Ujian semester akan segera berlangsung, engkau harus mempersiapkan diri dengan maksimal karena masa depanmu sudah terpampang di depan mata. Setelah selesai ujian semester nanti, engkau akan menghadapi semester akhir. Aku ingin, engkaulah yang mewakili menyampaikan kata sambutan mahasiswa di saat kita wisuda nanti." Aku terus memberikan semangat kepada Raditya, meskipun ia masih memikirkan keadaan ibunya di kampung.
"Terimakasih Rangga, engkau bukan saja sahabat tetapi sudah menjadi saudara bagiku. Mungkin tanpa dukunganmu, aku belum tentu mampu menghadapi permasalahan hidup yang kualami saat ini. Memang terasa sangat berat beban yang harus kupikul. Ibuku segalanya bagiku. Aku takkan mampu berpijak di atas kaki sendiri jika ibuku tidak menyemangatiku untuk melanjutkan kuliah.Â
Sejak ayahku meninggal dunia, kehidupan keluargaku berubah 360 derajat. Semua terlihat berat untuk kami jalani, hanya semangat dan perjuangan ibuku sehingga kami masih dapat bertahan." Itulah ucapan yang disampaikan Raditya kepadaku, sambil memukul pundakku dan berlalu dari hadapanku.
Keesokan harinya, aku melihat Raditya sedikit terlihat tampak lebih ceria. Ia tersenyum memandangiku. Aku seakan merasa Raditya sudah sedikit melupakan beban pikirannya yang kemarin.Â
"Wah, kamu tampak terlihat ceria hari ini Radit. Wajahmu sudah tidak lesu lagi dan senyummu itu menandakan, jika dirimu sudah siap untuk berangkat kuliah pagi ini." Tegurku kepada Raditya.Â
"Ah, kok kamu tahu Rangga jika aku ingin berangkat kuliah pagi ini. Padahal aku tidak memberitahukanmu sebelumnya." Seolah Raditya ingin meledekku. Aku pun bersama Raditya pergi menuju ke kampus untuk mengikuti perkuliahan.Â
Sesampainya di kampus, beberapa orang temanku, Doni dan Roy menyambut kehadiran Raditya dengan senyum, tawa dan canda. "Hai Radit, tampaknya hari ini wajahmu terlihat fresh dan keren lho." Sapa Doni, ketua kelas di ruang jurusan pertanian.Â
"Ya, benar yang kau katakan itu Doni, Raditya terlihat lebih keren dari biasanya. Jangan sampai cewek-cewek di kampus ini jatuh hati pada dia. Habis deh kita tak dapat menerima cinta suci dari cewek-cewek di kampus ini." Ucap Roy dengan penuh canda.Â
"Tak perlu khawatir teman-temanku, entar aku perkenalkan kepada kalian cewek-cewek yang menyukaiku satu per satu." Raditya membalas candaan kedua temannya tersebut. Sambil melangkahkan kaki, aku, Raditya, Doni, dan Roy menuju ruangan kelas kampus untuk mengikuti materi perkuliahan.
Jam perkuliahan untuk hari ini telah selesai. Aku dan Raditya segera pulang ke rumah. Seperti biasanya setelah pulang kuliah, Raditya langsung menuju pasar untuk bekerja paruh waktu menjadi buruh panggul.Â
Aku melihat Raditya dari ujung persimpangan sedang memikul beberapa barang yang diletakkan di atas pundaknya. Aku seakan ikut merasakan begitu berat dan gigihnya perjuangan yang dilakukan Raditya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saat ini. Sebagai sahabat, aku hanya sebatas menolong  saja sesuai dengan kemampuanku.Â