Mohon tunggu...
Ali Aminulloh
Ali Aminulloh Mohon Tunggu... Dosen

Hidup ini adalah ibadah, maka jalani kehidupan ini penuh makna dengan segenap ketulusan hati, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan sejati dimanapun dan kapanpun dan dalam situasi apapun

Selanjutnya

Tutup

Financial

Intermediasi Keuangan dalam Islam (Tema 6)

13 Juni 2025   11:20 Diperbarui: 13 Juni 2025   11:28 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

INTERMEDIASI KEUANGAN DALAM ISLAM

 Oleh Ali Aminulloh

Pendahuluan

Dalam sistem ekonomi Islam, intermediasi keuangan memiliki peran vital dalam mendukung distribusi dan alokasi dana secara adil dan produktif. Tidak seperti sistem konvensional yang berorientasi pada bunga, intermediasi keuangan Islam berlandaskan prinsip syariah, yang mengutamakan keadilan, transparansi, dan kemitraan dalam pembiayaan. Konsep ini tidak hanya berfungsi sebagai jembatan antara pemilik modal dan pihak yang membutuhkan dana, tetapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan sektor riil melalui skema bagi hasil dan transaksi berbasis aset nyata. Peran perbankan syariah dalam intermediasi keuangan semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sistem keuangan yang etis dan berkeadilan. Namun, perbandingan antara intermediasi keuangan Islam dan konvensional menunjukkan adanya perbedaan fundamental dalam hal mekanisme keuntungan, distribusi risiko, serta dampaknya terhadap stabilitas ekonomi. Untuk memahami efektivitas intermediasi dalam perbankan syariah, diperlukan studi kasus yang menggambarkan bagaimana penerapan prinsip syariah mampu meningkatkan inklusi keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis keadilan. Oleh karena itu, pembahasan mengenai intermediasi keuangan Islam menjadi krusial dalam rangka mewujudkan sistem keuangan yang stabil, inklusif, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

1. Konsep Intermediasi Keuangan dalam Islam

Intermediasi keuangan dalam Islam merupakan proses perantara yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah untuk menyalurkan dana dari pihak yang memiliki surplus ke pihak yang membutuhkan dana, dengan tetap berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Dalam sistem ini, kegiatan intermediasi dilakukan tanpa unsur riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi), serta lebih menekankan pada konsep keadilan dan kemitraan. Menurut Chapra (2000), intermediasi keuangan Islam didasarkan pada prinsip bagi hasil (profit and loss sharing), yang memungkinkan distribusi risiko yang lebih adil antara pemilik modal dan pengelola dana (Chapra, 2000).

Sebagai contoh, dalam skema mudharabah, bank bertindak sebagai mudharib (pengelola dana) yang menerima investasi dari pemilik dana (shahibul maal). Keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut kemudian dibagi sesuai dengan kesepakatan awal. Jika terjadi kerugian, maka kerugian ditanggung oleh pemilik modal, kecuali jika disebabkan oleh kelalaian pengelola dana. Hal ini menunjukkan bahwa konsep intermediasi dalam Islam lebih menitikberatkan pada transparansi dan keadilan dalam pengelolaan dana.

Selain itu, Islam juga mengatur bahwa intermediasi keuangan harus memberikan manfaat sosial, seperti mendukung sektor riil dan membantu pemerataan ekonomi. Menurut Al-Ghazali, sistem keuangan yang ideal harus berorientasi pada kesejahteraan sosial dan tidak boleh menjadi alat eksploitasi bagi pihak yang lemah (Al-Ghazali, 1997). Oleh karena itu, intermediasi keuangan Islam sering kali dikaitkan dengan keuangan inklusif yang mendorong pemerataan kesejahteraan di masyarakat.

Konsep ini juga didukung oleh regulasi yang berlaku di berbagai negara dengan sistem perbankan syariah. Sebagai contoh, di Indonesia, intermediasi keuangan Islam diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang mewajibkan setiap transaksi keuangan sesuai dengan prinsip syariah dan melarang penggunaan instrumen berbasis bunga.

Dengan demikian, intermediasi keuangan dalam Islam bukan hanya sekadar aktivitas perbankan, tetapi juga bagian dari sistem ekonomi yang lebih luas, yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan nilai-nilai etika Islam.

2. Peran Perbankan Syariah dalam Intermediasi Keuangan

Perbankan syariah memiliki peran penting dalam intermediasi keuangan, terutama dalam menyalurkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah. Salah satu peran utama perbankan syariah adalah sebagai lembaga intermediasi yang memfasilitasi perputaran dana melalui berbagai akad yang telah disyariatkan, seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, dan istishna'.

Menurut Antonio (2001), salah satu keunggulan intermediasi keuangan Islam adalah penggunaan skema bagi hasil yang lebih adil dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional (Antonio, 2001). Sebagai contoh, dalam pembiayaan musyarakah, bank dan nasabah bekerja sama dalam suatu proyek bisnis dengan modal bersama. Keuntungan dari bisnis tersebut kemudian dibagi sesuai dengan kesepakatan, sementara kerugian ditanggung berdasarkan proporsi modal masing-masing.

Selain itu, perbankan syariah juga memainkan peran dalam mendukung inklusi keuangan dengan menyediakan layanan bagi kelompok masyarakat yang kurang terjangkau oleh perbankan konvensional. Misalnya, Bank Syariah Indonesia (BSI) telah mengembangkan program pembiayaan mikro berbasis akad qardhul hasan, di mana dana diberikan kepada pelaku usaha kecil tanpa bunga, melainkan hanya dengan biaya administrasi ringan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat kecil dan menengah yang sering kali kesulitan mendapatkan akses ke permodalan.

Namun, tantangan utama yang dihadapi perbankan syariah dalam menjalankan fungsi intermediasi adalah keterbatasan instrumen keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang produk perbankan syariah. Oleh karena itu, diperlukan edukasi yang lebih luas serta inovasi dalam pengembangan produk keuangan syariah agar dapat meningkatkan efektivitas intermediasi keuangan.

3. Perbandingan Intermediasi Keuangan Islam dan Konvensional

Terdapat beberapa perbedaan mendasar antara intermediasi keuangan dalam sistem Islam dan konvensional. Salah satu perbedaan utama adalah sistem perolehan keuntungan. Dalam perbankan konvensional, bank memperoleh keuntungan dari bunga (interest) yang dibebankan kepada nasabah sebagai biaya atas pinjaman. Sedangkan dalam perbankan syariah, keuntungan diperoleh melalui mekanisme bagi hasil atau margin keuntungan dari jual beli.

Menurut Mirakhor (2009), intermediasi keuangan dalam Islam lebih stabil dibandingkan dengan sistem konvensional karena berbasis pada transaksi yang mendukung sektor riil dan menghindari spekulasi berlebihan (Mirakhor, 2009). Contohnya, dalam pembiayaan properti, bank syariah menggunakan akad murabahah, di mana bank membeli rumah terlebih dahulu dan menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga yang sudah disepakati. Berbeda dengan bank konvensional yang memberikan pinjaman berbunga yang sering kali berfluktuasi sesuai dengan suku bunga pasar.

Selain itu, dalam hal risiko, intermediasi keuangan Islam lebih berbasis pada keadilan dalam distribusi risiko. Pada perbankan konvensional, nasabah tetap harus membayar bunga meskipun mengalami kerugian, sementara dalam sistem Islam, kerugian dapat ditanggung bersama sesuai akad yang disepakati.

Dari sisi dampak ekonomi, perbankan syariah lebih mendukung stabilitas ekonomi karena transaksi yang dilakukan harus berbasis pada aset nyata (real sector). Hal ini berbeda dengan perbankan konvensional yang sering kali melakukan praktik spekulatif di pasar keuangan, yang dapat menyebabkan krisis keuangan global seperti yang terjadi pada tahun 2008.

4. Studi Kasus Efektivitas Intermediasi Perbankan Syariah

Untuk menilai efektivitas intermediasi keuangan dalam perbankan syariah, dapat dilihat dari berbagai indikator seperti tingkat pembiayaan produktif, tingkat inklusi keuangan, serta dampak terhadap sektor riil. Studi kasus di Indonesia menunjukkan bahwa perbankan syariah memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sebagai contoh, BMT (Baitul Maal wat Tamwil) di Indonesia telah berhasil menjadi salah satu model intermediasi keuangan berbasis syariah yang efektif dalam membiayai sektor UMKM. Menurut penelitian dari Bank Indonesia (2022), pembiayaan berbasis akad mudharabah dan musyarakah yang diterapkan oleh BMT mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat kecil karena sistemnya yang lebih fleksibel dibandingkan kredit konvensional (Bank Indonesia, 2022).

Selain itu, di Malaysia, Islamic Banking and Finance Institute Malaysia (IBFIM) melaporkan bahwa perbankan syariah telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih stabil dibandingkan perbankan konvensional, terutama dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi global.

Referensi

Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Gema Insani.

Bank Indonesia. (2022). Laporan Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia.

Chapra, M. U. (2000). The Future of Economics: An Islamic Perspective. Islamic Foundation.

Mirakhor, A. (2009). The Stability of Islamic Finance. International Journal of Islamic Finance.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun