbicara, menangis bahkan tertawa terbahak-bahak... ini gila! aku mempercepat langkah kaki ketika mendengar suara seseorang berteriak histeris. Sampai di depan pintu aku berhenti sebentar, Ya Tuhan....kasihan siswa-siswa sekolah yang tidak berdosa dan tidak tahu apa-apa harus kesurupan dan ketakutan setengah mati.
"Jangan diam saja, mas.. mana janjimu untuk menjaga tempat ini bersih?" senyum dingin itu seperti biasa menghiasi wajahnya yang cantik. Â
"Aku sudah berusaha, maaf aku sangat sibuk sehingga lupa memperingatkan mereka saat perayaan hari ulang tahun kemarin, pergilah dan jangan mengganggu mereka!"
"Bangsat.... Kamu tidak sibuk, mas... kamu terlalu asyik dengan Jingga sehingga lupa akan janjimu" tatapan mata itu membuatku merinding. Ia tidak pernah seperti itu sebelumnya.
"Baiklah.. sekarang apa maumu supaya meninggalkan tempat ini?" aku masih berusaha membuatnya pergi tanpa harus memaksa.
"Aku ingin kamu mas Joko..." kali ini ia tersenyum kemudian menangis terisak dan pergi dari sekolah ini.
Seperti biasa aku harus memenuhi keinginannya. Ia sedang cemburu dengan Jingga yang sering berbicara denganku akhir-akhir ini.
Setahun yang lalu
Hujan deras sore itu setelah lembur membawaku berteduh di bawah gapura sekolah tempatku bekerja sebagai toolman di LAB komputer. Gapura yang baru dibuat kokoh dan indah ini tetap saja sunyi saat sore menjelang malam seperti saat ini. Ada dua buah lampu terang yang menempel di sebelah kiri dan kanan. Ada perasaan nyaman menyadari keadaan gapura di saat hujan lebat sore ini dalam keadaan terang benderang.Â
Seorang wanita berkerudung membawa payung yang berjalan melewati gapura menyapaku, "Masih hujan deras, jangan jalan dulu, mas...jalanan sangat licin. Aku tersenyum mengangguk seolah tidak asing dengan wanita itu, mungkin dia penduduk yang tinggal di sekitar sekolah. Ada perang bathin antara tetap berteduh atau meneruskan perjalanan.
Hujan deras masih belum berhenti ketika sayub-sayub terdengar adzan Magrib dari pengeras suara. Baiklah aku memutuskan menerjang derasnya hujan karena waktu Magrib telah datang. Baru saja hendak menyeberang tiba-tiba dari arah berlawanan muncul sinar yang sangat terang semakin mendekatiku aku terdiam tidak bisa berbuat apa-apa karena kejadian itu begitu cepat. Sebuah mobil pick up melaju dengan kecepatan tinggi. Suara ban mobil beradu dengan jalan aspal yang licin menimbulkan suara berdecit-decit dan aku melihat mobil itu terus melaju di hadapanku dengan kecepatan tinggi dan berhenti secara tiba-tiba.