Mohon tunggu...
Alia Noor Anoviar Via
Alia Noor Anoviar Via Mohon Tunggu... -

Saya merupakan staff penerbitan di BOE FE-UI, sebelumnya saya aktif dalam Ekstrakuler Jurnalistik di SMA sebagai ketua umum. Saya ingin selalu bisa menulis, menyumbangkan pikiran dalam barisan kata, memberikan sesuatu yang bermanfaat selama saya bisa melakukannya. Suatu saat nanti, saya ingin menjadi jurnalis handal yang dikenal orang selalu menulis tentang kebenaran :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bukan Sekedar Isu Larangan Merokok

27 Februari 2011   00:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:14 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh tentu bukan isapan jempol belaka. Efek negatif dari penggunaan rokok juga telah diketahui dengan jelas. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya penyakit seperti jantung, kanker paru-paru, bronkhitis, dan berujung pada kematian dini. Selain bahaya yang dihadapi perokok aktif, secondhand-smoke atau biasa disebut dengan perokok pasif juga memiliki potensi yang serupa. Artinya kebiasaan merokok tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang yang berada disekitarnya.

Ironisnya, jumlah perokok usia remaja (15-19 tahun) terus meningkat. Penelitian kerjasama antara Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), Kantor Perwakilan World Health Organization (WHO), serta pemerhati masalah tembakau, dibuat untuk meneliti lebih lanjut tentang dampak tembakau dan pengendaliannya di Indonesia. Hasil penelitian tersebut memaparkan data bahwa prevalensi anak muda usia 15-19 tahun untuk merokok terus meningkat dari tahun 1995 sebesar 7,1%, tahun 2001 sebesar 12,7% dan terus meningkat hingga 2004 mencapai 17,3%. Angka tersebut menunjukkan kurangnya kesadaran generasi muda masa terkait bahaya merokok sekaligus menjadi momok bagi masa depan bangsa.

Perokok remaja terus bertambah saat ini, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Fuad Baradja, ketua bidang penyuluhan dan pendidikan di Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), menyatakan bahwa Indonesia adalah negara tunggal di Asia yang tidak memiliki undang undang atau peraturan yang mengendalikan rokok secara baik dan benar berdasarkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal konsumsi rokok di Indonesia merupakan ketiga terbesar di dunia, setelah China dan India. Bahkan organisasi kesehatan sedunia (WHO) telah memberikan peringatan bahwa dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang per tahun, 70 persen diantaranya terjadi di negara-negara berkembang.

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menekan jumlah perokok aktif di Indonesia, seperti penyuluhan bahaya merokok baik secara preventif maupun antisipatif, menjalankan peraturan-peraturan larangan merokok dengan patuh, larangan terhadap iklan, promosi rokok, peningkatan cukai dan harga rokok serta upaya-upaya lain yang diarahkan untuk menyelamatkan bangsa ini dari bahaya besar dibalik kenikmatan merokok. Lingkungan keluarga, sekolah dan kampus merupakan area pembelajaran terbaik untuk memulai tindakan dini pencegahan merokok. Edukasi larangan merokok rutin dilakukan oleh LM3 ke sekolah-sekolah dari level SD hingga perguruan tinggi.

Geliat terkait penegakan aturan larangan merokok tengah digalakkan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Menyadari adanya pro-kontra mengenai hal tersebut, BPM FEUI pada 17 Februari 2011 mengadakan diskusi dengan tema isu larangan merokok di area FE UI yang menghadirkan pembicara dari pihak kemahasiswaan FE UI, yaitu Ayu Ratna dan Banu Muhammad. “Sebenarnya larangan merokok tidak hanya diterapkan di FE UI, tetapi di Universitas Indonesia secara keseluruhan sejak tahun 2008. UI akan menolak BOP mahasiswa yang orangtuanya menggunakan rokok dan beasiswa yang diajukan oleh perokok maupun tawaran pemberian beasiswa dari perusahaan rokok,” terang Ayu Ratna. Sejauh ini belum ada sanksi tegas bagi perokok di lingkungan FE UI, hanya sebatas teguran dari satpam dan pihak-pihak yang merasa berkepentingan. Wacana pembangunan smoking area sedang dalam tahap pencarian sponsor, jika sponsor berasal dari perusahaan rokok maka pihak FE UI tidak mengijinkan pemasangan logo dan semacamnya agar tidak tercipta ambiguitas. Arah yang sebenarnya menjadi fokus tujuan adalah membangun lingkungan akademik yang sehat. Sebelumnya, aturan ketat mengenai larangan merokok telah diterapkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat UI dimana terdapat sanksi berupa denda bagi perokok.

Pernyataan kontra mengenai isu larangan merokok dilayangkan oleh seorang mahasiswa yang mungkin mewakili ketidaksetujuan pihak-pihak tertentu dengan penegakan aturan tersebut. “Saat ini kita berada dalam disiplin intelektual, bukan disiplin militer. Udara ini milik siapa? Perokok sudah membayar cukai rokok sehingga bebas menikmati rokoknya, sementara mereka yang tidak merokok memang tidak membayar cukai rokok sehingga tidak ada hak untuk melarang seseorang merokok.” Banu Muhammad meluruskan pendapat tersebut, “Berdasarkan hasil penelitian Abdillah dan kawan-kawan dari Lembaga Demografi FE UI menunjukkan bahwa cukai rokok tidak menutup eksternalitas negatif dari rokok.” Ayu Ratna menambahkan pernyataan yang kiranya dapat dijadikan bahan perenungan,“Jangan menggunakan hak minoritas untuk kepentingan mayoritas sehingga merasa ekslusif. Seseorang berhak untuk merokok tetapi hargai juga hak orang yang tidak merokok terutama penegakan aturan larangan merokok di lingkungan akademik.”

(Vimala Dewi Nurcahyani dan Alia Noor Anoviar)

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun