Mohon tunggu...
Ali Arief
Ali Arief Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Saya berasal dari Kota Medan...berkarya dan berkreativitas dibutuhkan kemauan dan keyakinan untuk tetap konsisten di jalur kejujuran dan kebenaran...tetap belajar memperbaiki diri...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gelap di Lembah Gersang

28 November 2020   18:23 Diperbarui: 28 November 2020   18:28 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar: Jonoit.com)

Gelap terasa keadaan di kantor tempatku bekerja. Bukan karena kantorku tidak memiliki pencahayaan di dalam ruangannya, akan tetapi suasana bekerjanya yang seakan tidak merasa nyaman. Sejak kehadiran kepala kantor baru di perusahaan tempatku bekerja semua keadaan dan suasananya sangat jauh berbeda. Apalagi kepala kantor yang baru kurang santun dan sikapnya tidak bersahabat.

Jamal, itulah sosok laki-laki yang selama ini membuat diriku sangat membencinya. Aku seakan tidak ingin menatap wajahnya yang penuh kesombongan. Memang, sebenarnya aku bukanlah tipe orang yang mudah sakit hati jika dihina. Namun, perbuatan Jamal telah menjatuhkan harga diriku di depan orang lain.

Aku masih mengingat, betapa sangat kasarnya ucapan Jamal ketika ia membongkar aib kondisi kantor tempatku bekerja. Jamal mengungkapkan semua keburukan kondisi kantorku di depan para undangan dan pemimpin lainnya. Jika saja aku tidak menahan diri, saat Jamal mengungkapkan keburukan kondisi kantor tempatku bekerja, bisa saja aku memberikan sanggahan terhadap ucapannya tersebut.

Kejadian itu bermula ketika pergantian kepala pimpinan di perusahaan tempatku bertugas. Aku merasa sangat kehilangan sosok kepala kantor yang sudah kuanggap sebagai orangtua, dan sahabat di tempatku bekerja. Pak Mus kukenal sebagai kepala kantor yang tidak pernah membedakan status pekerjanya, ramah, dan beliau juga mampu mengayomi bawahannya, tanpa menggunakan tindakan kekerasan.

Aku seakan tidak percaya ketika masa akhir tugas Pak Mus yang beberapa bulan lagi, harus digantikan oleh seseorang yang sejak awal terlihat gaya dan penampilannya sangat berbeda dari penampilan kepala kantor sebelumnya.

"Pak, terima kasih atas segala bimbingan dan arahannya selama menjadi kepala kantor di perusahaan ini. Banyak hal yang saya dapatkan, sejak kepemimpinan Bapak di perusahaan ini. Pengetahuan, pengalaman, dan tanggungjawab dalam bekerja telah Bapak tunjukkan kepada saya serta teman-teman lainnya. Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan dan terus menjadi sosok terbaik di mana pun berada." Ungkapku kepada Pak Mus, kepala kantor lamaku.

"Saya juga berharap demikian, semoga apa yang telah saya ajarkan di kantor ini dapat menjadi manfaat. Segala ucapan dan perkataan selama menjadi pimpinan di perusahaan ini, jika tidak berkenan di hati mohon dimaafkan." Pak Mus pun segera meninggalkan kantor setelah terlebih dahulu memperkenalkan kepada kami, kepala kantor yang baru. 

Suasana haru terasa, saat Pak Mus menatap ke seluruh karyawan yang sejak tadi diam dan sedih. Beberapa karyawan pun terisak dalam kesedihan mendengar arahan terakhir dari Pak Mus. Aku turut larut dalam kesedihan, tanpa sengaja butiran-butiran air mata jatuh dari pelupuk mata ini saat Pak Mus menjabat erat tanganku.

"Syarif, saya mohon ijin. Pesan saya, kamu harus tetap menjadi seorang karyawan yang berdedikasi, ulet, dan bertanggungjawab. Saya yakin, suatu saat kamu kelak meraih kesuksesan." Itulah ucapan Pak Mus ketika menjabat erat tanganku, lalu berlalu dari hadapan kami.

Setelah Pak Mus meninggalkan perusahaan tempatku bekerja, sosok pengganti kepala kantor kami adalah Jamal. Menurutku sosok Jamal bukanlah sosok pemimpin yang bijaksana. Sikap yang otoriter, ucapan yang kasar terhadap bawahan sering dilontarkannya di setiap memimpin rapat. Untuk hal-hal yang positif, apa yang dilakukan Jamal tetap aku apresiasi.

Sikap tegas dan tindakannya yang mengingatkan karyawan untuk meningkatkan disiplin sangat aku acungkan jempol. Tetapi ada hal yang selalu disembunyikannya dari seluruh karyawan, yaitu transparansi. Selain itu, menurutku Jamal tidak menyukai jika ia dikritik oleh bawahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun